Menyesal (22)

16 11 9
                                    


Halo~

Terimakasih sudah membaca sejauh ini~

Terimakasih sudah mensuport cerita ini~

Tolong share cerita ini ya~

Komennya dund~

Votenya dund~

Luv u~

--

Bila nanti Alin tidak kembali. Kenanglah dia seperti sakura yang muncul di musim semi. Selalu ditunggu walau nanti akan gugur. Ingatlah dia sudah membalas dosa-dosanya dengan mengobarkan dirinya sendiri.

Teruntuk Algar. Kau dapat salam dari seseorang berinisial A. Mohon cintai Alin, cintai dia dengan tulus. Cintai si Ratu Bully. Bukan Mina. Orang yang menitipkan salam..... memaksa hal itu.

Pikiran Alin berlabuh bagaimana ia membully targetnya dulu. Air matanya jatuh. Namun, satu hal terlintas dipikirannya. Ia harus berubah. Dan ia belum berubah. Jadi, Alin putuskan ia akan memanjat. Berubah menjadi Alin versi baru.

"Tolong!" suara Alin parau. Sayangnya... tidak ada yang menolongnya. Tidak ada yang mendengar rintihannya.

Alin berusaha memanjat dengan kaki penuh luka. Ia merayap di tanah-tanah kecoklatan khas pegunungan. Ranting-ranting kayu mempersulit langkahnya. Dengan segenap tenaga Alin berusaha memanjat. Kuku-kukunya yang bewarna merah cantik, berubah menjadi coklat karena tanah.

Sisa 10 menit. Mampukah Alin memanjat jurang? Peluhnya muncul di pelipis. Bibirnya terus merintih meminta tolong kepada seseorang. Nihil! Hari sudah semakin gelap. Dan Alin masih mempertaruhkan hidupnya yang berada diambang kematian.

Alin ngos-ngosan. Kakinya kebas dipaksa memanjat walau tengah terluka. Matanya terus mengeluarkan air mata ketakutan. "Tolong" katanya, selahngkah lagi.... dirinya akan berada di ujung. Ia berhasil memanjat!.

"Tolong aku" titah Alin. Tangannya keluar dari jurang. Orang yang melihat bukannya menolong malah teriak "Setan!" memang, Alin terlihat mengerikan. Dengan pakaian putih bersimbah darah.

Wajah kotor dinodai air mata dan tanah. Bibir pucat serta luka-luka dibagian wajah membuat Alin tampak seperti urban legend-urband legend yang menyeramkan!.

Alin berhasil naik. Satu-satunya misinya sekarang adalah menuju mobil. Sisa 3 menit. Mampukah Alin melakukannya? Ditengah matahari terbenam dengan agungnya. Ia terseok-seok berjalan. semua berlari melihatnya mengira dia adalah sosok legendaris 'Perempuan bergaun darah' dan Alin persis seperti itu!.

Alin mungkin akan mati. namun, ia ingin menebus dosa-dosanya dengan berubah. Alih-alih harus mati dengan menyedihkan. Sakitnya terus menemani perjalanannya menuju mobil. Perjalanan terasa jauh sekali.

Selamat.... anda mendapat 100 likes. Sisa hidup 100 hari. Arloji Alin berkedip. Tunggu. Ia belum sampai mobil. Lantas bagaimana dia bisa mendapat 100 likes?!. Lenyap! Sakit Alin serasa melayang entah kemana.

Jalannya yang semula terseok-seok berubah seketika kemudian berlari mencari tau siapa yang memposting foto?.

"Ckckckck...... pemandangan menyedihkan apa ini?" suara dibelakang Alin membuat ia menoleh. Sosok itu memakai topi baret bewarna biru. Rambutnya ia gerai. Rok jeans selutut. Lengkap dengan jaket jeans senada dengan warna roknya. Kaos hitam ketat di dalam jaket memamerkan lekukan tubuhnya yang indah.

"Sarra?" tanya Alin. Ia kaget Sarra tiba-tiba muncul dihadapannya.

"Yo!" Sarra menaikkan satu tangannya.

"Lo kok bisa disini? dan lo posting. Padahal, hp gue di mobil"

"Lo ga kunci mobil. Gue ikutin lo kesini karena gue tau lo bakal lakuin hal bodoh. Lo ga mungkin dandan secantik itu kalo ga ada tujuan lain. Jadi gue yang tadi niatnya ke The Diamond mau beli unit. Liat lo gue ikutin. Ga gue sangka lo jadi Alin dressed in the blood" Sarra sedikit tertawa tapi menutpnya dengan tangannya yang dihiasi cincin disetiap jari. Lengkap dengan kuteks biru.

"Dan gue telfon lo ga angkat. Gue intipin eh hp lo ada di mobil yaudah asal sudah gue post... taunya lo beneran mau mampus ya tadi?" lanjut Sarra menyilangkan tangannya di dada.

"Thanks Sar... lo beri gue kesempatan hidup" Alin sedih bukan main. Ia memeluk Sarra. Sarra tampak sama dengannya. Glamour, cantik, kaya, terkutuk, tukang bully. Dia adalah Alin versi lain.

"Dih udah jijik gue" Sarra mendorong Alin sedikit kemudian pergi menaiki mobil Ferrari merahnya. Tuhkan. Sarra sama Alin mobil aja sama!.

--

Alin melajukan mobil putih cabrioletnya di jalan yang disekitarnya terdapat gedung-gedung tinggi tampak seperti pasak langit. Juga lampu jalan yang menyala karena matahari sudah tenggelam menemani perjalanan Alin ke apart nya The Diamond.

Sesampainya di unit, Alin membersihkan dirinya. Ia mengobati beberapa luka diwajahnya. Ternistakan sudah wajahnya yang cantiknya bagai dewi yunani itu. ia memoles salep dengan hati-hati percayalah wajah Alin seperti harga dirinya!.

Setelah memoleskan salep. Ia tersenyum dicermin. Tapi jujur. Satu sisi dirinya merasa sangat tak pantas untuk hidup. Ia memilih bertahan hanya untuk berubah. Tak apa jika ia dipandang sampah. Tak apa jika ia diinjak. Alin hanya perlu berubah.

--

Matahari terbit dari Timur dengan cantik. Menyorotkan cahaya kuning yang indah. Dilengkapi dengan kicauan burung. Alin tidak akan sekolah hari ini. Selain karena malas. Lukanya masih terlihat jelek.

Jadi, pagi-pagi sekali Alin sudah berada di Cafe berkonsep victoria yang sering di datanginya. Ia berniat sarapan kemudian pergi ke suatu tempat. Alin mengenakan dress hitam dengan pita besar di belakangnya.

Baju berjenis cordore itu Alin kenakan membuatnya tampak sangat anggun. Lengkap dengan high heels Christian Dior. Kemana Alin sebenarnya? Selepas selesai sarapan dengan roti berisi selai cokelat dan americano. Ia melangkah ke area parkir B3 disanalah Alin memarkir mobil kuda jingkrak.

Alin menjalankan mobilnya ditoko bunga dengan deruman khas mobil ferarri. Hal itu sukses membuat semua mata memandang kagum sampai iler netes saking kerennya!. Ia membeli se-buket bunga Lili putih. Setelah selesai, ia kembali menjalankan mobilnya kesalah satu alamat. Kuburan Farra. Setidaknya... ia harus minta maaf secara langsung.

'Pemakaman Narsend' Alin menghela nafasnya berat sewaktu ia akan melangkahkan kakinya ke dalam pemakaman. Dirinya tiba-tiba pusing. Sekaligus takut... Alin tidak pernah ke kuburan seorang diri. Tapi, tidak ada yang bisa menemaninya saat ini bukan?.

Ia menelusuri lemari-lemari kaca yang didalamnya terdapat guci abu. Dia mencari nama Farra. Sandal hak yang berbunyi klatak klotok saat melangkah. Terdengar jelas seisi pemakaman. Mata Alin tertuju pada salah satu lemari. Di depannya bertuliskan 'Sdrri Farra Abigail' Alin tersenyum perih.

"Gue dateng Farra" senyuman itu dalam sekejap berubah menjadi tangis. Ditaruhnya bunga Lili yang ia bawa ditempat yang disediakan.

"Gue brengsek ya? Hiks" tangisan Alin semakin keras.

"Maaf... maafin gue Farra" pertahanan Alin runtuh. Ia terduduk di depan lemari itu. pemakaman tengah sepi dipagi hari. Alin sendirian meratapi dirinya yang sedang tidak baik-baik saja. Suara tangis memenuhi seluruh area pemakaman. Semesta... setidaknya satu orang jahat di bumi... sudah menyesali perbuatannya.

--

Mata sebesar telur. Makin sore, wajah Alin semakin membengkak karena tangis. Hatinya mati serasa ter-iris. Ia telah berubah menjadi Tarzan dengan baju tangtop dan celana pendek. Alin menidurkan dirinya dikasur. Seolah ingin membuang lelah.

Ding dong..... suara bel apartnya berbunyi. Alin tidak memiliki clue siapa yang datang. Jadi, ia melihat di monitor sensor yang menghubungkannya ke bel. Alin terkejut nyaris tak bisa berkutik sewaktu melihat yang datang adalah.... ibu Farra! Ada apa lagi ini? Dia tidak bersama polisi kan? {}

Gimana part ini? Oh ya.... bagi aku cerita Alin itu cerita yang 'Dalem' soalnya di Bab2 selanjutnya kalian akan disuguhi moral yang dalemmmm banget. Aku aja nulisnya sampe kena mental sumpah! wkwk seberat itu.... Enjoy ya. (Dari author yang suka siksa tokoh)

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang