Ini Ujungnya? (57)

20 7 2
                                    

Hallo~~~

Selamat datang~

--

Haruskah seperti ini akhirnya? Haruskah perpisahan adalah ujungnya? Mengapa dari sekian banyak cara meninggalkan......haruskah jalan ini yang ditempuh? Haruskah?. Apa Alin dan Algar terlalu mustahil untuk bersama?.

Malam yang sunyi. Hanya suara tandu rumah sakit yang diarak ke ruang oprasi. Alin bahkan tidak bisa berfikir jernih....ia terus melihat tubuh Algar yang telah bewarna merah seutuhnya. mata yang berhasil membuat Alin jatuh cinta berkali-kali.... tertutup rapat seolah tidak bisa terbuka lagi.

Mengapa mereka bertemu untuk berpisah? Seandainya Alin tidak ke Cafe pada siang itu....tidak akan ada kisah menyedihkan ini...

untuk pertama kalinya... Alin berharap tidak pernah bertemu Algar...untuk pertama kalinya...Alin berharap ia tidak pernah mencintai Algar.

Seandainya..... Alin menyadari seberapa bahaya dia untuk Algar... maka Algar tidak akan tergeletak seperti ini. Iya....peraturan no 7 di buku panduan. 'Orang disekitar mu bisa terjebak bahaya' mengapa ia mengingkari? Seharusnya.....Alin sadar Algar tidak ditakdirkan untuknya.

--

Terkadang..... kita bertemu bukan untuk bersatu...melainkan berpisah yang nanti akan menjadi bayangan semu. Ketahuilah.... tidak ada kata pisah jika tidak ada kata temu.

Mata Alin yang basah melihat tubuh Algar masuk ruang oprasi karena gumpalan darah dikepala. Ia langsung berbalik arah. Bukan untuk meninggalkan... hanya saja, Alin butuh kepastian apa yang terjadi sebenarnya.

Alin memasuki taksi kemudian mengatakan alamat lengkap Sarra sebagai tujuan. Saraa, Alin harap ia tau sesuatu...

"Pak....tolong lebih cepat pak" instruksinya yang hanya dibalas anggukan dan suara pedal gas oleh supir taksi.

Demi apapun....Alin takut, takut berpisah, takut bahwa Algar akan pergi darinya. Jika memang mustahil mereka bersama....tak apa, setidaknya jangan kematian yang dipilih sebagai jalannya.

"Sudah sampai non" cakap Pak supir menurunkan Alin di depan rumah mewah bergaya victoria. Rumah Sarra.

"Ini pak...." Alin menyodorkan lembaran seratus ribuan dengan terburu-buru.

"Kembaliannya"

"Ambil!" teriak Alin sambil membanting pintu taksi. Bukan bermaksud tak sopan, hanya saja pikirannya sedang kacau sekacau-kacaunya.

--

Alin menekan bel beruntun. Terus menerus berharap wajah Sarra akan segera terlihat. "Ck" decaknya kemudian terus menekan dan menekan.

Krekkkk..... pintu terbuka menampilkan wajah yang sedang ia cari.

"Sarrr..... lo tau sesuatu? Lo pasti tau sesuatu iya kan?"

"Hey....chill.... kenapa?" Sarra memandang Alin yang nampak lusuh dari atas sampai bawah. Beberapa bagian bajunya kena tetesan darah. Mennggalkan pertanyaan besar dihati Sarra.

"Algar......Algar.....Algar kecelakaan. Ini pasti ada hubungannya kan sama kutukan?" suara Alin terengah-engah, pikirannya kalut, matanya seketika menjadi bengkak dan memerah.

"Lin..... tenang gue ga bisa denger jelas"

Alin menenangkan diri sejenak kemudian melanjutkan ucapannya. "Algar....Algar kecelakaan Sarrr.....ini ada hubungannya kan sama kutukan" mendengar itu membuat Sarra menunduk. Seperi ada sesuatu yang ditimpakkan ke punggungnya,

"Sebenarnya..... kemarin Algar dateng kesini... dan dia bilang... kalo dia mau tukar nyawanya. Dia ga kuat kehilangan lo Lin" mata Sarra berkaca-kaca. Ia memapah Alin yang nyaris tak bisa berdiri untuk duduk di sofa ruang tamu.

Likes For Lives.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang