Semua pasti memiliki balas, jadi jangan menuai sesuatu yang membuat balas itu menyakitkan.
-100 Likes 100 Lives
--
Alin tidak bisa tidur semalaman, bagaimana bisa tidur? Hidupnya yang penuh hal mustahil sudah bikin puyeng, ditambah lagi sang anonim? Nambah beban idup aja dah. Ia menggigit ujung pulpennya bahkan rasanya terlalu malas buat mendengar sang guru menjelaskan. Kayak ga ada semangat idup dia. 'Semua pasti memiliki balas, jadi jangan menuai sesuatu yang membuat balas itu menyakitkan.' Batin Alin. Jujur saja dia tau semua itu, tapi entahlah. Dia tetap saja jahat. Kalian boleh memanggilnya orang tak beradab
"Lin... ke ruang Club, Algar manggil, kita dikasi dispensasi" Mina melihat ke arah Alin yang sedang melamun.
"Lin?" suara Mina terdengar lembut. Ia tau bahwa ada yang tak beres dengan Alin.
"Alin?" Mina mengebaskan tangannya di depan wajah Alin. Ni anak ngapa dah? Batin Mina terbengong-bengong.
"Amarilis Saffralin?" kini Mina menyebut lengkap. berharap Alin akan sadar dari khayalannya.
"Hah? Oh iya ke Club kan?" kata Alin melihat Mina dengan perasaan bersalah. Mina manggut kemudian berdiri.
"Tell me, are u okay?"
"Yeah gapapa. Oh ya btw Min, lo tau ga siapa yang nulis naskah teater?"
"Nah kurang tau Lin, soalnya katanya tuh cerita di taruh di box story jadinya nanti siapa yang ceritanya paling bagus itu dijadiin teater"
"Owalah..." kata Alin mangut-mangut paham.
--
Diruang Club yang serba hijau itu semua anggota telah datang, Mina dan Alin yang merasa dirinya telat, membungkuk pada seluruh anggota dan Algar mengintruksi mereka untuk duduk menggunakan bahasa tubuh.
"Konsepnya adalah Bully, kita bahas ornamen indoor dulu, kira-kira apa?"
"Ya set panggung lah Gar" Mina menatap Algar lembut.
"Iya gue tau. Tapi apa? ini si Selina si tukang bully. Nge-bullynya kayaknya di gudang deh? Ga ada di jelasin set tempat"
"Nggak. Di halaman belakang" timpal Alin menunduk.
"Kok lo bisa kepikiran kesana?" Mina penasaran akan intuisi Alin
"Ya karena dia sambil duduk. Yang artinya badannya ga sepenuhnya ketutup. Terus kalo gudang, emang masuk akal gudang punya akses ke kelasnya si Farra?" Alin menaikkan kepalanya. Menjelaskan bak detektif.
"Ya juga ya.." balas Fiola menipali
"Oke deh.. kira-kira dekor pas set ini apa ya?" kini Algar angkat suara.
"Yah... hmmm.. kursi. Kursi yang di tumpuk" jawab Alin lagi, semua mengagumi intuisi keren Alin. Padahal, itu bukan hanyalah intuisi. Dia adalah Selina, si antagonis.
"Oke, kalo gitu saatnya bagi tugas. Mina, sama gue pergi beli ornamen buat outdoor, Alin sama Fio pergi nyari speaker di gudang, Daren sama Hans urus lampu terus... Si Gina ga masuk lagi?" tanya Algar mengedarkan pandangan yang dijawab gelengan semua orang. Algar mendenggus kesal. Pasalnya si Gina terlalu sering bolos.
"Gar.. yang nyari dekor lo sama Alin aja, kayaknya Alin lebih bagus intuisinya. Imajinasi soal dekor" Mina memegang tangan Algar sedikit merajuk. Sumpah dari kemaren Mina caper banget ke Algar, pengen di kulitin hidup-hidup rasanya.
"Oke kalo gitu lo tuker tugas sama Alin gapapa Min?"
"Gapapa" jawab Mina senyum tulus ke arah Algar, demi alek cantiknya mina ga ada kurangnya. Ada si... kurang ajar!
KAMU SEDANG MEMBACA
Likes For Lives.
Genç Kurgublurb: {FOLLOW SEBELUM BACA!} Kalian tau apa itu hidup? Kalian tau kapan kalian mati? Kalian tau... hal apa yang membuat kalian mati? yah... tak ada yang tau kecuali Tuhan pastinya. Namun, Alin selebgram dengan kehidupan sempurna tiba-tiba terken...