CHAPTER XXXXVI

579 93 38
                                    

46

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

46

Jangan lupa beri vote kalian ya, chuuu ~











Kana bergelung di balik selimut. Luka di kakinya luar biasa ngilu setelah efek dari anestesi yang diberi Mark siang tadi perlahan menghilang, untungnya dokter muda itu masih sedikit memiliki hati karena memberi Kana obat-obatan lainnya yang bisa ia minum jika memang dibutuhkan. Hanya saja, Kana tidak tau apa saja fungsi dari setiap botol obat yang ia simpan di laci nakasnya— Mark tidak menjelaskan apapun padanya, ia hanya diminta meminumnya setiap pagi dan malam.

Saat ini langit di luar kamarnya sudah gelap. Kana tidak tau jam berapa sekarang, yang ia tau hanya perbedaan waktu antara Reykjavik dan Bangkok yang terpaut sekitar tujuh jam, perbedaan yang sungguh berbanding terbalik; malam hari disini dan siang hari disana. Yang bisa Kana lakukan hanya melamun, membayangkan bagaimana kondisi Mew, juga tentang apa yang tengah dilakukan oleh orang-orang lainnya disana.



Kana bersandar di ranjang, menunduk menatap beberapa botol obat yang ada di pangkuannya. Kana baru saja meminum obat untuk jadwal malamnya. Ia kembali menaruh botol-botol itu ke dalam nakas. Entah kenapa setelah Kana meminum obat-obatan itu dirinya merasa tidak sepanik sebelumnya, ia menjadi sedikit lebih tenang, bahkan terlalu tenang karena tubuhnya justru cenderung lemas seperti tidak memiliki tenaga.

Biarlah, toh untuk saat ini mau seperti apa efek yang akan ia rasakan dari obat-obatan itu Kana tidak terlalu peduli, ia hanya berharap saat Bright datang nanti pria itu tidak akan berbuat macam-macam padanya. Pasalnya Kana merasa terlalu lemah hanya untuk sekedar mendorong tubuh pria itu, apalagi untuk melawan.



Tak berselang lama setelah Kana menutup laci nakas di samping ranjang, pria yang baru saja melesat di dalam pikirannya itu tiba-tiba muncul di ambang pintu, membuat Kana dengan spontan membuang muka—Kana tidak ingin melihat Bright.

Laki-laki manis itu beringsut turun dari posisi sandarannya, memilih untuk merebahkan diri, mengabaikan Bright yang tengah melepas atasannya.

Sejujurnya Kana tidak tenang. Meski Bright tidak terlihat melakukan sesuatu yang mengancam dan hanya sibuk mengganti pakaian, tetap saja jantung Kana rasanya mulai berdetak tak karuan. Kana takut.

KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang