25. Maaf

38 4 0
                                        

Melati menaruh telepon pintarnya di atas meja. Dia menghela napasnya. Lalu melemparkan tubuhnya di atas kasur. Dia mengusap wajahnya gusar. Masih tak menyangka jika cowok itu benar-benar kembali.

Dia tak habis pikir, mengapa cowok itu masih saja mengganggu Celine. Namun, yang membuatnya semakin tak habis pikir adalah bagaimana cara cowok itu bisa mengetahui keberadaan Celine.

Kota—sekaligus kampus—tempatnya ini jaraknya cukup jauh jika ditempuh dari kotanya dulu. Butuh waktu sekitar 14 jam untuk sampai kemari—dan itu pulalah alasan Melati memilih untuk tinggal di indekos. Selain itu, dia merasa tidak mungkin ada anak dari sekolahnya yang mau bersekolah di kampusnya jika mengingat kampus itu bukanlah kampus favorit. Hanya kampus biasa dengan lulusan yang sepertinya juga biasa saja—karena setahunya tidak ada lulusan Universitas Januari yang dari kalangan artis atau menjadi motivator dan pebisnis terkenal.

Jadi, bagaimana Darren bisa mengetahui keberadaan Celine? Prasangkanya mengarah ke Lala. Memang, gadis itu sudah mengaku jika dia salah dan memilih untuk berada di pihak Celine. Namun, entah mengapa hatinya masih meragu. Dia tidak yakin Lala benar-benar serius. Satu lagi, Lala bersekolah di sekolah yang sama dengannya, dia juga tahu gosip tentang Celine yang menyebar dan dipelintir tak sesuai faktanya.

Melati mengepalkan tangannya. Dia menyesal percaya begitu saja pada gadis itu. Payah, seharusnya dia tidak mempercayainya semudah itu.

Dia menggaruk kepalanya. Sudah diputuskan, besok dia akan menemui Lala dan membuktikan apakah benar dialah yang menyebarkan lokasi Celine.

Namun, sebelum itu, dia harus menghubungi Lala terlebih dahulu. Memastikan apakah besok dia ada kelas. Setelah membaca jawaban Lala, dia tersenyum kecil. Itu berarti jadwalnya dan Lala sama. Dengan kata lain, dia bisa menginterogasi gadis itu habis-habisan setelah pulang.

La, besok lo
mau main ke
kosan gua, nggak?

Jawaban Lala membuat Melati tersentak. Namun, tak berapa lama kemudian, dia tersenyum miring. Tak menyangka jika berjalan mulus tanpa penolakan.

><

Melati membuka pintu kamarnya. Lalu, mempersilakan gadis berambut pendek menyerupai laki-laki itu masuk. Sebenarnya dia sedikit terkejut ketika melihat tampilan baru Lala. Ditambah alasannya memotong rambut. Semakin membuatnya terkejut hingga sedikit ragu jika memang dialah yang memberitahukan lokasi Celine.

Namun, di sisi lain, Melati tahu, dia tak boleh tertipu. Bisa saja ternyata Lala sengaja memotong rambutnya karena gerah dan alasan tadi hanya dibuat-buat.

Alasan di balik potongan rambutnya. Berubah. Membuang kesalahan yang lalu.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu ngajak aku ke kosanmu? Tumben banget, lho," komentar Lala membuat lamunan Melati buyar.

"Nggak papa, aku cuma pengen ngobrol aja sih," jawab Melati seraya menutup pintu kamar.

"Hari ini Celine nggak masuk. Dia kenapa? Sakitkah?" tanya Lala setelah Melati mempersilakannya duduk.

Mendengar pertanyaan Lala membuat Melati menggigit bibirnya. Tangannya terkepal. Darahnya seolah bergejolak, membuat degup jantungnya bertambah.

Untuk menenangkan diri, dia mencoba mengambil napas, lalu membuangnya.

"Iya, dia sakit."

Lala merasa bersalah setelah menanyakannya. Di sisi lain, dia juga merasa khawatir dengan sakitnya.

"Gimana kalau kita jenguk aja? Rumah Celine deket sini, kan?"

"Jangan!" seru Melati membuat Lala tersentak. "Celine lagi nggak mau diganggu saat sakit."

Lala mengerutkan kening.

"Kenapa bisa gi ...."

Lala menghentikan kata-katanya. Memilih menarik pertanyaannya. Memperhatikan Melati yang tiba-tiba duduk di depannya. Menatap tajam.

"La, kamu kan yang ngasih tahu dia?" tanyanya dengan nada tajam.

Lala mengerutkan kening. "Dia sia—"

"Jangan pura-pura nggak tahu!" seru Melati.

"Tapi, Me, sumpah, aku nggak—"

Melati menggebrak lantai yang di dudukinya hingga menimbulkan bunyi nyaring yang membuat Lala tersentak.

"Terus kalau lo nggak tahu, siapa yang ngasih tahu tentang Celine ke Darren?! Sedangkan, di sini cuma lo dan gue yang tahu tentang Celine. Tentang hidup Celine yang sekarang!"

Mata Lala membulat. Wajahnya memucat ketika Melati menyerukan kekesalannya.

Darren udah tahu ... tapi, gimana caranya? Hatinya bertanya.

Lala mencoba mengingat berbagai hal yang dia lakukan selama beberapa hari lalu ini—bahkan minggu. Apa yang terjadi? Dan lalu, mengapa Darren bisa mengetahui tempat Celine.

Dia ingat, hari itu, dia mengirim pesan kepada teman-temannya. Dan dia tak sengaja mengatakan jika Celine berada satu kampus dengannya.

Lalu ....

Lala memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.

Dia memberitahu jika Celine berada di kampus yang sama dengannya. Lalu, bagian terburuknya mereka tahu ... mereka tahu lokasi kampusnya. Mereka tahu dia berada di kampus mana.

Yang artinya ... dia ....

Lala menggigit bibirnya. Matanya panas. Dalam hati, dia merutuki kebodohannya. Tak terasa pipinya menghangat. Itu air. Bahkan saking merasa bersalahnya, air pun keluar dari matanya. Apakah itu berarti, dia mulai mengerti perasaan Celine?

"Maaf ... aku ... aku nggak sengaja ...."

Telinga Melati panas mendengar pernyataan Lala. Tangannya terkepal. Giginya saling menggertak. Dia sudah tak dapat membendung amarahnya lagi.

"Kenapa? Padahal gue udah percaya sama lo. Gue ... kecewa sama lo, La ...."

"Aku juga kecewa sama diriku sendiri."

Melati mendongakkan kepalanya.

"Gara-gara aku yang nggak sengaja nyeletuk, Darren jadi tahu di mana Celine. Aku benar-benar minta maaf, Me. Harusnya aku—"

"Maksud lo?"

"Maksudku ini." Lala mengeluarkan telepon pintar dari dalam tas. Mengutak-atiknya sebelum memberikannya pada Melati.

Layar telepon pintar itu menunjukkan deretan kotak pesan berwarna hijau dan putih. Melati menggeser layar itu perlahan sambil membaca satu-persatu kotak. Matanya membulat penuh amarah ketika membaca tiap pesan sarkastis itu. Tangannya terkepal kuat. Tubuhnya bergetar.

"Bangsat," desisnya membuat Lala bergidik ngeri. Setelah itu, dia memberikan ponsel itu kepada Lala. Menghela napas. "Kalau emang gitu kejadiannya, gue juga nggak bisa nyalahin lo sih."

"Tapi, apa yang harus kita lakuin sekarang?"

Melati mendongakkan kepala. "Mau nggak mau, kita harus bisa jagain Celine mulai sekarang."

05 Juli 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

05 Juli 2021

Maaf, telat publish, saya akhir-akhir ini sibuk 🙏

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang