Gadis yang tiba-tiba muncul membuat keduanya diam. Namun, yang paling terkejut jelaslah Gamaliel. Saat Veera menyebutkan namanya dengan nada yang sama ketika jasadnya masih bernyawa.
"Vee ... ra." Tubuhnya mendadak kaku, pandangan juga terpaku.
Gadis itu pun ikut memandang, tetapi tanpa kaku. Dirinya berjalan mendekat tanpa beban. Awalnya masih memandang sang mantan kekasih, kemudian beralih pada Celine. Walaupun memandang secara bergilir, tetapi pandangan itu memiliki arti yang sama, yang mana juga sama-sama tak dimengerti maksudnya oleh dua orang yang dipandang. Tak lama, dia melanjutkan perjalanan, mendekati sang pohon flamboyan yang kembali memerah bunganya. Jemari lentik memegang batang pohon dengan lembut, seperti menyapa teman lama. Selesai menyapa, dia berbalik dan kembali memandang dua insan yang hadir di wilayahnya, tersenyum lagi.
"Jadi, apa yang membuat kalian kembali kemari?" tanyanya.
Dua orang yang ditanyai saling pandang, sebelum akhirnya kembali fokus pada sosok di depan mereka.
"Aku pikir, seharusnya kamu udah tahu jawabannya, Veera," jawab Gamaliel yang sebenarnya sama sekali tak menjawab pertanyaan Veera.
Pertanyaan itu membuatnya tersenyum kecil. "Iya, kamu benar." Dia merapikan poni. "Kalau dari dugaanku, kalian ingin mengetahui tentang arti tempat ini, benar?"
Ekspresi yang ditampakkan oleh kedua orang itu membuat Veera ikut tersenyum. Tebakannya jelas benar. Lagi pula, jikalau dia masih hidup dan mendapatkan mimpi yang sama secara berulang, pasti akan mempertanyakannya bahkan mencari tahu, jika dirasa terlalu parah dan menghantui. Dan, keinginan untuk mencari tahu pun akan makin menjadi kala mendapati orang lain dengan nasib serupa dan diberikan mimpi yang sama.
Gadis itu kemudian menghela napas. "Baiklah, akan kujelaskan sedikit." Terdapat jeda sebelum akhirnya dia kembali melanjutkan. "Keberadaan mimpi kalian yang saling terhubung, bisa dibilang merupakan salah satu hal yang juga tak kuketahui." Senyuman kecut seolah menjawab amarah yang tampaknya akan ditunjukkan sesudah itu.
"Kalau enggak tahu, bagaimana kamu bisa ada di sini?" Gamaliel kembali mewakili sebagai penanya, mengingat Celine yang hanya terpaku dan tampaknya tak bisa memikirkan pertanyaan saat ini.
Pertanyaan itu langsung dibalas oleh gelengan kepala. "Aku sendiri juga enggak tahu mengapa bisa di sini." Dia kembali menghela napas. "Namun, mungkin saja, alasan keberadaan mimpi ini karena kalian memang sudah ditakdirkan." Mendadak, senyuman kembali terlibat, menghadap kedua insan yang kini juga tengah saling melempar pandang.
"Apa maksud dari ditakdir ... kan?" Akhirnya Celine pun turut bertanya, dia memang tampak tak mengerti dengan maksud ucapan Veera. Terlebih saat dia kembali menanggapi dengan senyuman yang semakin membuat bingung.
"Ditakdirkan, mungkin bisa diartikan sebagai pertemuan untuk saling menyembuhkan luka masing-masing." Veera menghela napas sembari memamerkan senyuman. "Aku enggak tahu luka yang kamu miliki Celine, tapi mungkin aja, Gamaliel bisa menjadi penyembuh luka itu. Itu juga berlaku sebaliknya."
Jawaban dari Veera yang terucap santai membuat kedua insan diam. Merasakan kehangatan mengalir dalam nadi. Memompa jantung menjadi lebih cepat.
"Sepertinya ..., sekarang sudah waktunya aku pergi."
Veera membalikkan badan, memandang ke arah langit berwarna merah jambu.
"Selamat tinggal ...."
Dia kembali memandang kepada Celine dan Gamaliel.
"Kalian jangan bersedih lagi, ya?"
><
Usai mimpi hari itu, semua kembali berjalan dengan normal. Veera menghilang, mimpi yang selalu datang tak hadir lagi. Semua normal. Kehidupan Celine yang mula-mula tampak buram pun telah terlihat jelas. Warna hitam dan abu-abu telah pudar dan mencipta warna baru, baru disadari tatkala menyadari betapa kasih dan cinta orang-orang di sekelilingnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/233703193-288-k335129.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lovely Princess
Fanfic[TAMAT] (16+) Bijaklah mencari bacaan agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan. Peringatan: Semua yang tertulis merupakan fiksi belaka. _________ Hampir tiap malam, mimpi itu selalu menghantui Celine. Bukan sekedar mimpi buruk, tetapi juga me...