22. Dugaan

37 5 0
                                    

Kedua insan itu masih terus saling menatap. Tenggelam dalam keheranan masing-masing. Saling mempertanyakan dalam pikiran. Mengapa mereka dipertemukan di tempat ini. Dan yang pasti, bagaimana bisa mereka bertemu di tempat ini. Dalam kesadaran masing-masing. Bukankah aneh jika ada dua orang berada dalam mimpi yang sama dan keadaannya pun sadar?

"Gimana lo bisa ada di sini?" tanya Gamaliel lirih. Sorot matanya masih menyipit.

"Celine ... tidak tahu," jawabnya seraya menundukkan kepala. "Dan sejujurnya, Celine ingin tahu, mengapa bisa di sini, sedangkan tadi Celine masih di ...." Celine menghentikan kata-katanya.

Tidak. Dia tidak boleh mengatakannya. Terlebih, Gamaliel adalah orang asing yang tidak berhak mengetahui tentang masa lalunya. Terlebih, dia juga tak tahu apakah cowok itu bisa dipercaya walaupun dia memang merasa akrab dengannya. Walaupun dalam konteks yang absurd.

Sementara itu, Gamaliel yang mendengar jawabannya hanya bisa menghela napas. Jadi, mereka berdua tidak tahu apa alasan berada di sini ya?

"Namun, Celine sempat melihat hujan bunga merah."

Gamaliel langsung menatap Celine dengan mata membulat sempurna. Itu ... itu dia! Jelas sekali pemicu Celine terbawa ke dalam mimpinya adalah bunga flamboyan itu.

Sebentar.

Celine terbawa ke sini karena melihat hujan bunga flamboyan?

Mata Gamaliel membulat. Jantungnya berdegup kencang. Badannya bergetar tak berhenti.

Nggak, nggak mungkin.

Dia masih tak bisa mempercayainya. Jika Celine datang ke mari karena hujan bunga flamboyan yang menghampiri mimpinya, apakah itu berarti ....

Tidak. Tidak mungkin.

Tapi, bisa saja bukan? Bisa saja dugaannya benar bukan?

Bisa saja jika sebenarnya Veera masih hidup bukan? Dan dia berada di mimpinya karena hujan bunga flamboyan. Sama seperti yang dialami Celine.

Jadi ... jadi Veera masih hidup bukan?

Senyuman merekah di wajahnya. Hatinya berbunga-bunga, rasanya ingin menangis setelah mengetahui kenyataan itu. Kenyataan jika kemungkinan besar Veera-nya masih hidup.

Dia, gadis yang teramat dicintai masih hidup.

Benar-benar masih hidup ....

><

Sedari tadi Celine masih betah melamun di kelas. Masih kepikiran dengan mimpinya semalam. Mimpi yang aneh, dia sudah biasa mengalaminya. Akan tetapi, yang kali ini ....

Sudah di luar batas, batinnya seraya menyipitkan matanya.

Terlebih, dia bisa menemui orang asing dalam mimpinya. Tidak, itu tidak layak disebut dengan mimpi. Lebih seperti pertemuan secara supranatural di alam bawah sadar. Lagipula, jika memang itu mimpi-berupa lucied dream misalnya, seharusnya dia bisa mengendalikannya, bukan?

Celine menghela napas, lalu memijat keningnya. Entah mengapa dia menjadi pusing sekali setelah memikirkan pengalaman supranaturalnya. Namun, di sisi lain, dia juga masih mempertanyakan apa alasan di balik pertemuan itu. Lalu, yang terpenting mengapa?

Mengapa harus dia dan Gamaliel? Apakah tidak ada orang lain selain dia?

Celine kembali menghela napasnya. Dia berpikir, sebaiknya berhenti memikirkan hal itu dan kembali fokus pada materi tentang budaya Jepang yang diterangkan dosen.

><

Gamaliel masih menatap layar laptopnya yang menyala terang. Dia tidak bisa fokus mengerjakan tugas, padahal 6 jam lagi kelasnya akan dimulai.

"Ck, kenapa gue masih kepikiran sih?" Gamaliel frustasi, apalagi tugasnya juga masih belum selesai.

Cowok itu mengucek rambutnya, lalu menyenderkan badannya pada kursi kayu itu. Menatap langit-langit, menghela napas.

Namun, sebenarnya, dia juga senang mengetahui jika ada kemungkinan bahwa Veera masih hidup. Walaupun sejujurnya, hatinya masih belum yakin sepenuhnya. Namun, jika memang benar, bukankah itu bagus? Karena itu berarti mereka bisa bersatu kembali.

Akan tetapi ... dia masih ragu. Sejujurnya.

Karena dia melihat Veera pergi dengan mata kepalanya sendiri. Dia masih ingat dengan wajah pucat gadis itu. Dia masih mengingat jelas luka pada gadis itu. Darahnya yang mengering, tetapi tetap membuatnya tak bisa menahan tangis. Terlebih ketika melihat Sekar, ibu Veera, menangisi kepergian anaknya. Membuat dadanya makin sesak. Rasa bersalah makin merasuki dirinya.

Bahkan, walaupun banyak yang bilang itu bukanlah kesalahannya. Namun, dia tetap tak akan bisa menampik jika itu adalah kesalahannya. Karena dia sudah mengetahui jika tragedi itu akan terjadi. Dan dia sama sekali tidak dapat mencegahnya dan hanya menganggapnya sebagai mimpi biasa.

Namun, sekarang dia tak perlu khawatir bukan? Karena ada kemungkinan jika gadisnya itu masih hidup. Itu berarti mereka bisa kembali bersama bukan? Dan Veera akan tinggal bersama Sekar. Menemani ibunya agar tak lagi kesepian. Benar bukan?

Bicara tentang Sekar, Gamaliel jadi penasaran, bagaimana kabar wanita itu. Terlebih, semenjak kematian Veera dia tak pernah lagi mengunjunginya—karena merasa bersalah yang tak pernah reda. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia hidup dengan baik?

Dia mendengkus. Mungkin setelah kuliah dia akan pergi menemui wanita itu. Sekadar menengoknya dan mungkin juga mengatakan kemungkinan jika Veera masih hidup. Mungkin itu akan membuat wanita itu bahagia.

Namun, tiba-tiba saja pemikiran Gamaliel buyar, ketika sebuah pertanyaan besar menghampirinya. Pertanyaan tentang siapakah gadis yang saat itu dilihatnya. Jika bukan Veera, lalu siapa? Mungkin bisa saja orang dengan fisik yang mirip dengan Veera. Namun, jika benar begitu, mengapa dia merasa tak asing? Mengapa dia merasa jika itu adalah Veera?

Gamaliel mengucek rambutnya lagi.

Sial.

13 Juni 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

13 Juni 2021

Yah ... makin pusing kepala saya, haha.

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang