10. Mimpi

73 7 1
                                    

Sampai sekarang Celine masih memikirkan gambar gadis tak bermuka tadi. Dia tak memikirkan siapa gadis itu-karena dia sudah tahu-melainkan, bagaimana cara Gamaliel bisa melukiskan fisiknya dengan sempurna, bahkan sampai gaya rambutnya pun sangat mirip dengan sosok Celine saat masih SMA. Tak terkecuali detail pada seragamnya-walau ada pengecualian untuk rantainya. Namun, anehnya Gamaliel mengosongkan wajahnya, bahkan hingga bertanya padanya dan Lisa-bahkan, mungkin satu kampus-saking penasarannya dengan si gadis tak berwajah yang digambarnya dan mungkin ditambah keyakinan bahwa mungkin salah orang di kampus ada yang mengenalinya.

Setelah itu, Celine memikirkan alasan Gamaliel mengosongkan bagian wajah. Apakah karena murni tak tahu seperti prasangkanya atau mungkin untuk menjebaknya agar membuka jati diri seperti prasangka Melati? Celine memijat keningnya. Pusing. Akan tetapi, jika memang alasan Melati benar, dari siapa Gamaliel mengetahui jati dirinya? Apakah mungkin dulu ada temannya yang satu sekolah dengan Celine lalu mengadu tentang kekotoran-nya? Entahlah, ia pun tak tahu dan juga tak ingin menuduh secepat itu.

Apalagi, jika memang Gamaliel telah mengetahui jati dirinya, lalu mengapa ia bersikap normal saat itu? Apakah karena saat itu ia belum tahu dan baru mengetahuinya saat mereka selesai menyanyikan lagu berjudul Cinta itu?

Celine memijat keningnya. Pusing kembali mendera. Namun, suara alarm membuyarkan segalanya dan membuat pandangan teralih pada layar ponsel. Jemari kecilnya langsung mematikan alarm, lalu mengambil obatnya yang ada di samping ponselnya, menelan dengan cepat dan langsung meminum air putih yang telah disiapkannya sejak tadi.

Selepas meminum obat, entah mengapa Celine merasa malas untuk melanjutkan pemikirannya. Lagipula, saat ini yang terpenting baginya adalah melindungi jati dirinya. Jangan sampai bocor di publik kampus. Terlebih, jika sampai dibocorkan oleh kakak tingkat yang membuatnya merasa familiar.

Tapi, jika dipikir-pikir lagi, bukankah Celine seharusnya lebih mengkhawatirkan tentang Lala yang sudah tahu dari awal? pikir Celine sembari mengingat-ingat lagi cerita Melati tentang Lala beserta pesannya.

Celine menghela napas. Memijat keningnya lagi. Dia tak habis pikir, kenapa masa mahasiswa barunya harus dipenuhi kebetulan-kebetulan yang memusingkan. Apakah ini cara Tuhan untuk menguji ketangguhannya dalam memenuhi janji untuk kembali hidup normal? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Lagipula, apa pun jawabannya, ia harus tetap bisa bertahan. Demi kesembuhannya, walau di sisi lain juga mungkin dapat membuat kewarasannya goyah-jika saja dia tak sekampus dengan Melati.

Suara alarm kembali berbunyi. Membuat lamunannya kembali buyar. Jemarinya mematikan alarm jam tidurnya. Setelah itu, ia segera bangkit dari tempat duduk dan berpindah ke kasur. Merebahkan diri, melupakan segala pemikirannya, lalu menutup mata dan tidur.

><

Celine membuka mata, semuanya hitam. Suram. Bahkan, tangannya tak bisa digerakkan sama sekali, seperti terikat oleh sesuatu. Menyadari hal itu, membuatnya membulatkan mata, kemudian segera melihat apa yang terjadi dengan tangan, kaki, dan juga tubuhnya. Rantai. Kini dia terikat rantai. Tanpa perlu diberitahu pun, dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tidak, jangan lagi, tolong, kumohon, kumohon ..., batinnya penuh harap, namun pupus ketika mendengar langkah yang makin mendekat.

Yang lalu perlahan menampakkan lagi tatapan mata penuh obsesi itu. Tatapan yang tak ingin ia lihat di sepanjang malamnya. Tatapan itu ... tatapan obsesi yang menghancurkan hidupnya. Dia tak membencinya, hanya saja ... dia takut. Sangat takut hingga tak bisa bergerak. Bahkan, bernapas pun menjadi sulit.

"Celine ... kau milikku, dan selamanya akan jadi milikku," desisnya menatap penuh emosi.

Mendengarnya, Celine langsung mengalihkan pandang, menghindari tatapannya yang membuat ngeri.

"Kenapa kau menghindariku?" tanyanya tegas, membuat tubuh Celine kembali bergetar. "Kenapa kau diam? Kenapa kau takut? Lagipula, aku tak akan menyakitimu, Celine ... tak akan-"

Pyash!

Suara gelembung pecah membuat bayangan itu tiba-tiba saja menghilang dari hadapannya.

A-apa yang terjadi? batin Celine keheranan.

Ia melihat sekeliling. Damai. Cerah. Membuatnya mengernyit heran, walau di sisi lain dia juga merasa tenang. Ia melangkah, melihat-lihat sekitar. Namun, kemudian berhenti ketika melihat sebatang pohon di depannya. Bukan pohon besar, tetapi entah mengapa begitu menarik perhatiannya. Apakah karena daun kemerahannya yang mempesona?

Begitu mendekat, Celine sadar jika yang dimaksudnya daun tadi bukanlah daun, melainkan bunga-bunga yang tumbuh indah di dahan pohon. Saat melihat, sekuntum bunga jatuh tepat di depannya, membuatnya refleks membuka tangan, menangkap kuntumnya dalam telapak tangan.

Merah, batinnya menatap bunga merah cerah itu dengan mata berbinar.

Namun, ia berhenti menatap bunga itu ketika merasakan kehadiran orang lain. Perlahan, ia mendongakkan kepala pelan-memastikan. Dugaannya benar.

"Kamu ... siapa?"

><

Celine membuka matanya perlahan. Mengerjap-kerjap sebentar, lalu bangun dari tempat tidurnya. Di posisi duduk, dalam keadaan yang baru tersadar, napasnya terus tak menentu.

Bingung. Linglung. Itu yang kini dirasakannya. Akan tetapi, yang terpenting, siapa? Dan apa maksud dari mimpi absurdnya kali ini?

 Akan tetapi, yang terpenting, siapa? Dan apa maksud dari mimpi absurdnya kali ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gamaliel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gamaliel

____________________

7 Maret 2021

Yagitu.

Ngomong-ngomong, minggu depan saya nggak janji akan update bab berikutnya. Soalnya bertepatan sama ujian. Namun, walau begitu doakan saja semoga bisa update (。◕‿◕。)

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang