Prologue - Review

10.4K 293 15
                                    

DISCLAIMER :

“Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua karakter dan alur cerita bertujuan untuk menghibur. Tidak untuk diyakini di dalam kehidupan nyata. Karakter orisinil sepenuhnya hasil imajinasi penulis.

•••

Kematian satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki, mencipta lubang hitam di relung Auristela Libitna, seorang detektif muda yang kini bertekad mencari pelaku penembakkan sang ayah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kematian satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki, mencipta lubang hitam di relung Auristela Libitna, seorang detektif muda yang kini bertekad mencari pelaku penembakkan sang ayah.

Auristela mendatangi kantor polisi tempat dimana ayahnya bekerja guna menemukan identitas komplotan mafia yang sudah ditemukan oleh polisi. Alih-alih mendapat dukungan, Auristela justru mendapat berbagai penolakan hingga tantangan dari Komisaris polisi yang memintanya untuk menemukan sendiri anggota mafia yang terlibat.

Berbekal nekat dan keberanian, Auristela menyerahkan dirinya ke komplotan mafia, berlakon layaknya gadis 'nakal' untuk menemukan pelaku penembakkan sang ayah di antara pria Fortisdevil. Membuatnya bertemu dengan Jeonathan Alta; pria yang memegang kendali penuh atas dirinya. Jo bersikap layaknya peri penolong dan iblis di waktu yang bersamaan, menariknya lebih jauh ke dalam lubang berisi hal-hal tak terduga, membawanya pada malapetaka dan nestapa.

•••••••

Auristela's POV.

Rasanya nyeri. Kedua tanganku terikat ke belakang. Pun perutku ikut diikat dengan sebuah tali yang merekat di kursi. Tiga kancing kemeja teratasku terlepas. Rambutku acak-acakan. Aku berusaha memberontak untuk lepas dari tali yang mengikatku. Meski percuma, semakin aku melakukan hal itu, mereka semakin tertawa.

Vincent Terrance, salah satu anggota dari komplotan mafia yang membuatku seperti ini. Tanpa belas kasih, pria berwajah datar itu membawaku ke dalam ruangan dengan pencahayaan minim.

Hawanya panas. Tidak ada ventilasi untuk keluar masuknya udara di sini. Pun aku kesulitan melihat wajah mereka. Kecuali disaat mereka mendekat dan berhenti di bawah sorotan lampu yang menggantung di atas kepalaku.

Si Vincent itu maju beberapa langkah. Berhenti tepat di hadapanku dengan seringainya. Satu tangannya yang menggenggam pisau kecil, mengarahkannya ke area pipiku, perlahan turun menuju leher hingga ke area dua material kenyal milikku.

Disaat itu terjadi, aku refleks meludah ke arahnya. Tepat sasaran. Itu berhasil mengenai wajah tampan bajingannya itu. Aku membalas menyeringai. Yah, aku hanya bisa melawannya dengan itu dan membuat Vincent berhenti dengan kegiatannya.

Achiles Jay dan Yoo Swan, keduanya pun anggota komplotan mafia yang sedang dalam pencarian polisi. Mereka tertawa mendapati kejadian barusan.

“Sialan!” umpat Vincent lirih. Tangannya menyeka air liurku yang sempat tercetak di area pipinya. Dia menyeringai lagi, “Dia nakal sekali!”

Vincent ingin melakukan hal lain padaku kalau saja pintu ruangan itu tidak terbuka. Samar-samar dengan sedikit cahaya, aku mendapati eksistensi lain memasuki ruangan. Pria itu—bagian dari mereka juga. Tetapi....

“Hei! Apa yang kalian lakukan disini, huh?” tanyanya. Perlahan, dia mendekati keberadaan kami.

Aku mendapatinya dengan setelan kemeja berwarna hitam—pakaian mereka sehari-hari. Entahlah atau mungkin mereka tidak punya pakaian lagi.

“Hei, Jo, lihat! Singamu nakal sekali! Aku diludahi, astaga!” adu Vincent pada pria itu.

Yah, mereka memanggilnya Jo. Namanya Jeonathan Alta. Kedatangannya kali ini agaknya cukup menolongku dari si bajingan Vincent dan kedua temannya ini.

“Sudah kubilang. Gadis ini adalah kuasaku. Aku membelinya mahal dari James. Apa yang kalian lakukan?” tanya Jo.

Sebelumnya, aku mendapati Vincent melirik ke arahku lebih dulu dengan seringainya. Tapi yang pasti, aku tidak takut sama sekali.

“Singamu ingin melukaiku. Aku minta dibuatkan teh hangat. Dia memberiku air panas.”

Aku hanya tersenyum di sebelah sudut bibirku. Apa yang Vincent katakan benar. Aku melakukan itu. Tetapi, siapa peduli? Aku bahkan tidak memperdulikan kalau bibir tipisnya akan menebal karena melepuh.

“Ah, begitu? Yasudah, serahkan padaku!” Kemudian Jo mendekatiku dan membukakan tali yang mengikat area perut dan tanganku. Dia juga menyempatkan untuk merapikan helain rambutku yang berantakan.

“Sana urus singa kecil itu!” titah Vincent. Membuat Jo membawaku keluar dari ruangan untuk menuju kamarnya.

Yah, selama beberapa minggu tinggal bersama mereka. Baru kali ini aku mendapatkan perlakuan tadi. Tanganku sampai memerah karena diikat sangat kencang. Pun kepalaku sedikit pusing sebab rematan tangan Vincent di rambutku.

Tapi, setidaknya Jo datang untuk menyelamatkanku dari mereka, atau tidak sama sekali. Karena agaknya, Jo yang akan melanjutkan hukuman tadi.

“Ayo, pilih hukumanmu! Aku akan memberitahumu bagaimana menjadi gadis yang baik.”

Dahlah, semoga ni cerita nyambung dan jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dahlah, semoga ni cerita nyambung dan jelas.

Sebelum lanjut, aku pingin kasih tau. Kalau cerita ini:

Mengandung unsur dewasa yang tidak diperuntukkan pembaca dibawah umur. Terdapat kata-kata kasar dan adegan kekerasan. Mungkin bakalan lebih kejam dari sekedar baku hantam.

So, yang kurang suka, boleh di skip ya.

See you!<3

Guess Who?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang