40. Beautiful In Black

1.5K 130 61
                                    

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan tatkala dua pribadi saling menyimpan rindu, selain bersua dan menumpahkan segalanya ke dalam rengkuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan tatkala dua pribadi saling menyimpan rindu, selain bersua dan menumpahkan segalanya ke dalam rengkuhan. Bitna sudah berusaha membuat benteng setinggi mungkin, berpegang teguh pada ego, mencoba menjadi manusia acuh beberapa minggu belakangan, tetapi nyatanya hati kecilnya tetap menginginkan sosok Jo.

Pun Jeonathan Alta melunak, menjelma menjadi pria pada umumnya, meski dinding kokoh yang dia bangun sejak lama faktanya sudah runtuh lebih dulu tatkala dirinya dipertemukan sosok Bitna. Jo akui, Bitna lebih banyak mengubah dirinya. Gadis itu mengubah banyak hal yang membuat Jo sadar, seburuk apapun—manusia tetap membutuhkan cinta.

Selepas kejadian pemberian kotak musik yang berhasil membuat keadaan keduanya membaik, kedua pribadi itu belum juga menjauh barang sedetikpun. Jo membiarkan kemeja hitamnya sedikit basah akibat Bitna yang terus-terusan menangis di dalam rengkuhannya. Hingga membuatnya membawa tubuh gadis itu untuk berbaring tatkala Bitna mulai melemas karena menangis.

Bitna masih betah berada di dalam rengkuhan Jo. Sementara, tangan Jo tidak henti-hentinya memberikan usapan naik-turun di punggung Bitna. Hal sesederhana itu, berhasil mencipta afeksi yang luar biasa.

Beberapa minggu saling berjauhan memang memberikan nestapa, mencipta rasa rindu yang bergumul di dalam benak. Tidak banyak yang keduanya inginkan selain merasakan diri menjadi lebih baik daripada kemarin. Berharap tidak ada apapun lagi yang bisa membuat mereka berjauhan, sebab keduanya sama-sama saling membutuhkan.

Perlahan Bitna mengangkat kepalanya, menatap Jo yang tengah terpejam hingga ikut membuka mata tatkala mengetahui dirinya tengah diperhatikan. Keduanya hanya saling menatap tanpa mengatakan apapun, hingga kembali membuat Bitna menenggelamkan wajahnya di area dada Jo. Untuk hari ini, Bitna ingin tetap seperti ini dulu, dia ingin bersama Jo meski tidak melakukan apapun.

Tangan Jo bergerak, menyapu helain rambut Bitna. Ibu jarinya memberikan usapan lembut di kening gadis itu, “Apa yang kau rasakan saat ini?”

Bitna menggeleng lebih dulu—masih enggan mengangkat wajahnya, terlalu enggan untuk melewatkan aroma tubuh Jo yang seperti relaksasi. “Hanya sedikit pusing,” ucapnya. Setelah itu, Bitna mengangkat wajahnya, menatap ke arah Jo yang nyatanya masih menatap. Dia bersuara lagi, “Malam ini kau akan pergi, Jo?”

“Seharusnya iya,” jawab Jo setelah kepalanya sudah lebih dulu mengangguk. Kedua tanganya justru semakin merengkuh erat tubuh Bitna, “Tapi aku tidak akan kemana-mana. Aku akan menemanimu di sini.”

Bitna tersenyum tipis di kedua sudut bibirnya, membiarkan Jo semakin membawanya ke dalam rengkuhan, pelupuk matanya memejam. Dia tidak ingin mengelak tentang hal apapun, atau justru menolak keinginan Jo yang memilih menetap di rumah untuk menemaninya. Untuk saat ini tidak akan, karena dirinya benar-benar merindukan sosok Jo.

Cukup lama keadaan menjadi hening sebab keduanya hanya saling merengkuh. Hingga deheman halus Bitna terdengar, “Jo, aku hamil.” Ucapannya berhenti cukup lama, suaranya terdengar ragu di awal, pun Bitna enggan menatap wajah Jo. “Bagaimana?”

Guess Who?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang