🌹4; Masa Kecil Mereka

4.7K 656 19
                                    

🌹🌹🌹

Waktu kecil, Kama dan Briona adalah dua anak yang tak terpisahkan. Kama menjadi teman pertama Briona setelah kepergiannya dari panti asuhan dan pindah ke dalam rumah besar milik Melody.

Kama ingat sekali, bagaimana saat itu, di umurnya yang masih delapan tahun dia bisa-bisanya terpesona kepada mata cantik yang menatapnya datar itu.

Awal-awal datang, Briona sulit sekali diajak bicara selain dengan Mamanya. Tatapannya selalu datar terkesan galak begitu Kama mendekat. Dan Kama yang segala perhatiannya tidak pernah disambut baik, mulai bertingkah. Dia akan mendekati Briona meskipun gadis kecil itu tidak suka. Menyembunyikan sepatu kesayangannya, atau bahkan mematahkan sekuntum mawar peliharaan Briona yang sudah berkuncup dan sebentar lagi akan mekar.

Dan di situ, untuk pertama kalinya Briona menangis pilu. Meraung-raung layaknya anak pada umumnya ketika menemukan mawar putih yang selalu dia rawat dengan sepenuh hati tergolek tak berdaya dengan tangkai yang patah di atas meja belajarnya.

Satu rumah panik saat itu. Mengetahui bahwa Briona yang biasanya tenang dan terkendali meskipun usianya masih lima tahun, mendadak menangis keras-keras sambil memaki-maki Kama.

“Dia bunuh mawar aku! Dia bunuh mawar aku!” pekiknya sambil menunjuk ke arah Kama yang saat itu tercengang.

Pikir Kama, karena Briona selalu tampak biasa saat dia mengusilinya, kali ini pasti akan sama. Namun nyatanya tidak. Dia tidak menyangka emosi Briona bisa tersentil hanya karena sekuntum bunga.

“Bri, Sayang ... Nanti Mama ganti ya, bunganya? Udah, Nak, jangan nangis lagi.” Melody yang tak kalah paniknya  membawa Briona kecil yang masih meraung ke dalam gendongan. Menenangkannya dengan menepuk-nepuk punggungnya pelan. “Mau berapa bunganya? Nanti Mama telepon Papa biar bawain pulang.”

Namun membujuk Briona tidaklah semudah itu. Dia masih saja menangis dengan sangat kerasnya sambil menunjuk-nunjuk Kama yang berada di kaki sang Mama. “Aku udah lama peliharanya, dia juga baru mekar, tapi dia bunuh!” katanya sambil sesegukan.

“Hust, jangan bilang bunuh-bunuh, Sayang.” Melody kembali menegur. Dia melirik sang putra sang sama tadi tampak tidak bergerak dari tempatnya. “Kama, benar kamu yang rusak bunga punya Bri?”

Bocah laki-laki berumur delapan tahun itu mengangguk takut-takut menatap sang Mama yang masih sibuk menenangkan Briona.

“Kenapa kamu nakal begitu? Kamu nggak tau itu bunga kesayangan adik kamu?”

Kama langsung mengernyit tidak suka saat mendengar kata adik. “Dia bukan adik aku.”

“Kama!” Melody berteriak murka. Dia pusing sekali sepagian ini sudah mendengar tangisan dan kekeras kepalaan dari sang putra.

“Kalau dia adik aku, kenapa dia nggak mau aku ajak main? Setiap aku deketin pasti pergi. Adik nggak kayak gitu, Ma!” Kama yang sama marahnya segera pergi dari sana. Dia merasa sebal sekali. Setelah kedatangan gadis kurus bermata besar itu, sang Mama tidak pernah sekalipun membelanya.

Kama keluar dari rumah, menuju halaman belakang rumahnya yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga milik sang Mama. Ada anggrek, lili, dan mawar yang paling dominan. Saat sampai sana dan melihat banyaknya mawar putih yang bergerumul, Kama cemberut. “Kenapa dia harus nangis, padahal masih bisa metik lagi di sini?”

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang