🌹🌹🌹
“Papa sudah bilang kan, Ma?” Bisikan lelah itu keluar dari bibir Rajendra. Dia mendekat ke arah sang istri yang masih belum berhenti menangis. Lengannya merangkul pundak Melody erat, mengelusnya demi menenangkan. “Mereka sudah sama-sama dewasa, kita nggak bisa memaksakan kalau memang pernikahan ini membuat anak-anak menderita.”
“Tapi Bri—” Melody menarik napas. “Kama, astaga anak itu ....” Dia kembali sesegukan. Menangkup kedua tangan untuk menutupi wajahnya yang memerah dan basah.
“Itu sudah tujuh tahun.” Rajendra mengingatkan. “Seharusnya kita dari awal nggak ikut campur. Mereka memilih merahasiakannya, dan kita sudah seharusnya percaya.”
“Kita nggak tahu bagaimana Bri menjalani hidupnya selama ini, Pa!” Melody memekik. Dia menjambak rambutnya sendiri meluapkan frustrasi. “Seandainya Mama tau lebih cepat ....”
Rajendra menghembuskan napas kasar, dia pusing sekali. Lelah setelah tiga hari bepergian ke luar kota, pulang-pulang justru disambut talak cerai oleh putrinya. Matanya kemudian menemukan satu foto yang jatuh ke lantai, Briona melupakannya karena terburu-buru sepertinya. Dia meraih foto tersebut, matanya menatap geram. “Aleta ini ... Bukannya kerja sama Kama?”
Melody mendekatkan wajah, ikut menatap foto yang berada di tangan suaminya. “Masih nggak punya muka rupanya anak itu. Semua orang kantor jelas sudah tahu pernikahan Kama dan Briona, bagaimana bisa dia masih mau melanjutkan hubungan dengan suami orang,” katanya kehabisan kata. Dia tidak tahu lagi ingin melakukan apa menghadapi perlakuan putra semata wayangnya.
Rahang Rajendra tampak mengeras. Dengan geram pula, dihancurkannya foto itu melalui kepalan tangan. “Papa akan mencabut semua saham yang Papa berikan untuk Kama.”
Melody mengangguk lemah. Meskipun Kama putra kandungnya, yang lahir dari rahimnya, namun tetap saja, tidak ada toleransi untuk perselingkuhan. Terlebih, di keluarga besar mereka, perceraian adalah hal yang tabu, dan sangat memalukan. Melody tahu jelas bagaimana hubungan Briona dengan Elang Ganendra, putra pertama dari Wisesa itu menjaga Briona sejak putrinya remaja.
“Seandainya kita tahu lebih awal, Pa.” Melody menyesal. “Kama perlu mempertanggungjawabkan perbuatannya.”
“Kita belum terlambat.”
🌹🌹🌹
Kama menyetir dengan linglung, tidak ada tujuan selain kembali ke kantor. Duduk di kursi kerjanya dengan menatap jauh ke arah luar jendela, perasaannya tidak keruan.
Dia tahu sekali, Mama dan Papa pasti sedang menyiapkan hukuman. Entah apa itu, namun dari dulu selalu terjadi. Setiap Kama tidak sengaja membuat salah, selalu ada saja hukuman yang menunggu. Terlebih jika itu melukai Briona, Mama dan Papanya seolah sedang menjaga seorang putri raja yang tidak boleh terluka sedikit saja.
Kama dibuat pusing. Padahal sejak awal pernikahan mereka, menunggu Briona menggugat cerai adalah hal yang diimpikannya. Namun ketika hal itu terjadi, entah kenapa, ada yang berbeda. Alasan Briona menggugatnya dengan melaporkan hubungannya dengan Aleta tidak bisa Kama terima.
Memang, dia bukan lelaki yang bersih, yang tidak pernah melakukan kesalahan fatal layaknya anak laki-laki idaman, namun, memikirkan bahwa hanya dirinya sendiri yang tersudutkan mengenai perceraian impiannya ini sedangkan Briona dan Elangpun berbuat hal yang sama, terasa menyakitkan sekali.
Terlebih, ada Aleta yang perempuan itu bawa-bawa. Aleta yang memilih bertahan hanya karena Kama tidak membiarkannya pergi, Aleta yang selalu sabar menunggunya.
Dan ketika gadis itu muncul dengan raut murung, Kama sudah menduga apa yang terjadi. Hukuman yang ditentukan kedua orang tuanya tidak berdampak hanya pada dirinya saja.
“Aku dipecat.”
Kama memejemakan mata ketika kalimat itu keluar dari bibir Aleta.
“Mas Kama bilang, Mbak Briona nggak apa-apa. Mas Kama bilang, Mbak Briona nggak keberatan sama hubungan kita karena kalian nggak saling cinta,” katanya dengan napas tercekat. Selaput tipis sudah menghiasi netra matanya yang jernih. “Lalu kenapa dia mengadukannya ke orang tua Mas Kama?”
Mendesah keras, Kama memutar kursinya. Kembali menatap luar jendela yang menampilkan gedung-gedung tinggi, serta hiruk pikuk kesibukan jalan raya di bawah sana. “Dia mendengar percakapan kita.”
Terdiam, kening Aleta mengernyit dalam. “Percakapan apa?”
“Kemarin. Saat aku bilang akan mengumpulkan bukti kedekatannya dengan Elang, dia malah melangkah lebih dulu.”
Aleta kemudian tertawa sinis setelah itu. “Kenapa Mas Kama nggak mengadukannya juga? Seenggaknya, akan ada toleransi dari kedua orang tua Mas Kama, kan?”
Namun sayangnya, tidak. “Orang tuaku selalu mempercayai semua kalimat Briona. Sejak dulu. Kamu pikir aku nggak melakukannya? Aku juga muak terlihat bersalah sendirian di sini.”
“Lalu sekarang bagaimana?!” Suara Aleta berubah menjadi teriakan frustrasi. “Aku anak yatim yang menghidupi kedua adikku, juga Ibu yang sakit-sakitan. Kalau dari pekerjaan ini aku dipecat, aku harus ke mana?” Aleta menangis. Dia mempunyai fisik lemah. Jika dulu bukan karena Kama, tidak mungkin dia bisa menjabat dan bekerja di perusahaan seelit ini. Lalu seandainya dirinya memang benar-benar dipecat, dia tidak yakin akan ada perusahaan lain yang mau merekrutnya karena tidak mempunyai keahlian apa-apa.
Perdebatan itu terpaksa berhenti ketika telepon kantor di atas meja Kama bergetar. Segera dia mengangkatnya.
“Kama?” Suara Rajendra terdengar datar dan dingin di seberang sana.
Kama mengatur napas sambil memejamkan mata. “Ya, Pak?” Papanya menelepon melalui telepon kantor, itu sebabnya Kama juga harus memanggil dengan profesional.
“Saya Rajendra Nareswara, selaku pemegang jabatan tertinggi, menarik kembali jabatan serta saham yang sebelumnya sempat jatuh ke tangan kamu.”
Lalu sambungan terputus. Kama menahan napas dengan putus asa. Aleta yang memperhatikan bagaimana ekspresi kekaksihnya serta mendengar apa yang diucapkan Rajendra kembali tersenyum miris.
“Aku nggak ngerti lagi,” Aleta menggeleng tidak percaya. “Kenapa orangtua Mas justru lebih membela anak yang mereka pungut, dibanding putra semata wayangnya sendiri.”
Kama tidak menjawab. Dia hanya merasa ... Dirinya sedang berada di ambang kehancuran.
🌹🌹🌹
Spam komen dong buat yang kangen 😚😚😚
Vidia,
22 September 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] 🌹🌹🌹 *** Briona Anindyaswari sangat menyukai bunga. Mawar dan sejenisnya, dan yang berwarna putih yang lebih spesifiknya. Dalam nuraninya yang paling naif, dia kira pernikahannya bersama Kama Nareswara akan seperti mawar, ber...