🌹39; Kama

6.6K 658 39
                                    

🌹🌹🌹

Penyesalan itu datang dengan nyata. Membuktikan bahwa karma yang selama ini selalu manusia gadang-gadangkan memang benar-benar ada. Layaknya pepatah yang berbicara, apa yang kamu tanam di masa lalu, akan menunjukkan siapa dirimu di masa depan. Jika kamu menanam cabai, maka kamu akan merasakan pedasnya. Dan itulah yang dirasakan Kama.

Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding kesendirian yang menerpa. Tidak ada tujuan hidup, tidak ada pula niat untuk bangkit demi memperbaiki diri. Semua Kama biarkan begitu saja. Dia hanya tinggal menjalaninya bersama terpaan penyesalan yang datang tiada henti.

Kehilangan pekerjaan, kehilangan kepercayaan orang tua yang sangat Kama sayangi, kehilangan gairah hidup, kehilangan semuana, ini bahkan tidak ada apa-apanya dibanding kesakitan yang sudah tujuh tahun Briona rasakan.

“Jadi ... Masalahnya masih Briona, ya?” Aryaka. Satu-satunya teman yang Kama miliki sejak kulian menyesap sampanye nya dan melirik ke arah Kama yang sudah menghabiskan berbotol-botol lebih dahulu.

“Kami pernah hampir punya bayi. Tujuh tahun lalu. Tapi karena ketololan gue, dia milih buat menggugurkannya.” Lagi, Kama menuang segelas alkohol penuh, dan meneguknya.

Aryaka mengangguk. Kama kini sedang berada di kediamannya. Di sebuah rumah besar yang Aryaka beli atas jerih payahnya sendiri. Berada di pusat kota Sydney, Australia. Kama jauh-jauh datang ke mari hanya untuk mengadukan masalahnya kepada Aryaka yang jarang sekali memberikan solusi apa-apa.

Mereka beteman saat keduanya berada di universitas yang sama. Saat itu Aryaka tidak semapan sekarang. Hanya anak laki-laki yatim piatu yang tinggal di dalam kos-kosan petak di pinggiran kampus. Namun meskipun saat itu dia masih tidak punya apa-apa, hanya Kama yang sudi menjadi temannya.

Sampai akhirnya sekarang, di saat dia sudah kaya dan bisa mendapatkan apapun yang dirinya mau, hanya Kama yang akan dia bukakan pintu. Orang-orang yang dulu membuangnya, yang sekarang justru merangkak mengaku saudara, tidak akan Aryaka perlakukan sama seperti Kama.

Yang mana lihat saja, Aryaka biarkan Kama berlaku layaknya tuan rumah di dalam kediamannya.

“Terus mau gimana? Bukannya yang selama ini ngebet pengen cerai itu lo, ya?” sindir Aryaka.

Kama menghembuskan napas kasar. Dia merogoh saku baju dan menyalakan rokok. Lihat, kan? Padahal Aryaka tidak terlalu suka dengan asap rokok apa lagi baunya. Namun tetap saja, dia biarkan Kama berlaku seenaknya.

“Itu karena gue tau dia masih pacaran sama Elang. Gue nggak mau dia terpaksa menikah sama gue cuma karena permintaan Mama.”

“Bilang aja karena lo masih sama Aleta.” Mereka memang tinggal berjauhan. Namun sesekali, Kama akan membagi ceritanya layaknya dulu. Tidak ada yang berubah di antara mereka selain jarak.

“Itu memang termasuk. Gue sama Ale udah mau jalan tiga tahun. Sedangkan sama Bri, tujuh tahun kita nggak sapaan. Sibuk pasang benteng setiap ketemu, terus tiba-tiba dipaksa menikah sedangkan setelah dia nerima permintaan Mama, malemnya gue langsung lihat dia sama Elang.”

“Dia emang susah banget ngebantah permintaan orang tua kalian, ya?” tanya Aryaka setengah bergumam.

Kama mengangguk. Menghembuskan asap rokoknya dengan kasar. “Briona memang sepenurut itu. Makanya gue setengah mati pengin bercerai, karena takut pernikahan ini jadi beban buat dia.”

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang