🌹21; Rencana
🌹🌹🌹
Hidup memang sudah seharusnya seperti ini. Karena hal-hal yang tercipta di dalamnya hanya sebuah euforia. Bahagia, sedih, tertawa dan menangis bisa kita sendiri yang menciptakannya. Tidak perlu bersusah payah terpuruk dalam kesedihan, juga jangan terlalu berlebihan di saat bahagia.
Briona berada di tengah-tengahnya. Tidak pernah merasa bahagia, tapi tetap menjalani hidupnya seperti biasa. Dari kecil, dia tidak tahu siapa yang melahirkannya, tidak pernah diberi kesempatan untuk melihat bagaimana rupa kedua orang tua yang telah menghadirkannya ke dunia. Dia sedih, namun tidak mau terpuruk. Briona kecil selalu diberi nasihat untuk tegar oleh nenek panti. Dan karena yang merasakan demikian bukan hanya dirinya sendiri, Briona memaklumi.
Teman-teman di panti juga banyak yang bernasib sama, namun mereka ada untuk saling menguatkan. Meskipun tidak ada keluarga, mereka bersama untuk membangun kekeluargaan.
Sampai saat Melody datang, Briona menemukan harapan baru. Bahagia menyelinap begitu kali pertama Briona merasakan pelukan seorang Mama, hangatnya senyuman seorang Papa, juga kakak laki-laki yang semenyebalkan Kama. Briona membuka lembaran baru, dengan keluarga utuh yang lengkap, orang tua yang sangat menyayanginya, memenuhi segala kebutuhannya, serta menjadikan Briona prioritas dibanding putra kandungnya sendiri.
Kebaikan Mama dan Papa, yang Briona tidak bisa mengecewakan mereka. Itu sebabnya Briona menerima permintaan Mama untuk menikah dengan Kama, meskipun sempat menolak, mana tega dirinya melihat sang Mama yang dia sayangi, dia hormati, rela berlutut di bawah kaki Briona hanya untuk memohon agar Briona mau menjadi istri Kama.
Tidak ada alasan spesifik yang diutarakan sang Mama saat itu, pun Briona sudah tidak sanggup menolak lagi. Dia bukannya tidak tahu jika Kama mempunyai gadis lain yang dicintai, namun mau bagaimana? Dia pun sudah berusaha menolak, namun berakhir tidak tega.
Briona sadar betul, dirinya sudah menyeret pria itu ke dalam pernikahan yang tidak diinginkannya tanpa sadar. Membuatnya merasa tidak bahagia dan bahkan menyusun rencana untuk menceraikan Briona. Yang mana Briona tidak bisa marah karena memang, ini semua kesalahannya.
“Kalau nggak jadi ke rumah sakit, kita mau ke mana?” Suara Elang yang sedang duduk di depan kemudi terdengar, memecahkan gelembung lamunan dari perempuan yang ada di sampingnya.
“Ke mana aja,” jawab Briona. Moodnya hancur. Dia sedang tidak ingin mendengar diagnosa mengerikan bila mengunjungi Tante Wisesa hari ini juga. Dia tahu sekali ada yang salah dengan sakit perut teramat sangat saat siklus bulanannya datang.
“Apartemenku?”
Mendengar usul itu Briona menoleh segera, tatapan tajamnya dengan cepat menghujam Elang. Membuat pemuda dua puluh enah tahun itu meringis sadar telah salah bicara.
“iCafe aja kalau gitu,” ralat Elang.
Briona mendengus. Dulu, memang mereka sering menghabiskan waktu di apartemen pria itu. Saat Briona belum terikat dengan Kama, tentu saja. Namun sejak pernikahan itu, Briona menjaga jarak, sadar bahwa kedekatannya dengan Elang yang berlebih tidak akan pantas jika diketahui orangtuanya.
Terlebih setelah tidak sengaja mendengar rencana Kama tadi, mengkambinghitamkan Briona untuk mencari alasan bercerai, padahal pria itu sendiri yang menodai pernikahan mereka dengan menjalin hubungan dengan perempuan lain. Tentu Briona tidak akan diam saja. Akan dia pastikan, jika memang harus bercerai, namanyalah yang akan tetap bersih di mata Mama dan Papa.
🌹🌹🌹
“Ada masalah?” Elang bertanya setelah menyajikan secangkir kopi late untuk Briona yang duduk di sisi jendela. Wanita itu tampak murung dan tidak seperti biasa. “Kamu jarang mau bolos dari kantor begini kalau nggak ada hal yang penting.”
“Tadinya kan, memang mau ketemu Tante,” jawab Briona setelah menyesap kopi miliknya.
“Tapi kamu di sini sekarang.” Briona memang bukan orang yang terbuka, dan Elang harus sedikit mendesaknya untuk mau bercerita.
Wanita itu tampak menghela napas. Mengamati mawar putih yang tumbuh di dalam guci kecik yang kini berada di atas mejanya. Dia ragu, akan menceritakannya kepada Elang atau tidak. Ini rumah tangganya, dia ingin menutup semua aib yang ada. Namun, rencana Kama juga melibatkan pria itu. Dia berniat mengkambinghitamkan Briona maupun Elang.
“Apa nggak sebaiknya aku bercerai aja?”
Elang diam. Dia mengamati raut wajah Briona dan tidak dapat membaca apapun di sana. Datar, saat mengucapkannya seolah tidak ada empati sama sekali. “Ada apa?” Namun Elang tahu, sesuatu pasti telah terjadi.
Briona membuang napas. “Buat apa mempertahankan pernikahan yang kita nggak tahu kemana ujungnya, kan?”
“Aku udah peringatkan bahkan sebelum kamu menikah.”
“Aku tau.” Briona tampak putus asa. Dari awal, dia tahu sekali pernikahannya dengan Kama tidak ada masa depan. Hanya demi sang Mama saja pertimbangan untuk menikah dirinya terima. “Aku mau bercerai, tapi juga nggak mau membuat Mama atau Papa kecewa.”
“Dan membiarkan diri kamu sendiri terjebak di dalamnya? Sampai kapan, Bri? Mama pasti ngerti kalau kamu terus terang, kalau kalian—kamu dan Kama sama-sama nggak bahagia menjalani hubungan pernikahan yang Tante Melody paksakan.” Sebenarnya, Elang sudah mengatakan ini berulang kali.
“Kalau begitu, bantu aku kumpulkan bukti perselingkuhan Kama dan Aleta. Aku akan menggugatnya.” Lebih baik begitu. Dia tidak akan membiarkan Kama menjadikan dirinya maupun Elang sebagai kambing hitam untuk menutup perselingkuhan yang dia lakukan.
“Kamu yakin?” tanya Elang sekali lagi ingin memastikan.
Briona mengangguk. “Aku yakin sekali.”
🌹🌹🌹
Gimana? Yang kemarin minta cerai, dikabulkan tuh sama Bri. Hehe.
Untuk bab depan, ada kejutan untuk kalian. Coba, ada yang bisa tebak apa? Clue nya 🦅, apa ya kira-kira?
Vidia,
11 September 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] 🌹🌹🌹 *** Briona Anindyaswari sangat menyukai bunga. Mawar dan sejenisnya, dan yang berwarna putih yang lebih spesifiknya. Dalam nuraninya yang paling naif, dia kira pernikahannya bersama Kama Nareswara akan seperti mawar, ber...