🌹9; Runtuh

6.3K 698 33
                                    

🌹🌹🌹

Briona sudah masuk ke kantor seperti biasa. Nyeri di perutnya sudah tidak sesakit kemarin. Sudah reda dan dia kembali bisa beraktivitas.

Kedatangannya ke kantor langsung disambut heboh oleh Dara yang langsung masuk ke dalam ruangannya setelah ketukan dua kali. Wanita dengan setelah rok selutut dan blazer yang tampak modis itu datang dan langsung duduk di hadapan Briona begitu saja.

“Briii, Mama minta ketemu.” Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Dara.

Briona mengangkat wajah dari komputer di hadapannya. Mengernyit, kalau dipikir-pikir, dia sudah lama sekali tidak mengunjungi Tante Wisesa. Ibu dari kakak beradik Elang dan Dara.

“Nanti kapan-kapan gue ke sana.” Dan Briona menjawab sekedarnya saja.

Dara masih tetap di sana. Menatap Briona tanpa suara. Di benaknya, dia memikirkan banyak hal. Dan salah satunya adalah rumah tangga yang sama sekali tidak mendatangkan kebahagiaan untuk sahabatnya itu. Karena ... Lihat saja. Tubuhnya kurus sekali. Baru dua hari Dara tidak melihatnya saja Briona sudah terlihat berubah sekali. Apa Kama tidak memperhatikan pola makan Briona dengan baik?

Ya, tentu saja tidak. Untuk apa Dara menanyakannya jika jawabannya sudah jelas dia tahu.

“Bri,” Sekali lagi, dia memanggil. Berharap Briona menaruh atensi sepenuhnya atas Dara. “Sampai kapan?”

Briona kembali mengangkat wajah. “Apanya?”

“Pernikahan lo sama Kama,” lanjut Dara tanpa jeda. “Nggak mungkin selamanya lo mau diperlakukan begini sama dia, kan?”

Briona tampak merenung di tempatnya. Dia juga belum mempunyai rencana apapun untuk masa depan dirinya sendiri. Bagaimana nasib pernikahannya kelak, dia juga tidak tahu. Karena yang jelas, untuk saat ini, Briona hanya membiarkannya mengalir saja tanpa berharap apa-apa. Kendati dirinya sudah disakiti sedemikian rupa, setidaknya dia sudah memenuhi permintaan Melody sebagai anak yang patuh terhadap orang tua.

“Serius Bri, jangan bilang lo belum punya rencana apa-apa dan menganggap pernikahan lo sama Kama serius?” Seperti biasa, Dara dapat dengan tepat menebak isi kepala Briona. “Lo nggak ingat udah berapa kali dia nyakitin lo? Bukan hanya karena pernikahan ini, bahkan jauh sebelum itu. Dulu—lo nggak lupa, kan?”

Dara benar. Kama memang sudah banyak sekali membuatnya terluka. Bukan hanya sekarang, bahkan dari dulu pun pria itu seperti mempunyai hobi membuat Briona kecewa. Mana mungkin Briona lupa, masa-masa kelam yang meruntuhkan dunianya dulu, tujuh tahun lalu, dan penyebabnya masih orang yang sama.

🌹🌹🌹

Hari senin pada pagi itu adalah hari terkelam untuk seorang Briona. Tat kala dua garis merah terpampang jelas pada sebuah alat tes kehamilan yang sudah terbukti keakuratannya dan tampak terlihat sangat mengerikan.

Tangan Briona bergetar. Wajahnya memerah dengan mata berkaca menatap tidak percaya. Padahal hanya karena kesalahan semalam, kenapa akibatnya bisa semengerikan ini?

Briona yang masih berumur delapan belas tahun tampak tidak berdaya. Dia keluar dari kamar mandi dan menjatuhkan diri di atas kasur sebelum menangis di sana. Suara isaknya teredam bantal.

Semua sudah terjadi, dan kini yang tersisa hanyalah puing-puing penyesalan saja. Dan itu percuma. Tidak peduli seberapa besar pun Briona menyesalinya, bayi di dalam perutnya masih tetap ada.

Dan saat makan malam tiba, Briona membersihkan diri. Dia tidak mau terlihat mengerikan di hadapan Mama dan Papa. Dikarenakan makan malam harus dilakukan bersama, Briona maupun Kama juga wajib berada di sana.

Selama makan malam, tidak ada yang bersuara. Hanya Mama yang sesekali memecah obrolan dan ditanggapi Papa dengan seadanya. Sedangkan Briona dan Kama lebih banyak diam.

Memang, sejak kesalahan satu malam mereka beberapa minggu lalu, lelaki itu selalu menghindarinya. Tidak pernah mau lagi berada di ruangan yang sama dengan Briona jika mereka hanya berdua. Tampak kembali bersikap asing seperti semula seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.

Sampai makan malam usai, Mama dan Papa lebih dahulu meninggalkan meja makan. Kini hanya tersisa dua anak manusia yang berdiam diri di tempatnya.

Briona menduga ada yang ingin Kama bicarakan. Karena biasanya pria itu menjadi orang pertama yang meninggalkan meja makan. Dan karena Kama tidak kunjung beranjak, Briona memilih mengikutinya.

“Kamu ... Nggak memberitahu ke Mama, kan?” Untuk kali pertama, Kama bersuara.

Briona menggeleng. Seperti janjinya pada Kama setelah malam itu, kan?

Dan hembusan napas lega terdengar dari pria itu. Kama mengambil gelas berisi air putihnya dan meneguknya sekali. “Ingat Bri, itu hanya kesalahan. Kita sama-sama khilaf dan aku menyesal sekali. Tolong, anggap aja malam itu nggak pernah ada. Dan hapus semua perasaan kamu ke aku, aku juga akan melakukannya.”

Briona menoleh. Matanya menatap nanar dan Kama tidak tahu kenapa. Wajah gadis di hadapannya tampak pucat sekali. Kama tahu Briona terluka, tapi mau bagaimana lagi? Dia masih muda dan menodai seseorang yang sudah dia anggap sebagai adik sendiri tentu akan memancing murka kedua orang tua mereka.

Dan Briona mengangguk, tentu saja. Memangnya kapan gadis itu tidak pernah menurut kepadanya? Dan Kama lega akan itu.

Kama sama sekali tidak pernah tahu, apa yang sampai dikorbankan Briona demi menuruti permintaannya.

Ya, benar. Briona memang memggugurkan kandungannya.

🌹🌹🌹

Pada kangen nggak sih kalian sama Briona? Apa Kama? 🙂

Oiya, numpang bilang Happy Birthday buat kesayangan aku, Na Jaemin❤. Muehehe

Vidia,
13 Agustus 2021.

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang