🌹🌹🌹
Briona sampai di rumah ketika arloji di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul sembilan malam. Dia melangkah naik menuju ke kamarnya sendiri. Kebetulan Mama sudah pulang pagi tadi karena Papa sudah kembali dari luar kota.
Langkah Briona mendadak berhenti ketika di ujung tangga, yang ditemukannya adalah Kama. Pria itu bersidekap dengan piyama hitamnya di depan pintu kamar Briona. Postur tubuhnya yang tinggi menjulang terasa mengintimidasi sekali.
Briona tetap mendekat meskipun ragu. Dia berusaha untuk tidak gugup sama sekali. Fakta bahwa dia sudah mengantongi bukti dan berencana menggugat cerai pria itu dengan menunjukkannya ke Mama, membuatnya sedikit takut. “Ada apa?”
“Tadi kamu keluar dan nggak balik ke kantor lagi setelah makan siang?” Suara Kama dingin. Sedingin tatapan matanya yang memicing tajam.
Briona menelan ludah gugup. Namun berusaha kuat untuk tidak terintimidasi. “Aku ke rumah sakit.”
“Sakit apa?” Kama berdehem ketika sadar bahwa pertanyaannya terlontar terlalu cepat. “Maksudnya, kenapa kamu nggak menyerahkan proposalnya lebih dulu? Candra bilang begitu.”
“Ah,” Briona mengangguk mengerti. “Tolong minggir dulu.” Karena Kama menghalangi jalan masuk menuju pintu kamarnya.
Tubuh besar pria itu bergeser. Membiarkan Briona masuk dan mengambil proposal yang Kama butuhkan.
“Ada lagi?” tanya Briona ketika Kama tidak beranjak sama sekali. Dia mengernyit, mengamati bagaimana pria itu menatapnya dengan ragu.
“Sakit apa?” kata Kama kemudian setelah hening beberapa saat. “Apa ini ada hubungannya dengan tamu bulananmu?”
Kening Briona mengerut semakin dalam. Dia tidak tahu kenapa Kama bisa sangat ingin tahu seperti ini, atau hanya pancingan saja? Mungkin sebenarnya pria itu tahu Briona telah berbohong dan kini sedang menyelidikinya? “Hasilnya belum keluar, mungkin beberapa hari lagi.”
Kepala pria itu kemudian mengangguk. Sebelum kemudian berbalik tanpa bicara apa-apa. Dan Briona entah dengan maksud apa, justru kembali memanggil.
Jika ini memang malam terakhir mereka, tidak bisakah dia menikmati sedikit waktunya untuk bicara? Setelah tujuh tahun diam saja, Briona juga penasaran dan ingin tahu kenapa Kama bisa sangat membencinya.
“Aku … Cuma ingin tahu,” katanya membuka suara. “Alasan kenapa Mas Kama bisa membenciku sedemikian rupa.”
Kama bergeming. Tubuh tegapnya menatap Briona tidak percaya. Dia tidak menduga wanita itu akan berani menanyakan hal seperti ini padanya. “Itu—”
“Kalau alasannya karena aku menerima permintaan Mama untuk menikah dengan Mas Kama, sebelum semua itu, Mas Kama bahkan sudah sangat membenciku.” Briona menundukkan kepala. Nyeri di dada semakin meronta-ronta kala mengingat sikap pria itu yang menjauhinya sedemikian rupa. Setelah malam kelam yang selalui menghantui Briona, setelah dia kehilangan janinnya, semuanya. Sikap Kama yang menganggapnya layaknya sampah tidak berguna semakin menambah luka yang Briona derita.
“Kenapa kamu memilih membicarakan ini sekarang?” Setelah tujuh tahun, setelah semuanya.
Briona menggeleng. Karena ini mungkin akan menjadi malam terakhir mereka. “Aku … Mungkin hanya sedikit terbebani dengan sikap Mas Kama.”
“Kenapa harus merasa seperti itu? Bukannya kamu juga sama? Membenciku sedemikian rupa setelah malam itu?” Kama juga ingat sekali bagaimana wajah gadis delapan belas tahun yang menatapnya ketakutan saat tidak sengaja keduanya saling bertemu. “Kamu tau aku sangat menyesal, Bri. Dan aku minta maaf atas itu. Hanya saja waktu itu—”
“Aku tidak ingin membicarakan hal itu lagi sekarang.” Wajah Briona menunduk semakin dalam. “Aku hanya penasaran, apa aku bikin kesalahan tanpa aku sadari yang membuat Mas Kama membenciku. Tapi kalau memang alasannya karena aku menerima permintaan Mama,” Kemudian mengangkat wajah. Menegarkan diri dan menatap Kama dengan sorot mata penuh tekad yang belum pernah Kama lihat sebelumnya dari Briona. “Aku … Akan mengembalikan semuanya seperti semula.”
🌹🌹🌹
“Tadi lo ke mana? Lo batalin janji untuk ketemu Mama, tapi juga tetep cabut pas makan siang.” Rongrongan dari Dara langsung terdengar begitu Briona menyeret ikon hijau pada ponselnya.
Briona selesai mandi, selesai membersihkan diri, sudah pula menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkannya untuk bertemu Mama besok. Sekotak foto yang tadi diberikan Elang, serta memori card berisi video-video yang entah dari mana pria itu dapatkan. Briona hanya akan menunjukkan satu kepada sang Mama, dan memberikan semua bukti ke pengadilan.
“Gue sama Elang,” dia menjawab setelah menelan pil tidurnya. “Kayaknya, besok juga gue nggak bisa ke kantor.”
“Kenapa? Janji sama Mama diundur besok?”
“Iya,” Besok sore. Paginya, Briona harus meluruskan segala permasalahan mengenai pernikahannya terlebih dahulu. Dia berharap sekali Mama dan Papa bisa mengerti.
Dan setelah mendengar beberapa celotehan dari Dara, akhirnya Briona mematikan sambungan. Dia tidak berniat untuk membagi cerita, nanti saja setelah semuanya sudah selesai. Kerempongan Dara memang sesekali sedikit mengganggunya.
Menjatuhkan tubuh di atas kasur yang selama beberapa hari terakhir tidak bisa dia nikmati kenyamanannya, Briona mencoba menutup mata. Mungkin saja, ini adalah malam terakhirnya berada di sini.
Kama mungkin akan semakin membencinya, juga kekecewaan Mama dan Papa. Namun Briona berniat untuk tidak mundur. Dia sering diam saja ketika disakiti, bungkam ketika diselingkuhi, pun saat kehilangan bayinya pun, dia memutuskan untuk sakit sendiri.
Untuk kali ini, dia ingin marah. Ingin kecewa atas rencana Kama yang berniat menjadikan Briona kambing hitam atas cidera pernikahan mereka. Mati-matian Briona menjaga hati kedua orang tua mereka, jika pada akhirnya Kama yang akan merusak nama baiknya, apa bedanya jika Briona yang membongkar segalanya sekarang, kan?
Besok, adalah awal dari segalanya.
🌹🌹🌹
Hmmm, ‘besok’ sepertinya menjadi hari yang di tunggu-tunggu yaaa 🤣
Oh iya, ada satu kejutan lagi nih buat part 25, kalian bisa tebak apa?
Vidia,
16 September 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] 🌹🌹🌹 *** Briona Anindyaswari sangat menyukai bunga. Mawar dan sejenisnya, dan yang berwarna putih yang lebih spesifiknya. Dalam nuraninya yang paling naif, dia kira pernikahannya bersama Kama Nareswara akan seperti mawar, ber...