🌹🌹🌹
Saat sampai di rumah, Kama tahu sekali jika Briona belum pulang. Entah ke mana gadis itu dibawa pergi oleh pacarnya, Kama juga tidak peduli.
Dia melanjutkan langkah masuk ke dalam rumah dengan pundak yang sedikit basah. Mandi air hangat setelah seharian bekerja dan di cuaca berhujan seperti terdengar menggiurkan.
Dan saat dirinya hendak menaiki tangga, langkahnya dicegah oleh Sarah yang terlihat sangat panik.
“Nyonya belum pulang, Tuan,” katanya. “Ndak biasanya juga Nyonya pulang malem-malem begini.”
Yang dibalas Kama dengan kibasan tangan. “Biarin aja.” Briona mungkin sedang memadu kasih entah di mana dengan kekasihnya, kenapa Kama harus peduli?
Dia melanjutkan langkah. Menaiki tangga mengabaikan Sarah yang geleng-geleng mendengar jawabannya. Ya, biarkan semua orang berasumsi. Karena mereka tidak pernah berada di posisi Kama selama ini. Kama yang terlihat kejam, abai, dan tidak pedulian terhadap Briona, tidak tahu bagaimana sulitnya bersikap seperti itu selama bertahun-tahun.
Usai membersihkan tubuh, masih dengan jubah mandinya, Kama mendengar suara mesin mobil. Dia bergerak mendekat ke arah jendela dan menyingkap sedikit tirai nya.
Di luar masih hujan deras. Namun kembali, dia bisa melihat siapa saja yang keluar dari sedan putih itu. Ada sosok Elang yang pertama kali turun sambil melebarkan payung, kemudian mengitari mobil dan pandangan Kama terhalangi karena payung lebar itu menutupi tubuh mereka.
Apa mereka berciuman di bawah sana? Mengucapkan kata perpisahan yang manis layaknya pasangan kebanyakan? Namun kembali, Kama hanya menduga-duga. Sampai sosok Elang keluar dari lingkar payung dan hujan-hujanan untuk kembali masuk ke dalam mobilnya. Bahkan Briona, sama sekali tidak beranjak sebelum mobil itu tidak lagi terlihat oleh mata.
Kama terkadang bingung, sebenarnya mereka ini sedang melakukan apa? Jika memang sudah mempunyai kekasih masing-masing seperti ini, kenapa harus repot-repot menikah? Kama jelas pernah dengan tegas menyatakan keberatan kepada Mama, yang langsung diancam sedemikian rupa. Padahal Kama yakin sekali, jika Briona yang bersikeras menolak, Mama juga tidak akan memaksa.
Setelah selesai dengan pengamatannya, Kama memutuskan untuk memakai baju. Turun ke bawah demi mengisi perut karena bagaimana pun, entah kenapa, masakan Sarah adalah yang paling dia tunggu-tunggu.
Saat membuka pintu, tanpa sengaja dia mendapati Briona yang sedang naik tangga. Wajahnya tampak basah dan pucat entah kenapa. Atau habis kehujanan tadi? Padahal sudah sangat romantis sekali Elang mengorbankan tubuhnya dengan memberikan payung kepada Briona. Tapi kenapa masih basah juga?
Dan perempuan itu melewatinya begitu saja. Kama tersenyum miring, paham sekali bahwa Briona memang ahli menganggap seseorang yang tidak penting seperti dirinya menjadi tak kasat mata.
Sampai di dapur, Kama mengernyit kala tidak menemukan apapun di atas meja makan. Biasanya, semua hidangan lezat dan sederhana sudah berjajar rapi di sana saat Kama pulang kerja. Dia melangkah ke dapur karena mendengar suara. Siapa tahu saja Sarah belum selesai masak. Benar-benar, Kama kelaparan.
Benar saja, asisten rumah tangganya itu sedang berdiri di depan kompor.
“Saya nggak masak dulu hari ini, Tuan.”
Entah kenapa, nadanya terdengar sinis dan ketus di telinga Kama. “Ya emang sekarang kamu lagi ngapain kalau bukan masak?”
“Ini sup buat Nyonya. Kasihan dia kedinginan,” katanya dengan nada yang masih belum berubah.
“Lah terus saya makan apa?” Kama menyahut tidak terima. Dia belum makan selain siang tadi. Berharap disambut berbagai makanan lezat di rumah namun hasilnya tetap nihil. Ini Sarah punya masalah apa, sih?
Dan dengan beraninya, Sarah malah mengangkat bahu. “Mana saya tau, Tuan.”
Jadi, sebenarnya siapa yang memerangkat menjadi tuan rumah di sini?
Kama mendengus sebal. “Ya sudah, saya minta supnya aja. Kebetulan saya juga sedikit kedinginan.”
“Ini supnya nyonya. Kalau Tuan mau minta ke nyonya aja, ya.”
Ya Tuhan ... Kenapa Sarah menjadi menyebalkan sekali, sih?
“Ah, itu Nyonya!” Sarah berkata antusias sambil menunjuk ke arah tepat di belakang Kama. Sebelum kembali menatap sang Tuan dengan mata mengerling. “Tuh, tinggal minta.”
“Ada apa?” Briona yang menyadari ada sedikit kegaduhan di dapur memutuskan mendekat. Benar saja ternyata, suaminya sedang ribut dengan Sarah entah karena masalah apa.
“Ini, Nyah ... Tadi Tuan mau ngomong.” Sarah sudah seperti mak comblang untuk pasangan remaja yang masih saling malu-malu. Padahal kenyataannya sama sekali bukan begitu. “Ayo, Tuan.” Bahkan Sarah dengan berani menyenggol lengan Kama.
Kama berdehem. Dengan wajah yang sudah dia buat sedatar mungkin, akhirnya dia memberanikan diri untuk berbalik. Menatap Briona yang sudah mengganti pakaian kerjanya yang semula sedikit basah menjadi piyama berwarna hitam. Rambutnya terlihat lepek dengan wajah yang masih sepucat tadi.
“Aku mau supnya.” Kama mengatakannya tanpa basa-basi. Dan tanpa menunggu Briona menjawab pula, dia langsung mengambil mangkuk dan menuang sup. Demi apapun, dia lapar sekali. Apa Sarah tidak tahu kalau perutnya sudah keroncongan dari tadi?
Dan Sarah yang melihat sikap dingin Kama hanya meringis. Sedangkan Briona masih diam. Lalu sadar, bahwa Kama tentu tidak akan sudi berbagi makanan dengannya, kan? Lagi pula, Briona juga sudah makan malam di tempat Elang tadi. Dia juga tidak tahu kenapa Sarah berinisiatif sekali memasak sup untuknya padahal Briona tidak menyuruhnya sama sekali.
Dan untuk mengusir canggung, Briona memilih melanjutkan apa yang menjadi tujuannya turun ke dapur tadi. Yaitu membuat kopi. Tubuhnya terasa menggigil dan butuh sekali menghirup uap hangat dari kafein candu itu.
“Kamu nggak mau?”
Briona yang masih setia berdiri menunggu titik demi titik cangkir kopinya terisi, menoleh. Letak alat pembuat kopi dan kompor tempat di mana sup itu diletakkan memang dekat. Membuat Briona dapat dengan jelas menangkap apa yang baru saja Kama tanyakan.
“Aku nggak lapar,” jawabnya kemudian.
Kama mengangguk-angguk dengan bibir bawah yang dimajukan. Tampangnya terlihat meremehkan sekali. “Ya ... Mana ada laki-laki yang membiarkan pacarnya kelaparan, kan?”
Mendengar nada penuh sindiran itu, Briona menoleh. “Maksudnya?” Kata-kata Kama itu ditunjukan untuknya bukan, sih? Kok Briona malah kebingungan sendiri.
Namun bukannya menjawab, pria itu justru mengangkat bahu tak acuh. Sebelum dengan sendok mencoba mencicip sup buatan Sarah dan langsung menyemburkannya seketika.
“Sarah!” Dia memanggil jengkel.
Sarah muncul dari pintu toilet dengan tergopoh-gopoh.
“Ini asin banget! Kamu kenapa, sih?! Masakan kamu kok rasanya sering banget aneh akhir-akhir ini?!” Setelahnya, Kama meletakkan mangkuk itu dengan kasar ke atas kitcen islan sebelum pergi.
Dia sama sekali tidak menyadari, kalau Sarah melirik Briona berulang kali.
“Haduh, Nyah ..., pokoknya mulai besok Nyonya aja deh ya, yang masak.”
Sepertinya di dunia ini, hanya Sarah saja yang berani memerintah majikannya, atau bahkan mengerjainya majikannya.
🌹🌹🌹
Waaah, Sarah kok kamu berdosa sekali, sih?
Vidia,
17 Agustus 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] 🌹🌹🌹 *** Briona Anindyaswari sangat menyukai bunga. Mawar dan sejenisnya, dan yang berwarna putih yang lebih spesifiknya. Dalam nuraninya yang paling naif, dia kira pernikahannya bersama Kama Nareswara akan seperti mawar, ber...