🌹🌹🌹
Setiap manusia, setiap penyesalan pasti ada. Merupakan sesuatu yang menghantui dan tidak tahu bagaimana cara menebusnya. Apa lagi dalam kasus Kama, semua yang dia lakukan terhadap Briona sejak dulu memang cenderung penuh luka.
Dia tidak lagi memiliki wajah untuk meminta maaf atau memohon ampun. Pun untuk melakukan sebuah penebusan rasanya juga belum tentu cukup. Taburan luka yang telah dia siramkan kepada Briona tidak terhitung banyaknya.
Untuk itu, kini, di dalam rumahnya sendiri setelah beberapa minggu kabur ke Autrali demi menenangkan diri, Kama kembali berhadapan dengan surat cerai yang saat itu pengacara Briona kirimkan.
Matanya menatap ragu, berusaha meyakinkan diri namun tetap saja, kembali, dia takut menyesal. Melepaskan wanita yang selama ini dicintainya Kama merasa takut. Namun lebih takut lagi jika dia tidak bisa membahagiakannya saat memilih mempertahankan.
Juga ... Briona berhak berbahagai atas keinginannya sendiri. Wanita itu pantas mencari ketenangan lain yang dia impikan.
Lalu setelah memantapkan hati, Kama mulai membubuhkan tanda tangannya di sana. Dia akan melepaskan. Kebahagiaan Briona mungkin terletak setelah dirinya menandatangani kertas ini.
🌹🌹🌹
Briona selesai operasi.
Syukurnya, kista yang bersarang di dalam perutnya bisa teratasi. Dia sudah boleh pulang dan beristirahat di rumah meski jahitan di perut bagian bawahnya belum terlalu kering. Kembali ke kamarnya yang berada di Menteng, rumah ke dua orang tuanya.
Selama itu pula, tidak pernah sedikitpun dirinya mendengar kabar dari Kama. Sang Mama tidak ingin membicarakan dan Briona pun tidak berani bertanya.
“Kebiasaan.” Suara Elang setelah menjentikkan jari kemudian terdengar. Pria itu sudah pulang dari Kalimantan dan sudah ke sekian kalinya dia datang ke sini. Menemani Briona yang merasa bosan akibat selalu sendirian.
“Kapan dateng?” tanya Briona.
Elang duduk setelah meletakkan tas ransel yang selalu dia bawa-bawa ke lantai. “Baru aja. Kayak biasa, kamu selalu ngelamun.”
“Aku bosan.”
“Kamu harus sembuh dulu kalau mau aku ajak jalan-jalan.”
Briona mengernyit. “Ke mana?”
“Pelosok Kalimantan. Aku jamin pemandangannya nggak kalah indah dari tempat wisata terkenal yang lain,” jawab Elang sambil meraih jeruk dan mengupasnya.
Mendengar itu, Briona tersenyum. “Kamu eksplor sampai ke sana juga?”
Elang menggigit buah oranye itu dan mendesah akibat keasaman. Kemudian mengangguk. “Kamu pikir kenapa sampai nggak ada sinyal? Ya jelas aku ke pedalaman.”
Briona ikut terkekeh. Dia bergerak untuk duduk dengan hati-hati, dibantu Elang yang menyusun bantal untuk menyangga punggungnya.
“Kata Rio, Kama sudah menandatangani surat perceraian kalian,” kata Kama memberitahu.
Kalimat itu membuat Briona terdiam. Setelah berminggu-minggu dia tidak mendengar kabar, akhirnya muncul juga meskipun entah kenapa, kabar itu tidak Briona harapkan.
Elang yang jelas menyadari kemurungan wanita itu membuang napas. “Kemarin dia juga ke rumah. Ingin melihat di mana Ganendra dikuburkan.”
Briona semakin berkaca. Dia sangat ingin melupakan Kama. Melenyapkan segala hal mengenai pria itu dari dalam otaknya, namun semakin berusaha, justru malah tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] 🌹🌹🌹 *** Briona Anindyaswari sangat menyukai bunga. Mawar dan sejenisnya, dan yang berwarna putih yang lebih spesifiknya. Dalam nuraninya yang paling naif, dia kira pernikahannya bersama Kama Nareswara akan seperti mawar, ber...