🌹🌹🌹
Di luar hujan masih lebat-lebatnya meskipun sekarang sudah pukul tujuh pagi. Bawaan dari semalam, tidak sedikitpun rintik itu menandakan akan reda. Ini bulan September, cuaca berhujan memang sedang masuk musimnya. Dan terkadang datang tanpa aba-aba.
Bagus sekali karena hujan datang pada hari Sabtu, di mana Kama mempunyai waktu istirahat setelah lima hari bekerja. Ya, meskipun cuaca ini akan tetap menyebalkan bagi keluarga-keluarga bahagia yang berencana berlibur.
Namun bagi dirinya yang malas ke mana-mana, cuaca ini bukan apa-apa. Karena dari tadi, dia malas beranjak dari tempat tidur karena saking dinginnya. Tapi perutnya meronta. Semalam nafsu makannya hilang seketika saat merasakan sup buatan Sarah yang rasanya lebih cocok disebut air laut.
Untuk itu, dia terpaksa bangun. Turun dari tempat peraduannya yang nyaman dengan malas-malasan sebelum cuci muka dan keluar dari kamar. Dia melirik ke arah pintu tepat di seberang kamarnya sekilas sebelum benar-benar turun ke bawah. Tidak ada pula tanda-tanda kehidupan saat dirinya sampai di dapur.
Namun Kama langsung berbinar saat berbagai masakan terhidang di atas meja makan. Tumis kangkung, sambal teri, tempe goreng, juga ayam madu. Makanan sederhana yang selalu menjadi hobi Kama. Mungkin Sarah menyiapkan ini semua karena takut akan bentakannya semalam.
Tanpa basa-basi lagi, Kama dengan bsrsemangat meraih piring. Memakan dengan lahap makanan yang ada. Rasanya sempurna. Tidak hambar seperti beberapa hari kemarin, atau asin seperti sup buatan Sarah semalam.
Lalu di tengah kegiatan makannya yang lahap, seseorang muncul dari pintu dapur. Kama mendongak, menemukan sosok Briona dengan penampilan yang ... Tidak pernah Kama lihat sebelumnya.
Kama terbiasa melihat Briona memakai pakaian kantor yang modis. Karena mereka jarang sekali bertemu jika sudah sama-sama di dalam rumah kecuali di saat-saat tertentu. Dan pakaian rumahan yang sering Kama lihat hanya piyama, atau kalau tidak sengaja ya kimono. Pakaian yang sering Briona kenakan pada saat menjelang tidurnya.
Tidak sekalipun Kama pernah melihat Briona memakai daster rumahan dengan rambut di gelung asal. Bahkan anak-anak rambut masih bisa keluar dari gelungannya yang acak-acakan. Di tambah ... Kedua tangan wanita itu yang membawa sebuah panci kaca besar yang Kama tebak merupakan sup. Bentuknya mirip dengan sup yang dibuat Sarah semalam.
Langkah Briona langsung berhenti kala melihat Kama berada di meja makan. Akankah dirinya ketahuan? Kenapa Kama harus turun padahal Briona baru saja menyelesaikan masakan terakhirnya?
“Ekhem,” Kama mendadak seret. Dia meraih air putih dan meneguknya. Melirik saat Briona melangkah mendekat dengan hati-hati lalu meletakkan sup yang masih mengepul itu ke atas meja.
“Mama ... Mau datang.” Briona mencicit memberi tahu.
Kama langsung mengernyit. Melihat hidangan di hadapannya yang sudah dia habiskan. “Kenapa kamu nggak bilang?”
“T—tadi Mas Kama tidur.”
Mendengus, Kama merasa kesal. Akan sangat merepotkan sekali jika sang Mama datang karena dia harus berpura-pura menjalani hubungan harmonis ala pernikahan bahagia bersama Briona. Di mana itu tidak mudah untuk dia lakukan.
Lagi pula ... Dia baru sadar kalau Briona bisa memasak, meskipun dia hanya sudi melakukannya di saat Mama datang saja. Ya Kama mengerti juga kenapa Briona tidak mau sekalipun membiarkan Kama merasakan masakannya, sikap Kama yang defensif dan menjaga jarak memang menyebabkan keduanya renggang.
“Sarah ke mana?” tanya Kama ketika Briona sudah berbalik dan ingin pergi.
Briona menoleh, “Tadi habis aku suruh bersih-bersih ruang tamu langsung masuk ke kamarnya.”
“Dia nggak bantuin masak?” Agak aneh rasanya kalau Briona bisa memasak semua masakan lezat ini sendirian jika tanpa bantuan Sarah.
Dan Briona hanya berdiri bingung di tempatnya. Lalu menggeleng. Sarah izin membersihkan diri setelah pagi-pagi tadi menata ruang tamu yang besar itu. Apa Kama masih marah akibat tindakan nekat Sarah semalam yang mengerjainya?
“Makanannya udah aku habiskan.” Kama kembali berkata. Benar, yang ada di atas meja kini hanya makanan-makanan sisa yang rasanya tidak layak lagi dihidangkan untuk sang Mama.
“Aku bisa masak lagi.” Briona masih merasa bingung, sebenarnya. Sejak pernikahan mereka, jarang sekali Kama mengeluarkan kalimat yang lumayan panjang layaknya sekarang. Ini kali pertama. Dan Briona sudah terlalu malas berlarut-larut dalam angannya. Dia kemudian memilih buru-buru pergi.
Hujan deras masih terdengar. Suaranya yang ramai menubruk atap rumah menyebabkan bunyi nyaring. Sebenarnya Briona juga bertanya-tanya, ada keperluan apa sang Mama sampai rela berkunjung pada cuaca yang tidak mendukung seperti ini.
Pagi-pagi tadi beliau menelepon, memberitahu bahwa nanti akan datang dan Briona buru-buru bangun demi menyiapkan hidangan lezat demi menyambut sang mertua. Karena dia tahu, dia sama sekali tidak bisa mengandalkan Sarah. Bisa-bisa rasanya seperti sup semalam yang dimuntahkan Kama.
B
riona kembali berkutat di dapur. Sebenarnya, dulu, saat dia berada di rumah Melody, dia diperlakukan seperti putri raja. Dijaga dengan hati-hati sampai Mama akan berteriak histeris ketika melihat Briona memegang pisau. Tidak pernah sekalipun Mama membiarkannya berada di dapur terlalu lama.
Sampai saat lulus sekolah menengah atas, Briona memutuskan untuk keluar dari rumah dan menyewa sebuah apartemen. Tentu setelah perundingan yang alot karena Mama bersikeras menentang. Namun pada akhirnya tetap luluh dengan janji Briona harus selalu pulang setiap akhir pekan atau hari libur.
Kemampuan memasaknya ini dia dapatkan dari Tante Wisesa. Di mana saat Briona terbangun dari mimpi buruknya tujuh tahun lalu ... Keberadaan keluarga Dara yang menjadi penyelamatnya. Tante Wisesa, Dara, dan juga Elang. Entah akan jadi apa Briona sekarang jika mereka tidak ada.
Briona mulai memotong bawang menjadi irisan terkecil. Fokus pada kegiatannya sendiri saat tiba-tiba dia merasakan seseorang berdiri tepat di belakang tubuhnya.
Saat hendak berbalik, kedua pundaknya ditahan. Lalu bisikan itu terdengar.
“Mama sudah sampai,” katanya. Kalian sudah tahu jelas siapa si pemilik suara. “Jangan sekalipun kamu mengadu yang tidak-tidak tentang aku ataupun Aleta.”
Jemari Briona membeku. Dalam hati bertanya-tanya, memang sejak kapan dia mengganggu hubungan Kama dan Aleta dengan mengadukannya ke Mama? Perasaan tidak pernah. Tapi kenapa Kama curiga sekali?
Dan belum sempat semua pertanyaan dalam benaknya itu terjawab, Briona menahan napas. Tangan Kama yang semula hanya tertahan di kedua bahunya bergerak maju, memeluk lehernya dengan lembut.
Andai saja setelah itu tidak ada suara Mama yang menyapa riang, mungkin Briona bisa kembali melayang, menyangkal bahwa pernikahan yang mereka jalani saat ini hanyalah sebuah ilusi semat. Bahwa hubungan hangat ini, hanya kepura-puraan untuk mengelabui sang Mama saja.
🌹🌹🌹
Haii maaf banget aku nggak nepatin janji. Kondisi tubuh lagi nggak sehat beberapa hari ini 😥
Untuk kalian, jaga kesehatan selalu yaaa. Jangan sampe sakit. Stay safe and stay health semuanyaaaa ❤❤❤
Vidia,
25 Agustus 2021.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance [SELESAI]
Romance[PART MASIH LENGKAP] 🌹🌹🌹 *** Briona Anindyaswari sangat menyukai bunga. Mawar dan sejenisnya, dan yang berwarna putih yang lebih spesifiknya. Dalam nuraninya yang paling naif, dia kira pernikahannya bersama Kama Nareswara akan seperti mawar, ber...