🌹24; Hari Yang Ditunggu-tunggu

5.8K 761 56
                                    

🌹🌹🌹

Kama tidak tahu apa yang terjadi. Pagi tadi, dia hanya mendapat laporan dari Candra bahwa Briona kembali absen, yang Kama pikir ini adalah hari di mana masa bulanannya datang. Namun ketika pukul sembilan dirinya juga mendapat telepon dari Mama yang datang bertubi-tubi, tidak peduli Kama sedang berada di tengah meeting penting, telepon Mama tetap tidak berhenti.

Kama terpaksa keluar, dan kalimat yang dirinya dengar dari Melody hanyalah dua kata datar, “Pulang sekarang.

Kama tahu ada yang salah. Paginya terasa aneh, dia merasa gelisah sepanjang perjalanan menuju Menteng, rumah orang tuanya. Sebenarnya, sejak semalam dia curiga, sejak Briona tiba-tiba bertanya setelah sekian lama diam saja.

Jika saja dugaannya benar, jika saja Briona memang sudah cukup lelah dengan sikapnya selama ini, jika saja wanita itu memang benar-benar sudah ada pada pilihan bercerai, bukankah itu yang Kama tunggu-tunggu? Sikapnya yang dingin dan abai selama ini pun adalah alasan untuk membuat Briona segera menceraikannya, kan? Lalu kenapa dia sendiri yang malah gelisah?

“Keterlaluan!” Tamparan kuat dari Papa adalah sambutan pertama ketika Kama memasuki ruang keluarga. Disertai tatapan murka yang tidak pernah dia lihat sebelumnya dari wajah penuh wibawa yang selalu ditunjukan Rajendra.

Dan di saat itu, Kama melirik, puluhan, atau bahkan ratusan foto yang digelar di atas meja. Bukti kemesraannya bersama Aleta terpampang nyata di sana. Lalu matanya mempertemukannya dengan Briona. Yang duduk tenang dengan ekspresi datar, seolah perbuatannya tidak akan menimbulkan apa-apa pada kehidupan Kama selanjutnya.

“Bilang kalau itu hanya masa lalu, Kama. Bilang kalau Bri salah sangka dan kamu sama sekali nggak menduakannya!” Teriakan Rajendra kembali menggema. Diiringi tangisan pilu Melody yang memeluk Briona erat, meskipun Briona tidak menunjukkan reaksi berlebih.

“Baru kemarin kamu bilang ke Mama kalau kalian saling mencintai, kenapa sekarang malah begini?” Melody terisak.

Sedangkan Kama yang masih berdiri menggertakkan rahangnya. Tatapan tajamnya menghunus Briona sedemikian rupa.

“Aku mencintai Aleta,” kata Kama kemudian. Memancing pekikan Melody dan hembusan napas kasar Rajendra. “Dari awal aku udah bilang Ma, aku menikahi Briona karena terpaksa.”

Satu tamparan kembali meluncur ke pipi Kama, kali ini lebih kuat. Namun pria itu hanya mendecih sebelum kembali menjatuhkan tatapan tajamnya kepada Briona. “Seharusnya Mama dan Papa juga tanya dia,” Kama menunjuk muak. “Bukan hanya aku yang mencederai pernikahan kami.”

“Aku dan Elang nggak ada hubungan apa-apa,” jawab Briona cepat. Tahu sekali bahwa Kama pasti tidak ingin disalahkan sendiri.

“Kamu pikir aku nggak tau, semalam kamu pulang sama siapa?”

Melody melepas pelukannya perlahan. Menatap sang putri dengan mata sembabnya yang penuh tanya. “Benar, Bri?”

Briona mencelus ketika mendapati tatapan sedih penuh kecewa dari sang Mama, dia menggeleng segera. “Mama tau aku. Aku dan Elang sudah selesai lama.”

“Tapi masih sering jalan sama dia? Kamu nggak usah sok suci, mengadukanku ke Papa dan Mama, padahal dirinya sendiri juga mendua,” sela Kama dengan mata memerah menahan marah.

Rajendra kembali menghembuskan napas berat, sebelum ikut menjatuhkan diri di kursi tunggal yang ada di sana. Kepalanya pening sekali. Dugaannya mengenai putra dan menantunya selama ini ternyata benar adanya. Tidak ada yang berujung baik jika berawal dari keterpaksaan.

Briona berdiri. Menahan sedih setengah mati ketika melihat air mata sang Mama juga wajah lelah Papa. “Maaf membuat Papa dan Mama kecewa. Tapi bagaimanapun, aku tetap akan menyerahkan semuanya ke pengadilan.”

🌹🌹🌹

“Kamu nggak bisa seenaknya!” bentakan Kama disertai tarikan kasar pada siku Briona membuat wanita yang hendak keluar dari pagar rumah orang tua mereka berhenti.

Briona berbalik dan segera menyentak cengkeraman Kama di sikunya. “Bukannya Mas Kama yang mengharapkan perceraian ini? Bukannya ini yang selalu Mas Kama tunggu-tunggu?”

“Tapi nggak dengan membawa-bawa nama Aleta, Briona!”

Briona terkekeh sinis. “Dan membiarkan Mas Kama menjadikan aku kambing hitam dengan menyeret-nyeret nama Elang? Lalu apa bedanya jika aku yang melakukannya lebih dulu?” Tatapan matanya meredup.

Kama terdiam. Wajahnya yang semula murka rileks secara perlahan. Briona tampak terluka. Wanita yang selama ini tidak pernah dilihatnya menangis, kini tampak frustrasi dan tidak berdaya. “Kamu ... Dengar?” Kama menyadari sekali bahwa percakapannya dengan Aleta kemarin memang tidak pantas didengar.

Membuang muka, Briona menetralkan napasnya. “Itu udah nggak penting. Aku harus segera pergi.”

Briona melanjutkan langkah. Kama masih bergeming di tempatnya. Sama sekali tidak berniat mengejar, atau buru-buru memberi tumpangan ketika tahu bahwa wanita itu kembali akan berjalan kaki menuju jalan raya. Namun tidak ada heel’s yang akan membuat tumitnya lecet, Briona memakai sneaker.

Kama membuang napas kasar, matanya mengamati punggung Briona yang menjauh dengan resah. Dirinya amat gelisah, padahal seharusnya, ini adalah hari yang sangat dia tunggu-tunggu, kan?

🌹🌹🌹

Sepertinya tim cerai sudah kelihatan hilalnya, ya? 😂

Vidia,
18 September 2021.

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang