EPILOG

12.7K 595 27
                                    


***

Pernikahan.

Satu kata yang memunculkan berbagai makna. Sebagian orang memimpikannya, sebagian orang lagi justru merasa trauma.

Pernikahan merupakan upacara sakral yang diimpi-impikan oleh orang-orang yang sudah menemukan cinta mereka. Hidup bersama dan dianugerahi bayi lucu yang akan mereka rawat sepenuh hati merupakan salah satu mimpi yang terwujud.

Pun Briona dan Kama yang kini sedang menikmati salah satu mimpi mereka. Berada dalam satu bahtera juga seorang bayi yang mereka hadirkan dengan cinta.

Cakra Putra Nareswara membuat kehidupan di dalam rumah megah dengan rumah kaca yang penuh dengan mawar itu menjadi semakin berwarna.

Juga tangisnya yang menggema mampu didengar oleh seluruh penghuni di dalam sana. Kama menjadi orang pertama yang masuk ke dalam kamar dan melihat bayinya menangis keras-keras di keranjang yang sudah disiapkan.

Digendongnya segera bayi berusia tiga bulan itu. “Kamu nangis kenapa, Sayang?” tanyanya sambil mengayunkan tubuh Cakra di kedua lengan.

Ini masih pukul sembilan pagi, dan Briona baru saja memberi bayi itu ASI. Namun ditinggal sang ibu sebentar saja, Cakra sudah meraung-raung super keras.

“Den Cakra nangis lagi, Tuan Muda?” Sarah yang rupanya juga mendengar tangisan putra dari majikannya itu ikut masuk.

“Briona memang belum selesai, Sar?”

Sarah menggeleng. “Belum keluar dari ruangannya.”

Kama mendesah, masih dengan menggendong Cakra dan menepuk-nepuk pantatnya yang tertutup pampers, dia berjalan keluar ruangan dan menuruni tangga. Di titik ini, Cakra sudah mulai tenang. Tinggal cegukan kecil yang tersisa.

Kama menuju pintu yang terletak tepat di bawah tangga, mengetuknya dua kali lalu mendorong pintu itu begitu saja.

Seolah tahu bahwa yang sedang duduk dengan kacamata anti radiasi di hadapan laptop yang menyala itu adalah sang ibu, Cakra kembali menangis keras. Kedua tangan mungilnya terjulur minta diraih.

Sadar ada kegaduhan di depan ruangannya, Briona menoleh dan menemukan suami serta bayi mereka yang sedang menangis keras. Berdehem canggung, Briona menatap ke arah laptop yang menampilkan para petinggi Rose Square lengkap dengan ayah mertuanya, Rajendra yang justru tersenyum maklum.

“Sepertintya rapat kali ini sudah cukup,” Rajendra membuka suara.

Para petinggi akhirnya meninggalkan meeting virtual mereka satu persatu dan Briona menghela napas.

Kama mendekat, menyerahkan bayi mereka kepada sang ibu.

“Dia baru aja minum asi dan tidur. Kamu nggak habis gangguin dia lagi kan, Mas?” Menyambut tubuh Cakra, Briona melirik sinis ke arah suaminya. Bukan tanpa alasan, hal ini memang sering terjadi. Kama yang selalu merasa gemas terhadap sang putra ketika tidur selalu memberi kecupan bertubi-tubi tanpa henti.

“Kali ini enggak, Bri.” Kama membela diri. “Aku lagi siap-siap, tiba-tiba dia nangis.” Kama menunjuk kemeja yang dipakainya yang belum terpasang dasi. Membuktikan kepada sang istri bahwa kali ini dia sama sekali tidak mengganggu tidur putra mereka.

Briona hanya mendengus. Lalu berjalan keluar dengan Cakra yang sudah diam dan memainkan rambutnya yang diurai menjuntai.

Mereka melangkah kembali menaiki tangga dengan Kama yang berjalan di belakang sang istri. Beberapa minggu setelah pernikahan mereka, Kama memutuskan untuk resign dari perusahaan yang telah beberapa bulan menampungnya. Memilih mendirikan perusahaan kecil yang berada di bidang kargo. Dengan sedikit bantuan dari sang Papa, kantornya berhasil bekerjasama dengan Rose Square.

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang