🌹28; Menyembuhkan Diri

6.7K 701 37
                                    

🌹🌹🌹

Banyak orang yang tidak tahu, bahwa pemandangan hijaunya sawah serta gunung-gunung yang berkabut merupakan self healing yang mahal harganya.

Bukan hanya kesibukan kota yang membuat kita kehilangan waktu untuk menikmati indahnya kicauan burung dan ketenangan tiada tara di malam hari, namun juga kebanyakan mereka yang tidak tahu pasti lebih memilih berlibur ke luar negeri atau Bali untuk menghabiskan waktu liburnya.

Namun itu tidak berlaku untuk Briona. Setelah mengajukan cuti mendadak yang tidak tahu sampai kapan, dia memilih pergi ke sebuah pelosok di Jogjakarta. Tempat di mana Nenek Rumi, salah seorang pengasuhnya saat di panti asuhan tinggal.

Kehadirannya disambut dengan sangat baik. Dia masuk ke dalam rumah bercat putih sederhana itu dan merasa senang diterima layaknya sebuah keluarga.

“Lama nggak ketemu kamu, Bri. Nenek kangen sekali.” Rumi memeluk Briona dengan erat. Umurnya kini sudah enam puluh satu, namun masih tampak kuat melakukan apapun dengan tubuhnya yang sudah tidak seprima dulu.

“Briona juga. Nenek sehat, kan?”

Rumi mengendurkan pelukan, lalu tersenyum. Ada kerut di ujung matanya. “Alhamdullilah sehat. Nenek senang sekali saat Ibu Melody kasih kabar kalau kamu mau ke sini.”

“Semoga Nenek nggak keberatan kalau aku di sini untuk beberapa hari.”

“Ya sama sekali nggak keberatan, Bri. Terakhir kali Nenek lihat kamu, dulu kamu masih SMA. Setahun sebelum Nenek memutuskan pulang ke sini.”

Terakhir kali pula Briona datang berkunjung ke panti asuhan tempat di mana dirinya dibesarkan. Karena sejak tahu kalau Nenek berwajah lembut yang dulu merawatnya sejak kecil tidak lagi berada di sana, Briona berhenti berkunjung. Beruntung Melody masih menyimpan kontak putri dari Rumi, sehingga Briona tidak sulit untuk mengetahui keberadaannya.

“Ini loh, Nduk, Mbak Briona yang sering Ibuk ceritakan,” ucap Rumi kepada seorang gadis berhijab yang sejak tadi pula ikut menyambut kedatangan Briona ke rumahnya.

“Saya sama Mbak Ayu sudah saling kirim pesan dari lama, Nek.” Briona membalas. Putri bungsu dari Nenek Rumi itu memiliki umur yang terpaut tidak terlalu jauh dari Briona. Dua puluh empat, namun entah kenapa, masih memilih melajang sampai sekarang. Tidak seperti gadis desa kebanyakan.

“Sesuai sekali Mbak Bri dengan deskripsi yang diceritakan Ibuk. Cantik dan terlihat sekali aura wanita karirnya,” balas Ayu sambil tertawa sopan.

Briona tersenyum kecil mendengar pujian itu. Mungkin, mulai sekarang, wanita karir bukan lagi kata yang perlu disematkan untuk wanita sepertinya. Memang dia tidak mengajukan surat resign ke perusahaan, namun juga tidak ada niat untuk kembali. Entahlah, itu bisa dipikirkan nanti.

Setelah berbincang sebentar dengan Rumi dan keluarganya—suami serta putri bungsunya karena tiga anaknya yang lain sudah berkeluarga dan tinggal terpisah, Briona diizinkan untuk mendiami sebuah kamar sederhana. Hanya ada satu ranjang yang muat ditiduri satu orang, serta satu lemari kecil. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya, melainkan tirai jendela, yang begitu dibuka, matanya langsung menangkap pemandangan hijau dari sawah yang baru saja selesai tanam.

Ini adalah pemandangan yang diharapkannya untuk melepas penat, membasuh luka, serta penyembuh bagi seluruh lelah yang dibawanya dari kota.

Tidak ada yang tahu di mana dirinya berada selain Melody dan Rajendra. Briona ingin menghilang sebentar dari orang-orang yang mengenalnya. Entah kenapa, dia hanya ingin melakukan itu. Pergi ke desa tanpa ada yang bertanya kenapa. Karena mengulang kembali alasan yang membuatnya pergi, tentu tidak bisa dia ucapkan dengan tidak sakit hati.

Sedangkan semua masalah perceraiannya dia serahkan kepada pengacara yang telah ditunjuk Elang. Usai tanda tangan, Briona sudah tidak mau tahu apa-apa lagi.

Selesai memasukkan pakaiannya yang hanya dia bawa sedikit itu ke dalam lemari yang sempit, Briona memutuskan untuk keluar. Dengan handuk yang melingkar di leher, dia keluar membawa peralatan mandinya.

“Mbak Bri, nggak makan dulu?” Ayu yang sedang menyusun piring ke dalam rak kayu menoleh.

Briona menggeleng. “Saya mau mandi dulu. Gerah.” Lalu celingukan. Dia melihat dua pintu di dalam dapur dan tidak tahu di mana letaknya kamar mandi.

“Sebelah sana, Mbak.” Telunjuk Ayu mengarah pada satu pintu yang berada di sudut ruangan.

Briona mengucapkan terimakasih lalu masuk ke dalam. Dia mengernyit ketika kakinya yang telanjang menginjak ubin kamar mandi yang kuning dan licin. Dia menyiramnya beberapa kali sampai dirasa sedikit bersih. Sebelum memutuskan mandi dengan air super dingin khas di perdesaan.

Briona berharap sekali, semoga keberadaannya di sini bisa membuatnya menemukan self healing yang sejak dulu dirinya butuhkan.

🌹🌹🌹

Kama berdiam diri di dalam kamarnya seharian. Duduk di pinggir jendela dengan tangan yang masih memegang botol kaca yang tadi ditemukannya di dalam kamar Briona. Ada banyak sekali di sana. Dia butuh untuk memastikannya ke dokter secara langsung untuk memastikan dugaannya.

Tapi ... Untuk apa? Kama tercenung lama. Mereka berdua sudah memutuskan untuk berpisah, pun Briona sudah pergi dari rumahnya, atau mungkin kehidupannya. Namun sisi dari hati Kama yang lain tetap penasaran, juga khawatir ketika menemukan banyaknya botol yang dia duga sebagai obat penenang dosis tinggi.

Lalu, setelah selesai mengamati botol itu, dia mendengar suara ketukan pintu. Sarah muncul setelah Kama berteriak mengizinkan.

“Ada tamu, Tuan.”

Kening Kama berkerut. “Siapa?”

“Nggak tau. Perempuan. Muda, cantik.”

Kama berdiri segera. Aleta. Dia sudah menduganya. Dan benar saja, gadis itu duduk tegang di sofa ruang tamu. Menggunakan topi dan pakaian serba hitam. Wajah pucatnya langsung mendongak ketika bertemu tatap dengan Kama.

“Mas Kama ....”

🌹🌹🌹

Kira-kira, ada perlu apa gerangan ke mari, Neng Ale? Kangen? Atau ...?

Bocoran;  31 adalah bab terepic 😋 coba tebak apa?

Vidia,
28 September 2021.

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang