🌹16; Cinta

4.4K 624 36
                                    

🌹🌹🌹

“Pulang bareng aku.”

Briona terkejut saat membuka pintu ruang kerjanya. Menemukan Kama yang berdiri tegak di sana, mengucapkan kalimat yang tak kalah datarnya dari tatapan matanya sendiri.

“Mama masih di rumah. Akan mencurigakan kalau kita pulang sendiri-sendiri,” jelas Kama saat menemukan wajah kebingungan dari Briona.

Ah, sandiwara lagi? Briona mengangguk mengerti. Mengikuti langkah Kama dalam diam. Namun pria itu tidak menuju lift, melainkan pintu lain dan segera mengetuk nya.

Briona tahu pasti siapa pemilik ruangan itu. Ya, Aleta. Terbukti dari gadis bertubuh mungil pemilik senyum ceria itu langsung keluar dari sana.

Namun senyum Aleta langsung lenyap begitu menyadari ada Briona yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Berganti menjadi senyum canggung dan sedikit kaku.

“Aku anterin kamu pulang dulu,” ucap Kama. Menggandeng tangan kekasihnya lalu berlalu begitu saja menuju lift.

Briona menghela napas, lalu mengikuti saja. Berdiri seperti biasa, seolah sedang tidak bersama siapa-siapa.

Sampai dia masuk ke kursi bagian belakang mobil milik Kama, tidak ada yang bersuara. Seolah suasana sunyi di dalamnya sedang tidak ingin dipadamkan oleh siapa-siapa.

Dan saat itu, entah kenapa, dering ponsel milik Briona seolah menjadi penyelamat untuknya. Nama Elang bergetar di sana.

Briona tersenyum, sejak dulu, kehadiran pria itu memang selalu meringankan pundak Briona.

“Hm?” Briona menyahut ketika seseorang di seberang sana memanggil namanya.

Dara bilang kamu pulang sama Kama hari ini?”

Briona mengangguk, seolah Elang bisa melihat anggukannya. “Ada Mama di rumah.”

Dan dia minta kamu sandiwara lagi?” Ucapan Elang terdengar sinis.

“Bukan cuma aku, dia juga.” Bukan cuma Briona yang menderita. Karena Briona yakin sekali Kama pun merasakan hal yang sama. Dipaksa menikah dengannya di saat Kama mempunyai pujaan hati yang diimpikan menjadi masa depan, pasti menyakitkan sekali. Briona mencoba mengerti.

Dan dari sini, Briona bisa mendengar Elang menghela napas kuat. “Tapi sampai kapan, Bri?

Briona menggigit bibir bawah. “Kita nggak akan membicarakan itu sekarang.”

Kapanpun kamu membutuhkan aku untuk mengumpulkan bukti-bukti perselingkuhan suami kamu, aku ada, Bri.” Suara itu terdengar putus asa.

“Elang.”

Aleta langsung melirik ke arah Kama ketika Briona selesai menyerukan sebuah nama. Dia yakin sekali Kama juga mendengar percakapan di belakang sana. Namun wajah kekasihnya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Datar dan seolah tidak mendengar apa-apa.

Lalu mobil berhenti di sebuah perumahan tepat dengan Briona yang mengakhiri panggilan teleponnya. Dalam diam, dia memperhatikan kedua pasangan itu bercengkerama. Kama yang memajukan tubuhnya sekilas untuk mencium kening Aleta, juga gadis itu yang kembali menunjukkan senyum canggung kepada Briona sebelum pamit untuk turun.

Briona yang masih diam di belakang mengernyit karena mobil justru tidak kembali berjalan. Dia yang semula ingin memasang earphone mengurungkannya ketika Kama justru membeku di depan sana.

“Kenapa?” tanyanya kemudian.

Kepala pria di depannya sedikit menoleh, “Pindah ke depan.”

Kernyitan pada kening Briona semakin dalam. Dia tidak pernah duduk berdampingan dengan Kama jika sedang tidak ada Mama atau harus bersandiwara. Sedangkan sekarang sedang tidak ada siapa-siapa.

“Kamu nggak dengar?” Kama mengatakan kalimat itu dengan ketus. Demi apapun, berinteraksi dengan Briona setelah sekian lama, kenapa terasa menyulitkan sekali?

Briona menurut, membuka pintu mobil sebelum pindah ke depan. Duduk di samping Kama yang langsung menjalankan mobilnya.

Mereka kembali diam. Briona yang sibuk memandang ke jendela menikmati pemandangan malam yang sebenarnya biasa-biasa saja, juga Kama yang menyetir kaku. Wajahnya yang datar tampak menakutkan di bawah lampu mobil yang remang-remang.

“Kalau kamu punya pacar dan mencintainya, kenapa kamu malah repot-repot mempertahankan pernikahan ini.” Suara Kama kembali terdengar.

Briona menoleh. “Karena aku nggak ingin mengecewakan Mama.” Dia dan Elang tidak pacaran, tapi dia malas menyangkal. Biar saja Kama beranggapan begitu. Toh, pria itu tidak akan peduli juga.

Dan mendengar jawaban Briona, senyum Kama tampak tersungging sinis. “Mau sampai kapan, Bri?”

“Kenapa bukan Mas Kama saja yang menceraikanku?” Karena itu sepertinya lebih mudah dilakukan. Briona akan terlihat tidak tahu diri di hadapan kedua orang tuanya jika menuntut cerai dari Kama terlebih dahulu.

“Kamu mau membuat aku dicoret dari kartu keluarga?” Kama menjawab dingin, sedingin udara malam yang mulai menggerogoti mereka. Apa Briona lupa, bagaimana perlakuan kedua orang tuanya jika Kama berani menyakiti putri kesayangan mereka sedikit saja? Untuk hal kecil saja Kama pasti mendapat hukuman. Apa lagi menceraikan lalu perselingkuhannya dengan Aleta terbongkar, Kama tidak berani membayangkan bagaimana kehidupannya jika itu terjadi.

Ya, mungkin mereka memang ditakdirkan untuk terjebak di dalam pernikahan penuh kesakitan seperti ini.

“Tapi ... Bukannya kamu mencintaiku?” Kama kembali menyuarakan kalimat yang terduga.

Sedangkan Briona terkesiap di tempatnya. Menatap Kama dengan mata membulat tidak percaya.

“Aku pernah bilang kan, aku nemuin buku harian kamu,” jelas Kama ketika sekilas dia melihat kebingungan di mata sang istri.

Briona segera menunduk. “Itu buku lama.” Meski dia masih bingung apakah perasaannya saat ini masih sama atau tidak, tapi dia perlu menyelamatkan harga diri.

Kama mengangguk sekali. “Bagus kalau begitu,” katanya. Mobil mulai bergerak memasuki komplek perumahan elit tempat mereka tinggal. “Jangan menyisakan sedikitpun perasaan untukku. Karena kamu tahu, aku nggak akan membalasnya.”

Senyum tipis terbit di bibir Briona. Jika dilihat lebih jelas lagi, ada getir di sana. “Mas Kama percaya diri sekali.”

🌹🌹🌹

Bonus untuk hari ini buat para pembacaku yang baik hati ❤ Untuk yg udah baca duluan di Karyakarsa udah nggak penasaran lagi dong yaaaa 😆

Vidia,
03 September 2021.

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang