🌹37; Ciuman Terakhir

6.9K 676 54
                                    

🌹🌹🌹

“Malam itu ... Aku lihat kamu dan Elang berciuman. Di parkiran.”

Kesiap kecil muncul dari bibir Briona. Matanya membulat sebelum mendongak memperhatikan Kama.

Senyum tipis terbit di bibir pria itu. “Aku nggak akan membela diri dengan menyudutkan hubunganmu dengan Elang, Bri. Karena bagaimanapun, aku tetap salah. Perlakuanku terhadap kamu memang keterlaluan sekali.”

Briona kembali ke posisi semua. Matanya lurus menatap ke depan. Ada embun tipis menyelimuti netra coklatnya. “Kenapa Mas Kama baru bilang sekarang?”

Menjadi wajar di benak Briona kenapa Kama selalu keras kepala sekali setiap Briona memberitahu bahwa dirinya tidak ada hubungan apa-apa dengan pria lain termasuk Elang.

“Karena pikirku waktu itu ... Toh aku juga masih berhubungan dengan Aleta. Tapi aku juga masih bertanya-tanya, kenapa kamu mau menerima permintaan Mama kalau memang mencintai pria lain.”

“Aku juga udah pernah bilang, Mama memohon bahkan sampai berlutut, mana mungkin aku tega melihat Mama seperti itu.” Mengingatnya saja, Briona sudah hampir menangis.

“Cobalah untuk memikirkan diri kamu sendiri, Bri. Seandainya permintaan Mama memberatkan kamu, kamu harus tega untuk menolaknya,” kata Kama dengan tegas.

“Aku akan coba.” Briona menjawab. “Karena aku nggak mau menyesal untuk kali ke dua.”

Menikah dengan Kama adalah penyesalan terbesar Briona. Karena Briona tahu pasti, bukan hanya dirinya yang terluka, tapi Kama juga. Keduanya terjebak di dalam pernikahan penuh drama.

Di sisi lain, Kama terdiam setelah Briona menyelesaikan kalimatnya. Dia menunduk. Sembilu menusuk dadanya entah apa penyebabnya. Seharusnya wajar saja, jika Briona menyesal setelah keputusannya menikah dengan Kama akibat perlakuan Kama yang keji. Itu manusiawi. Briona masih punya hati, yang tentu akan merasa terluka jika terus menerus Kama sakiti.

“Bri, boleh aku minta satu hal?”  Kama tidak tahu apakah dia pantas mengajukan permintaan ini atau tidak, namun dia merasa harus melakukannya. “Sesekali, kepada siapapun, sekalipun itu Mama atau Papa, jangan terlalu menurut jika itu bertentangan dengan yang kamu inginkan. Karena kebahagiaan yang kamu impikan, hanya kamu sendiri yang bisa tentukan. Bukan pilihan Mama-Papa atau orang lain.”

Kenapa suasana di dalam bus yang cerah ini mendadak sendu sekali, ya? Entah kenapa Briona merasa bahwa ini merupaka percakapan terakhir mereka.

“Aku akan coba,” jawabnya lagi. Matanya semakin berkaca. Sesak itu muncul dengan tiba-tiba. “Setelah ini ... Mas Kama mau ke mana?”

Kama menghela napas sambil menyandarkan kepalanya. Lalu diliriknya sang ‘istri’ yang memasang wajah sendu. Dia memberanikan diri menggerakkan sebelah tangannya untuk mengusap kepala Briona.

Tidak menjawab apapun, kini Briona yakin sekali jika yang ada di pikirannya adalah benar. Pria itu berniat pergi, entah ke mana. Seperti janjinya semula. Jika Briona muak melihat wajahnya, Kama akan menyingkir dengan sendirinya.

Namun bagaimanapun, setelah tujuh tahun, mereka memang mempunyai hidup sendiri-sendiri, kan? Briona tidak seharusnya merasa sedih seperti ini. Kama juga berhak bahagia, bersama Aleta atau siapapun wanita yang dipilihnya.

Second Chance [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang