14.

294 184 345
                                    

Dua orang yang terpaut umur yang cukup jauh itu sedang bertemu di sebuah cafe berdominasi aroma kopi itu. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Maaf, Tante mengganggu waktu kamu, Ar?"

"Iya, nggak apa-apa Tante. Saya juga libur bekerja,"

Liana menatap cowok di depannya dengan lekat. "Tante mau tanya sama kamu,"

Aryan mengangguk. "Boleh, tanya aja, Tan,"

"Mm, kamu sudah mengetahui perihal trauma Alya, kan?" Aryan mengangguk sebagai jawaban.

"Sebelum lebih jauh lagi, saya mau ceritakan apa yang perlu saya ceritakan di sini,"

Liana terlihat cemas akan membeberkan kejadian itu. Begitu pula Aryan yang antara siap dan tidak siap untuk mendengar fakta tersebut.

Liana terlihat menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mengisi pasokan oksigen pada paru-parunya sebelum bersiap untuk menceritakan semuanya.

"Jadi memang benar Alya mempunyai trauma tentang masa lalunya. Dia mengalami kejadian yang sangat menyedihkan sewaktu dia mau naik ke kelas 3 SMP. Dia punya pacar, namanya Revan. Saat itu mereka belum mengerti apa arti cinta yang sebenarnya. Hingga mereka terlampau jauh dalam berpacaran. Hubungan mereka sudah cukup dekat hingga naluri dan perasaan mereka juga sangat kuat,"

Aryan mendengarkan dengan seksama.

"Keduanya saling menyayangi dan mencintai satu sama lain. Saya sudah melihat bukti nyata antara keduanya. Saya juga heran sama mereka yang masih belum cukup umur namun sudah mampu bersikap layaknya orang dewasa. Revan yang sangat pengertian mampu membuat Alya menyayanginya lebih dari apapun. Begitu juga Alya yang sangat periang itu membuat Revan semakin nyaman bersamanya,"

"Hingga suatu hari kejadian nahas terjadi,"

Liana menghentikan kalimatnya lantas menarik napas sebentar dan menghelanya dengan gusar. Aryan menggenggam tangannya sendiri, merasa terbawa suasana pada setiap kata yang wanita berpakaian mahal tersebut lontarkan.

"Revan mengalami kecelakaan, tidak banyak yang tahu karena keadaan Alya sendiri tidak terlalu baik. Ia mengalami demam yang lumayan tinggi. Saya yang bingung waktu itu hanya merahasiakan kecelakaan Revan padanya. Saya tidak mau membuat putri saya semakin drop setelah mendengar jika pacarnya mengalami kecelakaan. Namun sayangnya ia sudah mendengar sendiri ketika orang tua Revan menghubungi saya melalui telepon,"

"Sampai tidak memperhatikan keadaannya, Alya nekat keluar rumah dan menuju rumah sakit, dan ternyata Revan sudah meninggal sesaat sebelum Alya tiba di sana. Ketika Alya mengetahui jika Revan telah meninggal ia begitu frustasi dan keadaannya sangat menyedihkan. Sampai akhirnya ia belum sepenuhnya ikhlas jika harus kehilangan Revan secepat itu. Menurutnya Revan tidak akan pernah meninggalkannya, namun takdir berkata lain,"

Aryan menatap Liana dalam.

"Sejak saat itu keadaan Alya sangat buruk, mental dan fisiknya sama-sama hancur dalam waktu bersamaan. Saya sendiri sudah berusaha untuk menyakinkannya jika semua itu sudah takdir Tuhan, namun Alya masih merasa sulit untuk melepas orang yang sangat ia sayang itu,"

"Dan mengapa Alya begitu takut saat di rumah sakit? Karena secara langsung otaknya berputar pada kejadian itu, kejadian yang sangat membuatnya terpukul,"

"Cukup lama dia mampu bangkit dari masa terberatnya itu. Dia juga sempat mengalami depresi hingga mengurung diri di kamarnya sampai beberapa hari."

Tanpa ia sadari Liana meneteskan air matanya, mengingat masa lalu yang buruk memang bukan keinginannya, namun jika terus menerus menyembunyikan fakta sangatlah naif.

ARYAN [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang