Alya meremas ponselnya karena belum kunjung menerima kabar apapun dari cowok itu. Kemana perginya sampai ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Tidak mungkin cowok itu tidak kembali mengingat masih ada hari esok untuk pelaksanaan ujian terakhir.
Gadis itu masih belum menemukan dugaan kemana perginya cowok itu, sedari tadi ia juga sama sekali tidak menyentuh buku pelajaran untuk ujian besok. Awalnya ia sangat ingin mendalami materi itu karena belum mampu menguasainya, namun pikirannya terus terpusat pada cowok itu.
Kembali ia mengecek ponselnya berharap ada pesan atau panggilan yang masuk dari cowok itu, tapi hasilnya hanya harapannya saja.
Di tengah kekalutannya ia mendengar suara dentuman keras dari luar, setelah ia melangkahkan kakinya keluar ternyata suara itu berasal dari kamar di sebelahnya. Ya, kamar Dion. Entah apa yang terjadi suara itu semakin menjadi. Bahkan ada suara menggelegar seperti hantaman pada barang berbahan kaca atau semacamnya.
Alya bergidik ngeri memikirkan kemungkinan apa yang terjadi di dalam kamar tertutup itu.
"Arrgghh...
"Bangsat, dasar pengecut..
"Anjing..
Umpatan-umpatan begitu saja masuk dalam pendengarannya, sangat jelas jika kakak tirinya itu sedang emosi sekarang. Tanpa mau mencampuri masalah orang lain, ia segera berbalik dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat tidak mau menjadi samsak pelampiasan emosi cowok itu.
Alya mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang, namun tanpa sengaja kakinya menginjak sebuah benda yang tidak ia ketahui. Ia menunduk dan mengambilnya, sebuah figura kecil dengan foto dua orang remaja di dalamnya dan terlihat keduanya tersenyum ke arah kamera. Senyumnya yang getir kembali terukir, ia mengusap foto itu dengan perasaan lain.
Revan Deandra, nama yang begitu familiar di dalam kehidupan gadis itu, cowok yang sudah ia anggap menjadi tujuan hidupnya saat itu. Merencanakan masa depan dengan imajinasi yang mereka berdua ciptakan membuatnya tersenyum ketika mengingatnya.
Cowok dengan tubuh gempal yang selalu memberikannya kenyamanan juga rasa kasih sayang yang sebenarnya. Baginya Revan adalah separuh hidupnya saat itu. Bayangannya mengingat pada kejadian malam itu yang menurutnya sudah menjadi ujung dari kisahnya dengan Revan Deandra. Namun sekarang cowok itu kembali entah bagaimana konsep alam bisa memunculkan fakta seperti itu.
Oke, jika kamu masih percaya sama aku, kita ketemu di kafe deket sekolah setelah ujian selesai, aku harap kamu masih percaya, Al.
Kalimat itu kembali terngiang di kepalanya, dan benar saja besok adalah hari terakhir ujian akan selesai, dan besok juga.. ah sudahlah memikirkan hal itu semakin membuat kepalanya seakan meledak malam ini juga.
Tanpa ia sadari tubuhnya sudah berbaring di atas kasurnya dan jangan lupakan figura kecil itu masih tergenggam di tangannya.
##
Hufftt...
Akhirnya Alya bisa bernapas lega karena ujian sudah usai, semua kerja kerasnya selama ini sudah ia kerahkan dan hanya keyakinan yang ia miliki saat ini. Perihal hasil ujian tersebut ia tidak terlalu berharap lebih, pikirannya hanya ingin cepat naik kelas dua belas dan lulus dengan nilai memuaskan suatu hari nanti.
Benar saja, Aryan juga tidak menunjukkan batang hidungnya hari ini. Mungkinkah ia menyengaja tidak masuk ujian hari ini dan akan mengikuti ujian susulan nantinya. Tidak biasanya cowok dengan segudang kepandaian juga ambisiya itu bisa absen ujian.
Langkahnya gontai menyusuri koridor yang penuh sesak lautan manusia yang di dominasi seragam putih abu itu. Sorak-sorak mulai terdengar di sepanjang koridor, mereka yang bahagia karena ujian telah selesai dan bersiap untuk menjadi senior di sekolah ini. Menjadi kakak kelas paling tinggi memang kebanggaan tersendiri bagi sebagian orang, namun tidak bagi Alya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN [ Revisi ]
Teen Fiction"Hmm, gua punya info penting buat lu?" Alya yang tertarik menghentikan langkahnya dan menatap Aryan penuh tanya. "Apaan?" Aryan mendekatkan wajahnya ke arah Alya "Rasa sayang gua sama lu masih sama malah makin tambah" bisiknya. Alya melotot sedang...