Satu jam lagi operasi Dina di mulai sedari tadi Aryan hanya berharap cemas dan tidak bisa tenang. Cowok itu memikirkan bagaimana hasil dari transplantasi yang akan ibunya lalui nanti. Apakah berhasil seperti harapannya atau malah sebaliknya.
Kembali ia menarik napas untuk menenangkan diri. Di dalam ruangan itu ibunya sudah menjalani tahap pra-operasi lalu lalang perawat juga dokter semakin menambah kecepatan jantungnya berdetak. Keringat dingin sudah mengucur deras di pelipisnya.
Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah berharap yang terbaik dan berdoa agar semuanya berjalan lancar. Di kursi tunggu itu tangannya menengadah dengan kedua matanya yang terpejam meminta pertolongan kepada Tuhan untuk keselamatan dan kelancaran proses operasi ibunya nanti.
Sekali ini saja Tuhan aku berharap kembalikanlah bunda pada keadaan seperti biasa. Angkatlah penyakitnya dan jauhkanlah dari tubuhnya.
Tuhan, aku mohon...Hanya tertinggal beberapa menit lagi menuju proses operasi itu. "Kamu yang tenang, yakinkan dirimu jika semua baik-baik saja," ucap seorang dokter yang tiba-tiba duduk di sampingnya.
"Dok, lakukan yang terbaik saya mohon," ucapnya lirih menatap dokter itu lekat.
Dokter dengan setelan jubah operasi berwarna hijau itu menurunkan maskernya lantas tersenyum simpul. "Berdoa saja, hanya Tuhan yang berkehendak atas semua ini," dia menepuk bahu anak muda itu menyalurkan semangat untuknya.
Setelahnya seorang perawat mendekat dan memberitahukan jika operasi akan segera dimulai. Dokter itu bangkit dan memasuki ruangan operasi setelah mengiyakan perawat itu.
Aryan kembali di rundung rasa cemas saat ini memikirkan bagaimana ibunya nanti. Tiba-tiba ponselnya bergetar ada panggilan masuk di ponsel itu. Ada satu nama yang muncul di layar tersebut membuat hatinya sedikit tenang.
"Halo, Al,"
"Gimana, Ar?"
"Baru aja dokternya masuk, Al, operasinya bentar lagi di mulai."
"Semoga semua lancar ya, Ar, gue doain dari sini."
"Lo udah makan?"
"Gue nggak laper."
"Makan, Ar, udah jam segini juga. Kesehatan lo juga penting,"
"Iya, nanti gue makan."
"Semangat, ya, berdoa yang terbaik buat bunda."
"Iya, makasih, Al."
"Lo dimana sekarang?"
"Gue di rumah sih, gabut nggak ada kerjaan."
"Bukannya hari ini pengambilan raport, ya."
"Belum, masih besok, Ar. Lo tenang aja besok biar gue yang urus punya lo."
"Thanks."
"Mama lo bisa ambil raportnya?"
Terdengar helaan napas berat di seberang sana. "Belum tahu, Ar, tapi gue udah ngomong kemarin."
"Yakin aja, semoga Mama lo sempetin waktunya."
"Hmm, semoga aja."
Perbincangan itu terus berlanjut hingga membuat cowok itu sedikit melupakan kecemasannya tentang operasi ibunya itu. Alya yang juga sudah mengetahui jadwal operasi itu hanya berniat untuk sedikit menghiburnya. Walaupun hanya sebatas sambungan telepon sudah mampu menebus rasa rindunya pada cowok itu.
Akhirnya cowok itu menuruti permintaan Alya yang menyuruhnya makan iapun menuju kantin rumah sakit untuk mengisi perut karena dari semalam tidak makan apapun. Pikirannya yang kalut hingga melupakan jika perutnya kosong.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN [ Revisi ]
Teen Fiction"Hmm, gua punya info penting buat lu?" Alya yang tertarik menghentikan langkahnya dan menatap Aryan penuh tanya. "Apaan?" Aryan mendekatkan wajahnya ke arah Alya "Rasa sayang gua sama lu masih sama malah makin tambah" bisiknya. Alya melotot sedang...