"Lo jahat banget sih sama gue," ketus Alya.
"Lah, jahat apanya sih, gue cuma mau bantuin lo aja."
"Apaan sih, gue nggak suka, ya,"
Aryan menghela napas. "Gue nggak mau punya istri bego," Ucapan Aryan barusan mampu mengena di hati Alya. Ia hanya mengernyitkan dahi dan menatap Aryan kesal.
"Dih, istri nggak tuh, dahlah gue mau pulang," ucap Alya sembari bangkit dari duduknya, namun belum sampai ia berdiri tangannya sudah ditahan oleh Aryan.
"Eitss, nggak bisa gitu dong, ini udah masuk persyaratan. Jadi lo nggak bisa nolak lagi."
Alya mendengus kesal. Ia tidak berhenti merutuk dalam hati, jika akhirnya begini ia tidak akan mau mengemis jawaban pada cowok itu.Ya, persyaratan satu pihak yang diberikan oleh Aryan adalah mengharuskan Alya untuk belajar private dengannya dan lebih parahnya lagi hanya dia yang bisa menentukan kapan dan di mana kegiatan belajar tersebut.
Bagi Alya ini sangat menyebalkan, bagaimana mungkin otaknya yang pas-pasan dipaksa belajar dengan cowok itu. Tidak biasanya Aryan memberi persyaratan jika gadis itu menyalin jawabannya, entah mengapa kini ia begitu niat untuk mengajari gadis itu. Mungkin ada keajaiban Tuhan sehingga Aryan yang dengan senang hati mau mengajari gadis berotak standar itu.
"Udah ngedumelnya?" tanya Aryan.
Alya menatap Aryan datar. "Mau lo apa sih, Ar, lama-lama lo ngeselin banget tahu, nggak?"
"Gue cuma mau lo pinter," ucap Aryan sambil mengetuk pelan kening Alya dengan bolpoin.
"Kalo gue bego kenapa? Lo nggak mau gitu temenan sama gue lagi, iya kan? Lo malu punya temen bego kayak gue, lo-...
"Ssttt, napas dulu kalo ngomong ntar keselek gimana?" potong Aryan dan jarinya sudah mendarat di depan bibir Alya.
"Gue cuma mau bantu lo aja, apa salahnya sih belajar kan ada hasilnya. Kita itu udah kelas sebelas, nggak malu sama adik kelas yang lebih pinter?"
"Emang udah sinting lo, Ar, habis kecelakaan nggak tobat malah makin ngeselin. Oh, jangan-jangan lo ketempelan jin, ya?" ucap Alya bergidik ngeri.
Aryan mengernyitkan dahinya. "Yakali."
"Udah deh kita mulai aja belajarnya sekarang," Aryan mulai membuka buku modulnya.
"Eh, gue laper, Ar" keluh Alya. Sebisa mungkin Alya mencari alasan untuk memperlambat acara belajarnya itu. Jujur saja ia sangat malas jika otaknya harus berpikir lagi di siang hari yang cukup panas itu.
"Hmm, gue beliin makan, lo kerjain dulu soal ini." Aryan menyodorkan buku tulis yang sudah tertera beberapa butir soal didalamnya.
Alya melotot menatap buku itu dengan kesal. "Sejak kapan lo siapin soal-soal kayak gini?"
Aryan hanya menyunggingkan senyum dan beranjak pergi meninggalkan Alya yang masih cengo.
"Aryan jangan lama-lama, gue takut sendiri." teriaknya namun Aryan sama sekali tidak mendengar, ia sudah keburu jauh menuju kantin.
Walaupun keadaan sekolah tidak terlalu sepi, namun Alya tetap saja merasa takut. Di luar masih ada beberapa anak yang mengikuti ekskul dan terlihat sedikit ramai.
Alya membolak balikkan buku di tangannya, sungguh ia tidak memiliki niat untuk menjawab atau mengisi soal-soal itu. Lagi pula perutnya juga kosong, percuma kalo mau diajak kerja sama tidak akan bisa.
"Gimana?" tanya seseorang yang baru saja masuk dengan makanan di tangannya.
"Hah, i-ini lagi dikerjain kok," ucap Alya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN [ Revisi ]
Teen Fiction"Hmm, gua punya info penting buat lu?" Alya yang tertarik menghentikan langkahnya dan menatap Aryan penuh tanya. "Apaan?" Aryan mendekatkan wajahnya ke arah Alya "Rasa sayang gua sama lu masih sama malah makin tambah" bisiknya. Alya melotot sedang...