Saat gerbang sekolah hanya tinggal beberapa langkah lagi di depannya, sialnya malah bertemu dengan orang itu. Alya mendelik menatap cowok di hadapannya. "Gu-gue mau ke toilet, Kak," bohongnya sembari melangkah.
"Arahnya bukan ke situ."
Alya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ahh, masa sih. Perasaan lewat sini deh," Alya mencoba untuk terlihat biasa saja.
"Balik kelas sekarang!"
Gadis itu menghela napasnya sejenak lantas menatap cowok itu. "Oke, jadi gini, Kak. Gue tadi berangkat ke sekolah naik taksi, setelah sampai sini gue masuk kelas dan pas banget bel masuk berbunyi."
Hans Aditama_yang notabene ketua OSIS itu menyimak perkataan Alya. Tidak lupa wajahnya yang datar seakan menyelidik gelagat gadis itu yang mencurigakan.
"Gue duduk tuh di bangku gue, terus ada guru dateng. Ini semua tuh nggak adil, Kak, kita kan murid yang punya hak buat dapet ilmu di sekolah ini, tapi nyatanya gue malah dapet dua pilihan dan pilihannya itu buat gue bingung Kak, dua-duanya itu terlalu buruk buat gue pilih," Alya mencuap-cuap dengan semangatnya.
Hans mengernyitkan dahinya. "Terus kesimpulannya?"
Alya mengerjapkan mata di balik kacamatanya. Sejak tadi ia mengira jika dia menjelaskan apa yang terjadi itu dengan kata-kata tingginya akan mudah di terima oleh cowok itu namun ternyata hasilnya nihil.
"Beneran, Kak, lo nggak paham?" Alya menatap Hans tidak percaya.
Hans menggeleng. "Lebih tepatnya belum."
Kali ini ia mengetahui rahasia besar ketua OSIS kebanggaan sekolahnya itu atas kesulitan untuk memahami perkataannya.
"Gue kena diskriminasi, Kak," ucapnya lagi yang semakin membuat Hans bingung.
"Lo mau bolos, kan?"
"Cara lo salah," lanjutnya sedangkan Alya hanya bergeming di tempat.
Cowok itu menarik pergelangan tangan gadis itu menuju ruang BK. Alya yang memberontak seakan tidak terdengar di pendengaran cowok itu.
"Sial banget gue hari ini," umpatnya di dalam hati.
Tidak memerlukan waktu lama keduanya telah sampai di depan ruang BK. Hans membawa masuk gadis itu sementara Alya bersiap untuk kembali memperpanjang kata-katanya.
##
"Gue cariin dari tadi, lo di sini ternyata."
Alya mengangguk sekilas. "Udah istirahat, ya?"
"Hm, lo nggak denger bel tadi?"
Gadis itu menggeleng. "Perasaan gue duduk di sini nggak denger apa-apa."
Kini keduanya duduk santai di salah satu bangku taman samping sekolah. Alya masih setia dengan kacamata hitamnya dan terlihat tenang mengabaikan setiap tatapan orang yang memandangnya aneh. Ia juga sempat menyadari namun setelah ia berpikir karena tidak mengganggu orang lain ia hanya memasang wajah acuhnya.
"Udah, Al, lepas aja kenapa sih."
Alya menoleh. "Nggak."
"Lo nggak akan bisa masuk kelas kalo kayak gini."
"Biarin."
Aryan menghela nafas lelah menghadapi gadis keras kepala disampingnya itu. "Ck, dasar batu."
"Lo kenapa sih?"
Alya berdecak kesal. "Gue dapet hukuman."
"Dari Bu Ajeng?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ARYAN [ Revisi ]
Teen Fiction"Hmm, gua punya info penting buat lu?" Alya yang tertarik menghentikan langkahnya dan menatap Aryan penuh tanya. "Apaan?" Aryan mendekatkan wajahnya ke arah Alya "Rasa sayang gua sama lu masih sama malah makin tambah" bisiknya. Alya melotot sedang...