XXIII : Kematian Putra Sulung Virgil

649 126 7
                                    

Sharley memeluk Rezvon dari belakang. Papanya jelas terperanjat, tapi reaksi Sharley hanyalah tertawa. Rezvon mendengus, menaikkan kacamata yang miring. Dia menjewer pelan telinga Sharley. "Suka sekali ya mengagetkan ayahmu. Bagaimana dengan kunjungan Eloz?"

Rezvon menggaet tangan Sharley, membawa putrinya berjalan-jalan. Ia sudah menyelesaikan berkas kerajaan, sekarang mau makan malam. "Dia sudah baikan. Aku juga memberi saran padanya supaya tidak terus sendirian."

"Kau melakukannya dengan baik. Semoga setelah ini, Eloz bisa lebih terbuka dan tak merasa bersalah lagi. Kabar tentang kekalahan pasukan di Arlez telah menyebar dengan cepat seperti racun. Kini, kita harus menerima risiko dari itu. Eloz membutuhkan tempat bersandar, kau telah melakukannya. Itu bagus."

"Bagaimana dengan kerajaan lain? Apa Papa sudah mengabari mereka?" Mereka menaiki anak tangga berkarpet biru dongker menuju lantai dua. Kemewahan istana induk melebihi paviliun-paviliun, Sharley bertanya-tanya berapa banyak anggaran digunakan untuk mempercantik istana ini.

"Sudah, suratnya pasti sudah sampai sekarang. Tapi belum ada yang mengirim balasan. Keamanan kerajaan ditingkatkan dua kali lipat, warga saat ini sedang resah-resahnya. Banyak surat yang masuk ke ruanganku dari kelompok bangsawan, meminta rapat darurat dan penambahan petugas keamanan di rumah mereka. Cih, bangsawan, mereka hanya peduli pada diri sendiri." Rezvon membuat ekspresi jijik.

Sharley mengerti. Tidak di sini maupun Clexarius, bangsawan memang begitu. Memikirkan diri sendiri, meminta banyak hal dari keluarga kerajaan, menyogok dengan memberi hadiah, dan lain sebagainya. Itu hal wajar, tapi terkadang membuat Sharley demikian muak.

Gadis itu menghela napas. "Yaa, namanya juga dunia. Kalau ada yang baik saja, nanti tidak seimbang. Makanya dunia ini dibuat berwarna-warni seperti pelagi."

"Ada-ada saja. Sekarang, kau harus bersiap menghadapi segala komentar yang tertuju padamu. Kabar tentang kau mengejar kelompok percobaan pembunuhan di rumah kaca Amalith telah tersebar. Mulai hari ini, aku akan membuang semua surat undangan. Tidak ada penyeleksian surat lagi, semua akan kumasukkan dalam perapian," kata Rezvon sembari menggertak.

Sharley bukannya protes justru senang. Karena ia tak perlu menghadiri perjamuan dan menahan emosi lagi. Lagipula di luar sana, presentase percobaan pembunuhan lebih banyak dibanding di sini. Rezvon tiba-tiba berhenti, Sharley menoleh tak mengerti.

"Papa, ada apa?" Rezvon bengong menghadap ke depan dengan mata menyiratkan kekosongan. Padahal tidak ada hantu, tapi kenapa Papa begini? batin Sharley. Ia tak tahu kenapa Rezvon bengong saja dengan lorong panjang di hadapannya. Ngomong-ngomong, Sharley belum pernah lewat lorong ini. Sepertinya ia harus melakukan tur singkat.

Rezvon melepas tangan putrinya. Dia melangkah ke tengah lorong, di bawah kandelir dan depan patung burung hantu. Lantai keramik berpola bintang dipandangi terus sampai Sharley menduga kalau Rezvon lupa dengan sekelilingnya. "Di sini, dia meninggal."

Sharley membelalak. Dia menghampiri Rezvon, jantungnya berdetak kencang. "Siapa? Mama?" Sharley tak pernah tahu di mana meninggalnya Thalia karena selalu lupa menanyakannya.

Rezvon menggeleng. "Bukan." Sharley menghela napas lega dengan bersalah. Tentu saja, ia lega karena itu bukan Thalia, tapi ia bersalah karena lega dengan kematian orang lain. "Lantas, siapa?" Ia bertanya penasaran. Jarang sekali terjadi kasus pembunuhan di istana — dengan asumsi kalau orang itu dibunuh.

"Putra Raja Kerajaan Mardiem, Heller Liseus Vilita. Heller berkunjung ke sini ketika kau baru lahir, tapi malah meninggal karena adanya percobaan pembunuhan."

Tragedi itu, salah satu tragedi yang menyebabkan hubungan bilateral Noctis-Mardiem buruk. Sharley pernah membacanya di buku. Dikatakan bahwa putra sulung kebanggaan Mardiem yang sangat pintar dalam hal penyembuhan dan ilmu tata bahasa, Heller, meninggal di Kerajaan Noctis. Tragedi itu sudah lama sekali, tapi raja Mardiem sekaligus ayah Heller, Virgil, tak mau memaafkan keluarga Alerian.

The Eternal Country (2):  The Secret's of the Hatrany (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang