IX : Rahasia Aneh

686 155 2
                                    

Sharley mengangkat satu alis, Rezvon menyingkirkan tangan dari kepalanya. Sejenak, mereka saling diam. Hanya suara napas naga dan daging terkonyak yang menjadi pengiring. Satu naga berwarna ungu malah mengendus-endus lengan Sharley, tapi kemudian melengos setelah tahu kalau dia tak seharusnya memakan daging para kaum negeri selama mereka masih hidup.

"Papa kok tidak marah? Dan kenapa bisa sampai bangga?"

"Kau tidak paham, rupanya. Kemarin malam itu, mungkin aku telah berperilaku dingin padamu. Aku tak berniat membuatmu cemas, atau apapun. Aku berpikir banyak hal dan memutuskan untuk mengurungmu dalam kamar supaya aku punya waktu untuk membahas masalah ini dengan Al dan Lamia saja. Jadi, kemarin kau salah paham?"

"Bagaimana aku tak bisa salah paham kalau Papa bertindak asing begitu? Tapi, aku bersyukur karena Papa tidak marah." Sharley mengusap wajahnya yang dicium hawa dingin.

Rezvon mengelus kepala salah satu naga. Naga itu menggerung, menjilat tangan kiri Rezvon yang berbau daging. Sharley jadi membayangkan kalau naga itu mirip dengan anjing jenis golden retriever dan tak tahu kenapa justru membayangkan anjing jenis itu.

"Asal kau tahu, putriku, sebenarnya selama ini aku juga memikirkan nasib kaum Hatrany. Dulu, sekarang, dan masa depan. Aku bertemu dengan Hatrany saat berumur empat tahun, dan kulihat panglima Pasukan Malam mencambukinya. Aku datang menghalau, berkata persis seperti dirimu kemarin. Dan jawabannya pun persis."

"'Kenapa Anda mengasihaninya, Yang Mulia Pangeran?  Sudah takdirnya menjadi budak. Anda tak perlu mengasihaninya, itu hanya akan membuat martabat Anda merosot.'"

Papa merupakan peniru suara yang baik, pikir Sharley. Rezvon menirukan lelaki bersuara serak basah, mungkin berusia sekitar dua puluh tahunan. "Aku berpikir justru merekalah yang menjadikan takdir Hatrany begitu. Apabila mereka memperlakukan Hatrany seperti kaum lain, Hatrany takkan semenderita ini. Bahkan aku sempat memaki Tuhan karena tidak adil terhadap makluk ciptaannya. Tapi, yah, entahlah.

"Aku bangga padamu karena kau berpikiran yang sama denganku. Kau masih memiliki belas kasihan, kau mau memperjuangkan keadilan. Kau tidak bersikap acuh tak acuh seperti kaum lainnya. Dan aku yakin, kalau segelintir orang di luar sana juga berpikiran hal yang sama dengan kita.

"Penyebab dari ketidakadilan Hatrany ini adalah tidak adanya kekuatan. Maka, jika kita ingin merubah semuanya, kita harus menemukan kekuatan yang terpendam dalam diri mereka. Secara harfiah, Hatrany dilahirkan dari perkawinan kaum yang memiliki kekuatan ataupun keunggulan. Mereka seharusnya memiliki kekuatan, bahkan jika hanya setetes saja. Tapi, tidak. Mereka tak memiliki keunggulan atau kekuatan, seolah semua itu telah disapu dari tubuh mereka."

Rezvon berhenti sejenak, guna menghirup udara pagi yang masih segar. "Tapi 'penyapuan' itu tak benar-benar bersih. Kekuatan mereka masih ada, seperti debu di sela-sela keramik."

"Benar, begitulah — hei, jangan menggigit telinga temanmu." Rezvon memisahkan naga berwarna kuning yang menggigit telinga naga biru. Posisi mereka menunduk, jadi Rezvon tak perlu repot-repot menggunakan sihir telekinesis untuk memisahkan mereka.

Sharley mengalihkan pandangnya ke langit kelabu berawan tipis. Matahari telah muncul di ufuk timur, menyorok di balik menara di dekat istana. Tak terasa dia kembali merasa hangat, hawa yang mencium pipinya tak sedingin tadi. Meski sudah jam lima pagi lebih, tak terlihat orang-orang yang melewati kandang naga. Seolah mereka menyingkir begitu melihat perbincangan serius kedua Alerian.

"Aku terus berusaha mencari-cari dan menghancurkan segel atau apapunlah yang mengunci kekuatan mereka. Tapi resikonya terlalu besar. Dulu, aku pernah membawa seorang Hatrany diam-diam ke istana. Hanya Aldrich dan Thalia yang tahu. Saat itu, Aldrich belum menikah. Aku bereksperimen dengan Hatrany itu, tapi ujung-ujungnya aku malah membunuhnya."

The Eternal Country (2):  The Secret's of the Hatrany (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang