XXXIV : Ular yang Tersakiti

544 115 9
                                    

"Jadi inikah tujuan aslimu, Rezvon? Kau datang kesini untuk mengambil air mata dewa dan menggunakannya pada Rie? Itu artinya kau tak ada bedanya denganku!" Virgil memincing dan merenggut marah Rezvon.

Rezvon merasakan lehernya tercekik tapi tak begitu menyakitkan. Virgil hanya menggertak, dia takkan berani membunuh Rezvon. Kemampuan dan kekuatan Rezvon berada jauh di atasnya. Hanya malapetaka yang didapat Virgil jika ketahuan berusaha membunuh anggota keluarga kerajaan di rumahnya sendiri.

Rezvon melepas cengkeraman Virgil, kerahnya kusut karena itu. Wajahnya tak menunjukkan kemurkaan, tapi di dalam dia sungguh dongkol. "Kami takkan merampasnya, kami memintamu untuk melakukan perdamaian dan kita gunakan air mata dewa bersama-sama. Aku takkan merenggut air mata dewa darimu, menggunakan secara pribadi."

Virgil menggeram, dia adalah Werewolf dengan wujud serigala hitam dan bermata merah. "Singkatnya kau membujukku untuk memberitahu air mata dewa? Serius? Hanya itu?"

"Begitulah. Kami tak berambisi mengambil benda itu. Dan kami sendiri pun tak tahu di mana tempatnya berada," sambar Asher.

"Aku takkan memberitahu di mana tempatnya sampai kapanpun. Dan kalaupun kalian berhasil melakukan perdamaian dan mendapatkan air mata dewa, kalian akan menggunakannya untuk menjatuhkanku! Kalian akan mengungkapkan ke publik bahwa keluarga Vilita mencuri benda suci dan menyembunyikan penawar atas sihir pengunci kekuatan."

Rezvon menghela napas. Ia tak pernah berpikir begitu. Meskipun menyelinap ke semua istana dan mengamati di mana tempat kolam disembunyikan bakalan berhasil, tapi ia menggunakan cara lain yang lebih halus.

Berdamai dengan Mardiem dan membiarkan mereka menggunakan air mata dewa untuk mengalahkan Rie. Baik dari kedua pihak, kesemuanya mendapat keuntungan. Tapi memang tak mudah menyakinkan Vilita yang bertemperamen buruk bahwa mereka tak tak punya niat jahat.

"Aku takkan merebut benda suci itu dari Mardiem. Itu milik kalian dan aku tak punya niatan untuk menjatuhkan harga diri kalian," bantah Rezvon. Situasi semakin memanas, dan Asher beserta Cleon memilih diam. Mereka tahu ada baiknya untuk membiarkan Rezvon beserta Virgil berdebat. Jika Virgil menggunakan kekerasan, barulah mereka akan bertindak.

Virgil memandang Rezvon dengan benci dan jijik, seolah Rezvon adalah budak yang berani memegang tangannya. Rezvon tak goyah dengan penghinaan itu. "Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Kau sudah merebut semuanya dariku! Kau mendapatkan apa yang kau mau, sementara aku kehilangan mereka dan tampak begitu menyedihkan," cerca Virgil.

Dari mata merahnya, Rezvon melihat kesedihan dan rindu yang mendalam. Kenangan masa lalu terputar dalam benak Rezvon, bergerak seperti rautan yang digesekkan pada meja. Berdecit menyesakkan telinga, dadanya terasa seperti banyak jarum yang ditusukkan seenaknya. Virgil jelas merasakan kesakitan yang lebih daripada ini.

Dengan pahit, Rezvon berkata, "Heller meninggal karena kesalahanku yang tak bisa menjaga keamanan istana dengan baik. Dan Thalia ... dia telah menentukan pilihannya. Kau tak bisa menyalahkan karena Thalia lebih memilihku daripada dirimu," tukas Rezvon.

Dahi Cleon dan Asher berkerut. Mereka tak tahu tentang hal ini karena Rezvon tak pernah mengungkitnya. Napas Virgil terengah-engah, dia membuang wajah. Virgil sangat kacau, bukan dari luar, melainkan dari dalam. "Tentu saja dia lebih memilihmu. Kau sempurna, semua gadis ingin menjadi istrimu," sindir Virgil.

"Thalia tak ingin menyakiti hatimu, tapi dia lebih ingin menikah denganku. Percayalah Baginda, dia pernah berpikir apakah kau bisa melepaskan cinta darinya. Baginya, kau adalah teman baik. Dia khawatir saat kau memutuskan komunikasi."

Virgil berharga bagi Thalia, tapi Rezvon lebih berharga lagi. Thalia tak menginginkan pertemanan mereka hancur karena cinta segitiga, tapi dengan berat hati dia menikah dengan Rezvon.

The Eternal Country (2):  The Secret's of the Hatrany (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang