Flashback
Sharley terhenti di depan sebuah ruangan karena mendengar suara. Suara serak dan terkesan seperti baru mabuk. Dia yang penasaran akhirnya menguping. Meski tahu ini tindakan salah, tapi dia jelas tak salah dengar.
Orang itu menyebutkan Rie.
Suaranya cuma terdengar samar. Dia pun menggunakan telinga tajam Werewolf, seketika pendengaran sejernih teh yang disaring.
"–– bocah bodoh itu pasti akan ke sini, bukan?"
Sharley membelalak, itu suara perempuan. Padahal tadi suara laki-laki. Dia mengintip dari celah pintu, menyadari kalau seorang lelaki sedang berbicara lewat artefak sihir. Tak ada proyeksi tiga dimensi, hanya suara. Dilihat dari pakaian mewahnya, lelaki itu jelas bangsawan. Pakaiannya norak sekali.
"Tentu saja, Master Rie. Melihat dua temannya berada dalam bahaya, tentu saja dia akan datang. Anda juga tahu kalau dia terkadang bertindak tanpa berpikir panjang dulu. Terlebih dia sangat setia. Mana mungkin dia tega melihat temannya di ambang kematian," ujar lelaki itu.
Dia? Apa yang dimaksudnya adalah aku? Tidak salah lagi. Orang itu menyinggung kedua temanku, batin Sharley. Dan dia sangat kaget mendengar nama Master Rie. Lelaki itu pasti salah satu mata-mata yang ditempatkan Rie di sekitar istana.
"Dia pasti datang sendiri. Dia tak mau mengambil resiko dengan memberitahu hal sebenarnya kepada ayahnya. Saya dengar, dia bahkan rela berkorban untuk teman-temannya. Dan Baginda Virgil pun tak bisa menjamin apakah akan memberikan air mata dewa."
Yah, kau benar sekali tuan, monolognya. Tapi tunggu! Jika didengar dari sisi manapun, ini seperti jebakan. Rie sengaja menjebak dengan memanfaatkan kedua temannya sebagai pancingan. Jangan-jangan, alasan mereka tak kembali adalah Rie menangkap mereka. Dan mata-mata itu tahu akan rencana mereka, dia pasti memberitahu Rie dan Rie membuat jebakan di tepi laut Ocelama. Sialan! Jadi begitu rupanya. Sharley sangat kesal, dia tak sabar menggorok leher bangsawan itu dan memamerkan kepalanya di alun-alun kota.
"Tentang air mata dewa, apa kau belum tahu juga di mana tempatnya?"
Suara Rie terdengar mengalun lembut, tapi menyembunyikan bahaya di baliknya. Bangsawan itu seketika pucat. "Maafkan saya, Master. Saya belum menemukannya."
Rie mengumpat. "Cepat cari. Jika kau gagal mencarinya sampai matahari terbenam, akan kupenggal kepalamu dan kutunjukkan ke publik bagaimana kau mengorupsi dana yang diberikan istana."
Bangsawan koruptor, tidak heran lagi. Diantara bangsawan, pasti ada banyak koruptor. Tapi Rie mengancam dengan buruk. "Baiklah, Master. Saya akan cari dimana tempatnya secepatnya. Sebelum itu, bisakah saya menerima bayaran karena telah menginformasikan rencana mereka pada Anda?"
Mata duitan, Sharley memutar bola mata. "Bisa-bisanya kau meminta bayaran padahal tak bekerja dengan becus? Sudah, jangan harap mendapat uang sepeser pun sebelum kau menemukan tempat itu."
Koneksinya terputus. Sharley melengos pergi, tapi mendadak dia menabrak sesuatu yang keras. "Ad––" Suatu tangan menyumpal mulutnya. Sharley mendongak, terbelalak melihat Virgil yang melakukannya. Ini bahkan lebih mengejutkan dibanding Asher yang ketahuan tidur terbalik dan ngorok karena terlalu kelelahan.
"Sssttt, diamlah. Ayo!" Virgil menyeret Sharley pergi, Sharley mengikuti dengan tegang. Perasaan tak tenang menguasai dirinya. Berbelok di lorong berikutnya, mereka berpapasan dengan Rezvon yang tengah melamun di pembatas lantai dua. Rezvon menoleh, tampak sama bingungnya seperti Sharley.
"Rezvon, ada yang ingin kubicarakan padamu. Bisakah kau ikut denganku?" kata Virgil, menggunakan aksen congkak.
Rezvon memandang Sharley, Sharley menggeleng tak mengerti. Tatapan Virgil yang memerintahnya untuk ikut dan atas rasa penasaran, dia pun ikut. Mereka bertiga menyusuri lorong, masuk ke ruangan tadi. Virgil melepas genggaman, Sharley memegangi tangannya dengan protektif. Seolah tangannya mau dipotong saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (2): The Secret's of the Hatrany (√)
FantasyHatrany adalah kaum terendah di Negeri Hyacintho. Mereka dijadikan budak, sering disakiti baik secara fisik maupun mental. Mereka selalu dipandang rendah, diperlakukan layaknya binatang. Sebagian kaum-kaum lain pun tak ada yang mau menolong mereka. ...