XXVIII : Pesan Ancaman

564 125 6
                                    

Rezvon dan Aldrich tengah berdiskusi ketika ada burung gagak bertengger di jendela ruangan. Rezvon segera menghampiri, dan terheran-heran dengan kantong yang diikatkan pada burung buluk yang kemungkinan sudah tua itu. Bahkan bulunya saja tidak terawat dengan baik.

"Hei, burung, siapa pemilikmu sampai dia membuatmu jadi begini?" Rezvon mengelus kepala gagak, tapi gagak itu malah mematuk tangannya. Sangat jelas kalau sang burung tak suka disentuh.

"Aneh. Aku lebih penasaran kenapa pemiliknya mengirim gagak sebagai media pengantar? Sangat tidak sopan, seharusnya dia mengirim surat lewat pos istana saja," gerutu Aldrich.

Rezvon mengangguk setuju. Mengirimkan sesuatu lewat burung pengantar pada keluarga kerajaan dinilai tidak sopan. Apalagi burungnya galak begini. Rezvon penasaran siapa yang berani melakukan ini dan alasannya.

"Ini bukan surat, pemiliknya mengirim benda lain. Lagipula, sebelum benda atau surat kita terima, ada pengecekan lebih dulu untuk memastikan kalau bukan benda berbahaya yang dikirim. Jadi, siapapun pemiliknya, menginginkan tak ada yang mengetahui benda kirimannya selain keluarga kerajaan," jelas Rezvon.

Aldrich menopang dagu. "Yaahh, mungkin begitu."

Rezvon mengambil kantong di cakar gagak dengan hati-hati karena tak mau dipatuk. Tapi gagak hanya berkaok-kaok sampai membuat telinganya pekak. Begitu mengambil kantung, gagak langsung terbang balik. Kantongnya sangat ringan.

Rezvon melongo."Apa-apaan? Burung itu tak menunggu balasan atas kirimannya?"

Dia menutup jendela, menebak-nebak isi kantong yang isinya cuma satu ketika diraba-raba. Dia duduk di kursi kerjanya, membuka kantung yang terbuat dari goni tersebut. Aldrich mendekatkan diri karena penasaran.

"Eh, permata artefak?" Rezvon mengeluarkan isi kantong. Permata itu adalah emerald, sama persis dengan warna mata Cleon. Ada gelombang sihir yang terasa jelas di dalamnya. Rezvon bertatap muka dengan Aldrich dan Al mengangkat bahu pertanda tak tahu.

Selain batu, artefak sihir memiliki banyak bentuk. Permata, pedang, buku, dan liontin. Permata adalah yang paling mahal, karena selain mengandung sihir, tentu karena bahannya terbuat dari permata asli. Untuk mengetahui asli atau palsu adalah dengan cara apakah permata hancur jika kekuatannya dicoba.

Rezvon penasaran dengan siapa yang memiliki artefak dengan harga seratus keping emas ini.

Aldrich mengambil permata. "Sepertinya ini mengandung pesan." Aldrich mengotak-atik permata. Dia menyalurkan sedikit sihir untuk membuka segel keamanan pesan. Tak lama kemudian, sebuah video tiga dimensi. Al dan Rezvon terlonjak kaget, bukan karena video tapi karena orang di dalamnya.

Wanita dengan rambut ungu dan mata safir. Memakai topeng abu-abu sehingga mereka tak tahu bagaimana wajahnya. Badannya kecil tapi memberi kesan kalau dia berlatih bela diri dan senjata selama bertahun-tahun.

'Halo, Baginda Aldrich dan Yang Mulia Rezvon. Saya minta maaf karena menganggu waktu kalian, tapi saya ingin menyampaikan sesuatu.'

'Saya tahu jika teman putri kesayangan Yang Mulia telah menguping pembicaraan saya dengan rekan laki-laki saya. Sekarang kalian telah menemukan petunjuk tentang saya dan kalian pasti sangat senang.'

'Tapi tentu saya tak sesenang itu. Kalian mengetahui rahasia saya dan takkan saya biarkan begitu saja. Jangan senang dulu, perang sesungguhnya akan berlangsung sebentar lagi. Saat itu terjadi, kalian bersiaplah.'

'Negeri Hyacintho takkan bisa bertahan lama. Saya akan menjadikan kalian hidup seperti di neraka.'

'Salam dari saya, Rie.'

The Eternal Country (2):  The Secret's of the Hatrany (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang