25^blackcard

924 52 0
                                    

Hari sudah mulai gelap dan Arkan juga Keyla sudah kembali ke kedai, mereka sedang menunggu Dino datang karena adiknya itu sudah tertidur pulas di ruangan Keyla.

Tak lama Dino datang dengan belanjaan yang ada di tangannya. Dino nampak takut saat menatap wajah sinis Arkan tapi dengan tak berdosanya Ares dia tersenyum seakan-akan bisa mengalihkan amarahnya Arkan.

"Hai Ar, gimana hari lo?" ucap Ares basa-basi namun bodoh sudah tau Arkan kesal tapi masih bisa bertanya seperti ini.

"Buruk gegara kalian! Tapi gue cukup senang sih karena pacar gue bahagia dengan bocil yang kalian bawa," jelas Arkan.

Dino pun akhirnya bisa bernafas lega, "Syukurlah kalo Arkan gak marah lega aing" batin Dino.

"Tapi gak lepas gitu aja! Kalian habis dari mana sih? Tau gak kalo gue di kedai ngapain? Gegara kalian gue hari ini nggak kerja! Dan gegara kalian pekerjaan di kedai yang ngerjain Tante Mira semua, kalian nggak kasian sama dia? Gua emang nggak ngerasa terbebani sih dengan adanya Irfan tapi minimal kalian ngertilah keadaan gue sekarang gimana." bentak Arkan dia dengan amarahnya yang tidak begitu panas menasehati teman-temannya.

"Maaf Ar. Di deket taman komplek Ares ada bazar jadi gue pergi ke sana, tapi awalnya gue tolak kok tapi Ares maksa" keluh Dino.

"Lo pergi ninggalin adek lo demi bazar? Bayangin kalo gua orang jahat terus gue jual Irfan gimana nanti Tante Fera? Dia pasti kecewa Din!" cetus Arkan.

Dino menunduk merasa takut dan hanya diam.

"Sekarang lo bawa Irfan pulang gih, dia udah tidur di kamar Keyla dan pesan gue jangan lakuin hal ini lagi! Paham?" saran Arkan.

"Iya Ar gue janji," kata Dino.
"Yaudah kita pamit pulang ya dan makasih udah jagain adek gue," lanjutnya Dino.

"Hm. Ikut gue ke kamar Keyla" ajak Arkan lalu Dino mengangguk.

Dalam hati Ares tak enak, andai saja dia tidak mengajak Dino ke bazar pasti Arkan tidak akan semarah ini.

Dino telah kembali dengan Irfan yang ada di gendongannya dan mereka pamit pulang lalu segera keluar dari kedai.

"Harusnya kamu gak perlu semarah itu sama mereka karena mungkin terpaksa," ucap Keyla.
"Buat pelajaran biar gak diulangin lagi." jawab Arkan
"Yaudah Arkan pulang gih sekarang juga udah malam kan, Arkan harus istirahat jangan keluyuran malam-malam lagi oke?" saran Keyla
"Iya lagian gue juga capek sih hari ini jadi mau langsung tidur aja," balas Arkan lalu ia berjalan ke arah Mira untuk berpamitan pulang.

Mira tersenyum ramah, ia memberikan uang jajan untuk Arkan seperti biasa lalu laki-laki itu pamit untuk pulang.

Setelah kepergian Arkan Mira menutup kedai ini dan dia juga akan pulang ke rumahnya karena hari sudah mulai malam.

"Gimana tadi sore jalan-jalannya? Seru?" tanya Mira pada Keyla

"Seru sih apalagi tadi Irfan gemes banget," jawab Keyla.

"Kamu suka sama Arkan?" tanya Mira lagi tiba-tiba namun yang ini membuat Keyla terkejut.

Keyla terdiam. Ia entah harus menjawab apa karena memang benar kata-kata Bundanya sewaktu tempo hari yang lalu jika dirinya dengan Arkan beda kasta.

"Jujur aja, Bunda setuju kok kalo Key sama Arkan. Bunda nggak mau ngelarang Key lagi, Bunda cuma mau Key bahagia" ujar Mira.

"Key nggak mau berharap lebih Bun, keluarga Arkan sepertinya gak akan mau menerima keadaan Key, kita sekarang hanya orang miskin. Semua harta Papa pasti akan jatuh pada Selena," keluh Keyla.

"Ohh tidak mungkin! Karena kamu anak kandung Papa kamu jadi pasti saham yang paling besar akan jatuh ke kamu, kamu tau kan seberapa sayangnya Papa ke kamu? Dia sangat menyayangi kamu walaupun Papa dan Bunda sudah berpisah." jelas Mira

"Kalo Papa sayang sama Key kenapa dia biarin kita hidup miskin?" tanya Keyla.

"Sebenarnya Papa kamu itu pernah ngasih blackcard sama Bunda dan semua uang jajan kamu ada di sana dan tiap bulan Papa selalu kirim uang untuk kehidupan kita, cuma Bunda simpen biar bisa buat biaya kuliah kamu nanti ya meskipun uang di dalam blackcard itu dipastikan nggak akan habis karena jumlahnya begitu banyak." tutur Mira

"Jadi... Keyla ini sebenarnya punya kartu hitam seperti milik Arkan Bun?" tanya Keyla lagi dia begitu terkejut jika dirinya mempunyai banyak uang.

Mira mengangguk, "Iya. Yaudah yuk pulang jangan bahas lagi nanti kepake lagi uangnya" ujar Mira

—DIA ARKAN—

"Kamu bawa Irfan ke mana tadi Din?" tanya Fera setelah Dino keluar dari kamar Irfan.

"Emmm,,, ke bazar Ma" jawab Dino.

Fera hanya mengangguk mengerti lalu duduk di ruang makan sambil meneguk air putih, Dino pun ikut duduk di depannya.

"Mama kenapa sih pilih kasih? Irfan itu masih kecil Ma jangan terlalu banyak ditinggal di rumah dan Mama tau sendiri kan Dini gimana? Dia selalu keluyuran nggak mau jagain Irfan dan Dino juga—
"Dino, Mama itu nggak pilih kasih! Tadi mama itu pergi setelah kondangan sama Erfan dan Papa kita mau beli kado suprish buat Irfan. Kamu tau kan kemarin dia habis menang lomba gambar? Makanya Mama mau kasih dia hadiah jadi mana mungkin Mama bawa" potong Fera dia menjelaskan kenapa ia meninggalkan anak kecilnya.
"Oalah. Tapi dahlah jangan nyuruh Dino jagain adek lagi! Dino sibuk, tuh si Dini aja biar nggak keluyuran." kata Dino
"Memangnya kenapa? Kamu sudah punya pacar kah?  sehingga nggak mau jagain adek lagi?" tanya Mira.
"Enggak juga, cuma Dino malu Ma tiap mau pergi main selalu aja tuh si Irfan ngikut. Berasa kayak punya anak" keluh Dino.
"Kan latian nanti juga kamu bakal punya anak," jawab Fera.
"Ya tapi tetep aja Ma!!" gerutu Dino.
"Banyak omong banget sih kamu. Kalo minta uang jajan aja gercep! Dah sana tidur, kamu ini bikin pusing Mama aja. Emang nggak capek apa ngurus empat anak sekaligus di umur tiga puluh tahun?!" cibir Fera
"Suruh siapa bikin anak mulu lagian kalo dipikir punya Dino aja kayaknya udah cukup deh," balas Dino.
"Emang apa yang bisa Mama banggain dari kamu? Bisanya cuma bikin masalah aja di sekolah! Emang Mama nggak tau kalo sekarang kamu lagi dikasih hukuman? Jangan kira Mama gak tau ya Dino! Kalo kamu itu preman sekolah dan suka ngutang di kantin." cetus Fera

Dino terdiam takut. Bagaimana bisa Mama-nya ini tahu tentang kelakuannya jika di sekolah padahal wanita paruh baya itu selalu sibuk ngurus rumah, adik-adiknya dan arisan bersama temannya, belum lagi toko bunga yang selalu diperjual secara online.

"Sebenarnya Mama itu kurang apa sih, din? Apakah uang jajanmu kurang sehingga kamu ngutang? Bahkan Papa kamu pun berikan kamu blackcard tapi KENAPA TETEP NGUTANG ARDINO MAHARDIKA!" bentak Fera dia tak habis pikir dengan kelakuan puteranya itu.

"Di-Dino nggak ada receh Ma buat jajannya. Dino malas ke ATM dan paling juga utang Dino itu sekitar dua ratus ribu," jawab Dino.

"Tapi kan tetep aja Dino buat Mama sama Papa malu! Mereka anggap kamu itu nggak mampu. Padahal kau tau? Saham Papa mu itu banyak dan bisnisnya bejibun tapi kenapa... astaga! kamu ini ingin Mama lempar ke sungai amazon!" cetus Fera dengan sangat marah.

Dino terdiam.

"POKOKNYA MAMA NGGAK MAU TAU KAMU LUNASI TUH HUTANG KAMU DAN JANGAN NGUTANG LAGI NGERTI?!" pesan Fera lalu Dino mengangguk.

Setelah melihat Mamanya sudah berhenti berbicara Dino pergi ke kamarnya karena hari ini dia sangat lelah.

Dia Arkan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang