"Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang gagal untukku tidak akan pernah melewatkanku".
—Umar Bin Khattab—[DIARY AIRA]
Jauh sebelum kita dilahirkan, Allah sudah menentukan bagaimana nasib kita didunia. Jodoh, rezeki dan juga mati, semua sudah Allah tentukan. Kamu mungkin bisa merencanakan banyak hal, tapi Allah-lah yang akan menentukan hasilnya.
Kamu bisa saja memperdiksi busur yang kamu akan tepat sasaran, tapi siapa sangka ketika kamu melepaskan busur tersebut, nyatanya angin tak berpihak kepadamu. Melesat, tapi tidak pada titik yang kamu inginkan.
Sudah sepantasnya kita sadar, bahwa kita hanya manusia. Semati-matian apapun usaha kita, kalau itu bukan jatah kita, kita tidak akan pernah sampai padanya. Demikian pun, ketika kita terlalu berpasrah diri, enggan menjemput bagian kita, kita juga tak akan sampai pada apa yang seharusnya kita punya. Jadi, lakukanlah dengan sewajarnya dan senantiasa libatkan Allah didalamnya.
Kamu bisa berencana menikah dengan siapa, tapi kamu tidak bisa menentukan jodohmu dengan siapa. Seperti maqalah yang sering kita baca dari Sayyidina Umar, bliau mengatakan bahwa: “Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang gagal untukku tidak akan pernah melewatkanku”.
Sepanjang perjalanan menemukan pasangan halalnya, doa memohon jodoh yang baik tak pernah Aira tinggalkan selama tiga bulan terakhir ini. Satu-satunya do'a yang mampu meredam rasa khawatirnya.
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ زَوْجًا طَيِّبًا وَيَكُوْنُ صَاحِبًا لِى فِى الدِّيْنِ وَالدُنْيَا وَالْأَخِرَة.
"Ya Robb, berikanlah kepadaku suami yang terbaik dari sisi-Mu, suami yang juga menjadi sahabatku dalam urusan agama, urusan dunia dan akhirat".
Hingga akhirnya tiba dimana— "Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur, haalan".
"...Maha besar engaku dengan segala kuasa ya Rabb"
"... Semoga, hamba bisa menjadi istri yang baik, taat, serta bisa menggapai surga bersama suami yang telah engkau pilihkan untuk hamba...."
Aira menutup doanya dengan bacaan Al-Fatihah. Tak lama tendengar pintu kamar dibuka, membuat Aira secara refleks membalikkan badannya menatap arah pintu. Detak jantung Aira kembali tak karuan saat tau bahwa ternyata suaminya yang baru saja masuk.
Aira memberanikan diri bertanya pada sang suami, "Sudah salat?" Dia tidak memberi embel-embel semacam Mas, Abang atau Aa'. Bukan karena tidak mau, dia hanya bingung mau menggunakan yang mana. Aira juga takut jika panggilannya dirubah justru tidak berkenan dihati sang suami.
Diluar dugaan, bukan jawaban atau sapaan lembut yang Aira dapat. Melainkan deheman yang sedikit ketus yang ia dengar. Menghiraukan keberadaan Aira, sang suami langsung saja merebahkan badanya ke ranjang dan langsung terlelap.
Menahan nafas sebab sesak yang dia rasakan menjalar sampai ke ulu hatinya. "Cobaan apa lagi ini ya Allah?". Tidak mau ambil pusing, Aira bergegas merapikan perlengkapan salatnya dan pergi kedapur untuk menyiapkan makan malam. Ini adalah kali pertama Aira menginjakkan kaki dirumah bernuansa tradisional tersebut. Meski demikian, kesan jangat tetap Aira dapatkan.
Tidak banyak yang bisa Aira buat, mengingat didalam kulkas hanya ada beberapa jenis sayur yang bisa diolah. Kulkasnya masih kosong, mungkin memang sang empu jarang mengisi kotak dingin tersebut.
Tumis sawi putih, tempe goreng, sambal tomat dan telur dadar sudah selesai Aira masak. Semua ditata dengan rapi diatas meja makan. Kini tinggal memanggil penghuni rumah ini untuk menyantap hasil karyanya. Siapa lagi kalau bukan suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY AIRA [TERBIT]
Spiritual[PART MASIH LENGKAP, SILAKAN SEGERA BACA] 18+ disini maksudnya adalah, cerita yang ditulis mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan, hanya untuk menunjang karakter tokoh. Tidak untuk ditiru!. [Follow sebelum membaca] ========= Menikah dengan ses...