[19] UJIAN KEIMANAN

3.3K 356 6
                                    

Kehilangan adalah bagian dari hidup dan harus ditangani dengan kesabaran. Jika kita terus mendapatkan apa yang kita mau, kapan mau belajar bersabarnya?”.

[DIARY AIRA]

****

Asslamu'alaikum Nak

“Wa'alaikumussalam warahmatullah, Bunda kenapa nangis?” tanya Aira panik mendapati Bundanya menelfon dengan keadaan menangis

“Ai, kamu bisa pulang nak?”

“Ada apa Bun?”

Nenek masuk Rumah sakit nak. Bliau terus mencarimu

Ucapan Fatimah—Bunda Aira membuat gadis itu terkejut. Pasalnya pekan lalu ia baru saja mengobrol dengan sang Nenek dan Neneknya mengatakan dirinya baik-baik saja.

Innalillah, sejak kapan Bun?”

Satu minggu ini, kamu bisa pulang Nak? Bang Raihan ngak bisa pulang, tapi mbak Nazwa sudah dalam perjalanan

“Aira ambil penerbangan paling cepat Bun. Do'akan Aira selamat ya”

Iya, hati-hati ya Nak

“Iya Bun, Assalamualaikum”

Mendapat kabar demikian, badan Aira menjadi bergetar hebat. Neneknya—Hanum adalah perempuan yang sangat ia sayangi. Selama ini, Neneknya lah yang menjadi motivator terbesar dalam hidup Aira.

Aira menghapus kasar air mata yang lolos dipipinya. Gadis itu bergegas ke kamar untuk menyiapkan perlengkapan yang akan dibawanya ke Semarang.

Seharian Fauzan tak pulang, Aira terus berusaha menelfon Fauzan. Lagi-lagi ponsel miliknya tidak aktif. Aira tak punya banyak waktu untuk menunggu izin dari Fauzan, terlebih kalaupun ia meminta izin, ia tak yakin Fauzan menggubrisnya.

Logika dan hatinya memberontak, dia seorang istri, sudah menjadi kewajiban baginya ketika keluar rumah harus mendapat izin dari suaminya. Terlebih Aira akan melakukan perjalanan yang cukup lama nantinya. Alhasil, dia hanya bisa menghubungi ibu mertuanya untuk menitipkan pesan kepada Fauzan nantinya.

Setelah urusan packing dan pesan tiket pesawat selesai. Aira bergegas pergi ke rumah mertunya untuk meminta izin, setibanya disana ia melihat Umi Siti sedang menyiram tanaman.

“Assalamu'alaikum Umi”

“Wa'alaikumussalam Aira” Umi Siti yang melihat kedatangan Aira langsung mematikan kran air dan mendekati menantunya

“Mas Fauzan ada disini Umi?”

“Fauzan belum kesini sejak seminggu lalu Ra. Ada apa?”

Jujur, Aira sebenarnya heran. Kemana Fauzan pergi jik tidak kerumah Uminya. Bahkan sampai seminggu tidak ketempat bliau. Bukan hal yang wajar bagi seorang anak kepada orangtuanya.

“Aira mau izin Umi, tapi mas Fauzan ngak bisa Aira hubungi. Aira harus pulang ke Semarang. Nenek sakit dan minta Aira segera pulang” jelasnya panjang lebar

“Sebentar, Umi panggilkan Abi ya. Ayo masuk dulu”

Aira mengikuti langkah sang Umi, diruang tengah Abi terlihat sedang sibuk dengan laptop dipangkuannya.

“Abi”

Abi yang dipanggil refleks mengangkat kepalanya. “Eh, MaasyaAllah ada mantu Abi, sini nak” sambutan hangat diberikan sampai mengabaikan laptop yang sejak subuh menjadi teman setianya.

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang