[34] KEPUTUSAN

3.7K 387 34
                                    

“Maaf telah salah memilih tempat singgah. Kamu benar, kamu adalah satu-satunya tempat singgah paling aman untukku Aira, Istriku”.

(Muhammad Fauzan Akbar)

*
*
*
[DIARY AIRA]

•••√√√•••

Kalimat yang diucapkan Aira beberapa waktu lalu ternyata benar-benar direalisasikan oleh gadis berkacama tersebut. Satu minggu ini, Fauzan kehilangan akses untuk bisa bertemu istrinya sendiri. Bahkan saat ini, sebuah surat dari pengadilan sudah berada digenggamannya.

Surat dengan perkara permohonan pembatalan perkawinan antara dirinya dengan Aira. Nafas Fauzan terdengar berat, hanya dengan melihat wajah lelaki usia 23 Tahun tersebut, semua orang akan paham bahwa kondisinya sedang tidak baik-baik saja.

Lamunan Fauzan terbang pada beberapa waktu ketika ia bersama dengan Salwa yang dilihat oleh Aira. Ada satu fakta yang tidak diketahui oleh siapapun. Fauzan, sengaja melakukan hal tersebut untuk membuat Aira cemburu dan melepaskan dirinya. Itu dulu, saat egonya terlampau tinggi dan ia bersikeras menolak bahwa Aira istrinya telah berhasil merenggut hatinya.

Fauzan tau dia telah melakukan kesalahan. Karena hal tersebut pula, ia sempat mencambuk dirinya sendiri menggunakan ikat pinggang, tanpa diketahui seorangpun. Dia memberikan hukuman atas kesalahan yang ia lakukan.b

Tidak ada masa lalu yang tidak bisa dilupakan Fauzan. Semua itu rekayasa, semata agar Aira menyerah darinya. Ambisinya untuk melanjutkan pendidikan membutakan dirinya, terlalu banyak yang dikhawatirkan Fauzan terkait pernikahan dengan pendidikan dirinya.

“Fauzan” Bariton serta tepukan pelan dipundak Fauzan berhasil membuyarkan lamunan pria tersebut.

“Abuya” Fauzan refleks berdiri dan menarik satu kursi diteras yang tak jauh darinya dan mempersilakan Abuya untuk duduk. “Duduk Abuya” pinta Fauzan.

Abuya tersenyum kemudian meletakkan peci putih yang sering ia gunakan diatas meja. Diambil alih kertas yang tadi sempat Fauzan letakkan diatas meja. Kertas yang beberapa lalu berhasil menumpahkan buliran bening dari putra kesayangan Abuya.

“Aira akhirnya mengambil keputusan ini Fauzan” tukas Abuya yang tidak mendapatkan respon dari Fauzan.

“Abuya tanya, kamu jawab jujur ya nak”

Kalimat tersebut mampu membuat Fauzan kembali mengangkat kepalanya sekaligus muncul raut bersalah diwajahnya.

“Selama 5 bulan kalian menikah, kamu belum pernah sekalipun memberikan nafkah batin kepada Aira nak. Benar?”

Fauzan bungkam. Tidak ada satu patah kalimatpun yang keluar dari bibir merah mudanya. Justru air matanya yang memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan Abuya kepada Fauzan.

“Abuya tidak akan menyalahkan siapapun Fauzan. Baik kamu maupun Aira, kalian berdua adalah anak-anak Abuya. Perlu Fauzan tau, tanpa Fauzan mengatakan apapun kepada Abuya. Abuya sebenarnya sudah tau semuanya dari awal pernikahan kalian yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja”

Mendengar penuturan sang ayah, Fauzan sontak bersimpuh dilutut Abuya. Kata maaf terus terlontar dari bibirnya diiringi dengan bulir air mata yang tak kunjung bisa dibendung.

“Afwan Abuya, Afwan”

“Sudah Abuya katakan dari awal nak, seandainya kamu mau menjalankan semua dengan lapang dada. Kejadian ini juga tidak akan menimpamu. Pendidikanmu masih bisa dilanjutkan Fauzan, tapi sayangnya kamu terlalu keras kepala untuk pilihanmu sendiri”

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang