[PART MASIH LENGKAP, SILAKAN SEGERA BACA]
18+ disini maksudnya adalah, cerita yang ditulis mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan, hanya untuk menunjang karakter tokoh. Tidak untuk ditiru!.
[Follow sebelum membaca]
=========
Menikah dengan ses...
“Setiap orang tua punya cara mencintai buah hati mereka masing-masing. Meski tak jarang, kita merasa asing”
[DIARY AIRA]
• • •
Note: Bantu share cerita ini, jika kalian merasa ini layak dibaca lebih banyak orang dan ada manfaatnya.
•••√√√•••
Dua hari setelah kepergian sang Nenek, kini Aira sudah bisa menerima kenyataan dengan lapang dada. Hatinya berangsur membaik, terlebih ketika ia mendapat suport dari lingkunganya.
Umi Siti dan Abi Rahman belum bisa datang ke Semarang karena ada keperluan yang sangat mendesak. Fauzan sendiri masih belum bisa dihubungi sampai sekarang.
Saat ini ia tengah duduk diruang tamu, teman-teman masa kuliahnya datang untuk singgah begitu mendapat kabar bahwa Nenek Aira meninggal.
Hanum sendiri memang sangat akrab dengan teman-teman Aira. Kesedihan karena wafatnya bliau juga turut dirasakan oleh teman-teman Aira.
“Dek, dipanggil Ayah” Nazwa masuk ke ruang tamu sambil membawakan cemilan untuk teman-teman Aira, meletakkan snack tersebut dihadapan teman-teman Aira.
“Ayah dimana mbak?”
“Taman belakang, tadi lagi ngumpulin mangga yang jatuh”
Aira mengangguk, setelah berpamitan pada teman-temannya, Aira bergegas menuju taman belakang. Disana ayahnya—Husein terlihat tengah membersihkan mangga di kran yang ada didekat pagar belakang.
“Ayah manggil Aira?”
“Iya, Aira duduk dulu di Pendopo. Ayah selesaikan ini dulu”
Aira menurut dan langsung menuju Pendopo yang ada dibelakang rumah. Rumah Aira memang terbilang luas, meski tidak mewah pada kebanyakan masyarakat sekitar, rumah dengan modelan joglo ini justru nampak menarik dibanding rumah lainnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aira mendudukkan dirinya dipinggir pendopo kecil milik keluarganya. Bisa kalian lihat ditengahnya ada kursi, hanya saja Aira memang lebih senang lesehan.
Pendopo yang dibangun oleh mendiang sang kakek memang biasa dijadikan tempat berkumpulnya sanak saudara ketika berkunjung dirumah. Tidak mewah, tapi suasana hangatnya sangat terasa hanya dengan melihat Pendopo tersebut.
“Ini dimakan” Husein menyodorkan buah mangga yang sudah dikupas kepada anak perempuan kesayanganya. Aira menerimanya dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih.
Ini yang suka Aira dari ayahnya. Perhatian bliau sangat manis, Aira bersyukur karena dikaruniai keluarga yang begitu menyayangi. Hati kecilnya merasa berat, ia takut ayahnya akan terpukul jika mengetahui rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja.