[45] MENGENANGMU

2.9K 143 24
                                    

"Jika kematian menjadi penghubung rekatnya cinta kita, aku rela menunggumu sampai kita bertemu kembali untuk kedua kalinya"

- Muhammad Fauzan Akbar-

[DIARY AIRA]


Sudah menjadi hukum alam, bahwa segala sesuatu diciptakan lengkap dengan kebalikannya dan berpasangan. Siang dengan malam, sedih dengan bahagia, pergi dengan kembali, langit dengan bumi atau bahkan hidup untuk mati.

Tiga hal yang sudah dijanjikan akan terjadi namun kerahasiaannya akan terus abadi. Rezeki, Jodoh dan Maut. Sekeras apapun kamu berusaha, jika sudah waktunya dikembalikan, maka dia akan tetap kembali. Sekeras apapun dikejar, kalau bukan jodohnya juga pasti akan pergi.

Fauzan menatap nanar gundukan didepannya. Dadanya masih sangat sesak mendapati kenyataan bahwa orang yang ia cintai kini sudah tak lagi ada disisinya. Aira memilih menyerah dengan hidupnya dan itu menghancurkan hidup Fauzan juga.

"Maaf pak, Ibu Aira sudah tidak lagi tertolong. Bliau wafat tepat 15 menit sebelum sampai di rumah sakit"

Fauzan merasa gagal melindungi istrinya. Kenapa ia bisa selamban itu membawa turun Aira. Kenapa juga rumah sakit terasa sangat jauh saat ia ingin membawa Aira kebangunan mengerikan ini. Kini, kalimat Aira beberapa waktu lalu, ternyata bukan candaan belaka. Kalimat yang sempat memancing pertengkaran kecil antara Fauzan dengan Aira.

"Kalau nanti Ai meninggal disini, kebumikan Aira disini ya mas. Aira ingin terus dekat dengan Rasulullah"

Lagi-lagi bulir bening itu kembali berjatuhan. Tidak pernah ia bayangkan bahwa cintanya akan berakhir dengan perpisahan karena kematian. Bagaimana Fauzan akan mengobati rindunya nanti. Ternyata benar kata orang-orang. Lebih baik kita kehilangan orang yang kita cinta, asal kita masih bisa melihat senyumnya dibandingkan kita harus dipisahkan dengan kematian.

Fauzan ingin membawa pulang jenazah Aira ke Indonesia, ternyata ditentang keras oleh keluarga Aira. Mereka semua tahu betul terkait keinginan Aira yang rupanya bukan guyonan semata. Kalimat Aira ternyata diijabah oleh Allah. Gadis itu wafat dikota paling mulia. Makkah.

Ayah Hamzah benar-benar memberi penegasan tidak mengizinkan anaknya dibawa pulang ke Indonesia. Bliau ridho ketika Aira harus dimakamkan di Makkah. Ia ingin egois untuk terakhir kalinya tapi tidak bisa. Takdir kali ini benar-benar tidak berpihak kepadanya.

"Demi Allah nak, Ayah ingin harapan putri Ayah dikabulkan"

"Dari kecil, Aira selalu mengulang harapannya dalam doa Fauzan. Selain bisa berkunjung ke tanah suci, istrimu punya harapan untuk wafat dan dimakamkan disana"

"Kami ikhlas Fauzan. Biarkan istrimu tetap disana. Ayah, Bunda, Abang dan orang tuamu insyallah ikhlas. Nanti, kita bisa terus sama-sama berkunjung kesana nak, InsyaAllah"

Fauzan kalah, mau tidak mau ia harus merelakan jasad istrinya untuk benar-benar semakin jauh darinya. Kabar kematian Aira jelas merenggut separuh kehidupan Fauzan. Sialnya, bayangan gadis manis itu masih terus berputar diingatan Fauzan.

Bukan tanpa alasan Fauzan bersikeras ingin membawa Aira pulang. Disisi lain, ia ingin terus memuliakan istrinya, meskipun kini Aira tidak lagi disisinya. Ingatan Fauzan berlabuh pada saat keduanya berada di Semarang beberapa waktu lalu.

2 bulan yang lalu, Semarang.

"Lho, mba Aira pulang toh?" sapa seorang laki-laki yang masih lengkap dengan koko dan sarungnya.

Waktu menunjukkan pukul 05.00, tapi pria paruh baya itu terlihat sangat bahagia membawa sepeda motor listrik dan sebuket bunga dikeranjang depannya.

"Iya bapak, sejak tiga hari yang lalu. Mau kemana pak, kok rapi banget?" Sebenarnya tanpa bertanya, Aira sudah tahu kemana laki-laki itu akan pergi sepagi ini.

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang