[9] MAS FAUZAN

3.6K 315 4
                                    

"Bukankah merebut hati suami itu halal hukumnya untuk seorang istri? Akan terus aku lakukan, sampai Allah sendiri yang menghentikam perjuangku".
—Maira Salsabila Gunandhi—

[Diary Aira]

Seburuk apapun kejadian yang kita alami, hendaknya tidak menjadikan kita lemah diri. Semua yang diamanahkan kepada kita, tentu tidak akan melampaui batas kemampuan kita, termasuk ujian. Allah sendiri yang mengatakan, pada potongan ayat Q.s Al-Baqarah ayat 185

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ .

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya".

Allah pun menjanjikan, bahwa setiap ujian yang ditimpakan akan ada kemudahan didalamnya.

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (QS. Al-Insyirah: 6).

Aira berlari dengan tergesa-gesa ketika mendengar pintu dibuka dengan kasar. Nampaklah suaminya dengan keadaan yang cukup memprihatinkan. Aira mendekat berusaha menggapai Fauzan. Belum sampai setengah meter, Aira mencium bau alkohol. Fauzan mabuk!.

"M-mas, kamu mabuk?" hati Aira serasa dicubit, dia tidak habis pikir kalau suaminya akan menyentuh barang haram tersebut.

Fauzan yang mendengar pertanyaan Aira pun menatap sinis kearaahnya, "Bukan urusanmu!" ujarnya sambil menepis tangan Aira.

Fauzan berjalam sempoyongan dengan memegang kepalanya, sesekali pria itu meringis merasakan pening dikepalanya.

"Mas, Aira itu istri mas. Apapun yang terjadi sama mas, Aira berhak tau". Aira tak menyerah dengan terus mendekat ke arah Fauzan.

Fauzan menoleh kearah Aira dengan alis terangkat sebelah, "Istri?" tawa sumbang Fauzan akhirnya keluar. Aira yang mendengar jujur saja merasa ngeri dengan tawa tersebut.

"Mimpi kamu! Jangan lupa, kamu itu hanya pengantin pengganti!" sentaknya

Aira mengepalkan tangannya kuat, "Ketika mas Fauzan sudah menerima qabul kemarin, Aira adalah istri mas yang sah secara agama dan negara mas!". Dalam kedaan seperti ini, entah keberanian dari mana, Aira malah meladeni ucapan Fauzan.

"Cuih!, kamu lupa atau pura-pura lupa, hah? Ingat, saya terpaksa menikahi kamu karena Umi. Hah, satu lagi, laki-laki brengsek itu juga terlibat" ujarnya beranjak pergi menuju lantai dua, baru satu pijakan Fuzan kembali mengatakan sesuatu yang semakin membuat Aira sesak, "Ah, iya. Kamu adalah perempuan paling munafik yang pernah saya temui, Aira".

Hati Aira mencelos mendengar perkataan Fauzan. Pria yang dulu ia kagumi begitu hebat, kini telah mengoyak hatinya. Aira tidak tau harus mengatakan apalagi kepada Fauzan, tapi Aira juga tidak mau menyerah begitu saja.

"Halal hukumnya merebut hati seorang suami oleh istri. Aku ngak akan menyerah begitu saja mas, kecuali Allah sendiri yang menghentikam perjuanganku" ucap Aira penuh keyakinan.

Entah Fauzan mendengarnya atau tidak, Aira mengatakan itu cukup lantang ketika Fauzan menginjak anak tangga terakhir diatas. Tak ada gunanya Aira menangis, tidak akan membuat benteng yang Fauzan buat roboh. Aira lebih memilih mengalah, hingga Fauzan sendiri yang merobohkan benteng keduanya.

Ingat ketika Aira pulang dan barang-barang nya ada didepan tangga? Itu semua perbuatan Fauzan. Mereka pisah kamar sebab Fauzan enggan berbagi kamar dengan Aira. Aira enggan terus menerus menangis, dia nemilih mengistirahatkan badannya. Hari esok ada hal-hal besar yang harus ia lakukan.

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang