[23] SALWA DAN ADNAN

3.2K 339 10
                                    

“Kamu takut karena merasa tidak aman, untuk itulah kamu mencari perlindungan. Kemudian kamu kehilangan tumpuan ketika berharap pada manusia”.

[DIARY AIRA]



Boleh bantu suport cerita ini sampai 100K Viewers teman-teman?. Yuk, bantu share. Terima kasih.

•••√√√•••

Turbulensi ketika menaiki pesawat adalah sesuatu yang paling ditakutkan Aira. Waktu ia pulang ke Semarang, pesawatnya mendarat dengan aman tanpa ada turbulensi berlebih.

Berbanding terbalik dengan sekarang, nafas Aira memburu, keringat bercucuran di dahinya. Bibirnya sedikit berdarah karena digigit kuat oleh Aira.

Beruntungnya Fauzan memiliki tingkat kepekaan yang tinggi. Melihat ketakutan yang kentara diwajah istrinya, tanpa pikir panjang ia membawa Aira dalam pelukannya.

Aira memeluk Fauzan sangat erat sampai membuat Fauzan kesulitan bernafas. Meski demikian, Fauzan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Diusapnya halus kepala Aira, berharap dapat menyalurkan ketenangan.

Cuaca mendadak buruk, membuat pesawat mengalami turbulensi yang cukup kuat. 15 menit berlalu, akhirnya pesawat bisa kembali tenang. Aira? Gadis itu malah tertidur dipelukan Fauzan. Itu yang dipikirkan Fauzan.

Fauzan tersenyum, melihat bagaimana antengnya Aira dalam dekapannya. Kemeja yang digunakan Fauzan basah, dia baru menyadari bahwa Aira menangis dalam diam ketika dipeluknya tadi.

Fauzan tidak tahu, bahwa sebenarnya Aira mengalami Akrofobia, apalagi ditambah turbulensi membuat ketakutan Aira meningkat dua kali lipat.

Suara pramugari pesawat mulai terdengar dalam pesawat, pertanda bahwa pesawat sudah mendarat dengan selamat.

Para penumpang yang terhormat, selamat datang di kota Medan, kita telah mendarat di Bandar Udara internasional Kualanamu. Kami persilahkan kepada anda untuk tetap duduk sampai pesawat ini benar-benar berhenti dengan sempurna pada tempatnya dan lampu tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan......”

Setelahnya Fauzan tak menghiraukannya, fokusnya pada Aira. Berusaha membangunkan gadis itu. Anehnya sudah diguncang-guncangkan Aira tak kunjung bangun, hal itu sontak membuat Fauzan kalang kabut karena panik.

“Ra, bangun”

“Aira, bangun. Jangan bercanda” Fauzan masih terus berusaha menepuk pipi dan mengguncang tubuh Aira pelan, namun sama sekali tak ada pergerakan dari gadis itu

“Aira bangun, jangan bikin saya khawatir”

Sontak pramugari yang bertugas menghampiri Fauzan yang suaranya cukup nyaring, mengingat hanya tinggal dirinya dan beberapa orang dalam pesawat.

“Ada yang bisa kami bantu bapak?”

“Istri saya tidak sadarkan diri”

Dengan cepat Fauzan membopong Aira keluar menuju pesawat dan segera membawa Aira ke instansi kesehatan terdekat.

****

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang