[35] PENYESALAN

4.3K 428 20
                                    

“Kamu akan sadar bagaimana berharganya seseorang, ketika rasa kehilangan sudah kamu dapatkan. Penyesalan adalah sebuah kesia-siaan” .

[DIARY AIRA]

******

Angin malam pada umumnya memang kurang baik untuk kesehatan, apalagi untuk orang yang memang sedang dalam keadaan kurang baik. Bukan Aira namanya kalau tidak keras kepala. Berulang kali Raihan meminta adiknya untuk masuk kerumah tapi ditolak mentah-mentah oleh Aira.

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, Aira juga belum mau meninggalkan taman semenjak selesai salat isya tadi.

“Dek”

Panggilan itu sudah yang ketiga kalinya Raihan lakukan, kemungkinan juga menjadi yang terakhir jika ia masih tak bisa membujuk sang adik. Aira yang tadinya memejamkan mata perlahan kembali membuka matanya. Tersenyum lembut ke arah sang kakak yang ternyata masih belum putus asa membujuk dirinya.

“15 menit lagi ya bang?”

Raihan mendesah kasar, tapi sepertinya kali ini benar-benar lima belas menit terakhir yang diminta Aira.

“Abang duduk sini deh, Aira udah lama ngak ngobrol bareng Abang” gadis itu menepuk bangku kosong yang ada disebelahnya. Raihan hanya mengangguk kemudian mengikuti permintaan Aira.

“Maafin adek ya bang”

Raihan sontak menghadapkan wajahnya kesamping kiri dimana Aira duduk. Diamatinya wajah sang adik yang menatap dirinya dengan sendu. Ada yang menyentil ulu hatinya ketika melihat Aira serapuh ini, merasa gagal menjaga adik kesayangannya. Tangan Raihan bergerak merengkuh tubuh ringkih milik Aira. Ditepuknya pelan sambil diusapnya dengan sayang kepala sang adik.

“Abang yang minta maaf ke Adek. Maaf kalau abang ngak bisa memastikan kalau ternyata kamu ngak bahagia dengan Fauzan”.

Lama keduanya berada dalam posisi tersebut. Raihan membiarkan sang adik menumpahkan segala beban yang selama ini ditanggungnya sendirian. Nyatanya, menikah dengan paksaan atau perjodohan tidaklah seindah dikebanyakan novel yang dituliskan. Beban moril, mental serta emosional menjadi taruhan.

“Habis sidang, Aira pengen pulang dulu ke Semarang. Boleh?”

“Mau ngapain?”

Aira mengalihkan pandanganya sebelum menjawab pertanyaan Raihan, “Sowan ke Kakek sama Nenek. Aira mau minta maaf karena ngga bisa mempertahankan rumah tangga Aira. Nenek sama Kakek kecewa ngga bang sama keputusan adek?”

“Nenek sama Kakek akan lebih kecewa sama Adek, kalau Adek terus-terusan menyalahkan diri sendiri. Abang tau, Adek sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merawat rumah adek. Namun, takdir Allah siapa yang tau?. InsyaAllah, Kakek sama Nenek ngga marah sama adek”.

Dalam diam Aira menangis, sambil menghibur dirinya sendiri ia membalas perkataan Raihan, “Hehe, kalau masih ada Nenek sama Kakek pasti Aira akan diminta makan lumpia sebagai hukuman ya bang”

Keduanya tertawa bersama. Hal umum yang menjadi pengetahuan bersama dikeluaga besar Aira. Perempuan berusia 23 Tahun itu sangat membenci lumpia. Bukan tanpa alasan, dia mengatakan kalau Lumpia Semarang itu baunya seperti kotoran kuda. Bukan maksud menghina makanan, hanya saja ciri khas Lumpia Semarang memang baunya agak kurang menyenangkan bagi Aira.

Dulu, saat dia melakukan kesalahan. Dia akan dihukum untuk makan Lumpia Semarang oleh Kakek Neneknya. Keduanya berharap, Aira bisa lebih mencintai makanan lokal, terutama yang menjadi ciri khas kota dimana ia dilahirkan. Bagi sebagian orang, itu akan menjadi hal yang menyenangkan. Dihukumnya malah diminta makan. Bagi Aira? Itu perkara yang mematikan.

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang