Aira berjalan menuju tempat dimana Fauzan dan dirinya berjanji untuk bertemu. Dari jarak 15 meter, Aira melihat Fauzan sedang berbicara dengan seorang laki-laki. Kemungkinan Fauzan tidak menenali Aira, karena dia memilih menggunakan cadar setelah wudhu tadi. Bukan tanpa alasan, Aira risih dengan tatapan orang-orang yang ia temui. Wajar saja, wajah Aira masih dipenuhi luka sayatan yang belum kering.
“Mas”
Kehadiran Aira mengalihkan perhatian dua laki-laki tersebut. Seperti dugaan Aira, suaminya hampir tidak mengenalinya. Namun setelah panggilan dari nya keluar, barulah Fauzan sadar siapa perempuan yang datang tersebut.
“Pantes lama” Fauzan tersenyum sambil mengelus puncak kepala Aira “Oiya, Za ini istri ane, Aira. Aira, ini teman saya waktu kuliah S1 di Azhar namanya Ihza”
Aira dan Ihza saling menangkupkan tangannya didada.
“Ya Rabb Zan, ente nikah kok ngga kabar-kabar? Dari kapan?”
“Kami memang belum sempat menggelar Tasyakuran. Alhamdulillah, dari 5 bulan lalu”
Ihza memicingkan matanya, menatap Fauzan penuh slidik. Fauzan yang paham akan tatapan tersebut menggeleng kuat, “Ngga seperti yang antum bayangkan Za. Panjang ceritanya”
Ihza mengangguk atas jawaban Fauzan. “Ngga ada niatan buat undang ane ntar? Hmm?”
“InsyaAllah ntar ane kabarin lagi. Lagiam antum betah bener di Mesir, pulang kek”
“Lagian antum betah bener di Mesir” Ihza menirukan kalimat Fauzan, “Ente aja yang pulang dadakan. Katanya mau ke Yaman, eh malah nikahin anak orang”
Fauzan melirik ke arah Aira, gadis itu hanya menunduk. Dibalik cadarnya, Fauzan paham bagaimana kondisi Aira saat ini. Ada yang Fauzan sesalkan, Aira harus tau sesuatu dan itu bukan darinya.
Fauzan pura-pura terkekeh, “Iya, iya, nanti ane kabarin pas walimahan. Pulang antum, awas kagak!”
“Siap, khusus buat antum ane pulang” Ihza menatap layar ponselnya “Ane harus balik ke hotel, ada janji sama seseorang. Duluan ya Zan, Mba” Pamitnya pada Aira dan Fauzan “Assalamu'alikum”
“Fii amanillah habibi, ‘alaikumussal warahmatullah” jawab Fauzan
Setelah Ihza pergi dari hadapan keduanya. Fauzan kembali mengamit tangan Aira. Aira yang memang dari tadi hanya melamun tersentak kaget dengan tindakan Fauzan.
“Nglamunin apa sih, hmm?”
“E-eh enggak kok mas”
“Jangan dipikirin omongan Ihza”
Aira menatap Fauzan sekilas, dibalik cadarnya ia tersenyum tipis sekali. Jujur, sebagai seorang istri, Aira berharap Fauzan berkenan membagikan cerita kepadanya. Aira sabar menunggu kesembuhan itu datang. Namun Aira ragu, apakah kesempatan itu akan hadir berbanding lurus dengan dia yang akan terus membersamai Fauzan atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY AIRA [TERBIT]
Spiritual[PART MASIH LENGKAP, SILAKAN SEGERA BACA] 18+ disini maksudnya adalah, cerita yang ditulis mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan, hanya untuk menunjang karakter tokoh. Tidak untuk ditiru!. [Follow sebelum membaca] ========= Menikah dengan ses...