[13] BELAJAR MENERIMA

3.4K 353 17
                                    

Kamu baru akan menyadari kehadiran seseorang, tatkala dia sudah tak lagi di sisi. Semoga saat itu terjadi tak kamu sesali dikemudian hari”.

[DIARY AIRA]



Aira memijat pelipisnya dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kiri ia gunakan untuk memegang botol minyak angin yang didekatkan kehidungnya. Kepala Aira berdenyut nyeri, rapat yang baru saja ia selesaikan nyatanya berjalan alot dan tidak mendapatkan kesepakatan yang baik.

“Rifa, kenapa hal ini bisa terjadi?”

“Aku juga ngak paham Ra. Padahal minggu lalu kesepakatan kita dengan pihak distributor sudah ditandatangani”.

“Berapa banyak kerugian yang kita alami Rif?”

“Hampir 600 Juta Ra”

Allahumma, ajhurni fii mushibati wakhluflii khairan minhaa” Aira menarik nafasnya dalam. Diusapnya dada untuk mengontrol dirinya agar terbawa emosi

“Jangan sampai ada karyawan yang diberhentikan. Ibu-ibu konveksi butuh pekerjaan ini” ucap Aira

“Tapi Ra, pemasukan kita minus. Bahkan kita ada tanggunan yang harus diganti”

InsyaAllah akan aku carikan solusinya segera”.

Keadaan menjadi hening setelahnya. Rifa yang sibuk dengan berkas-berkasnya, sementara Aira terus memijat pelipisnya dan melafadzkan dzikir dibibirnya.

Kondisi Aira tiga hari ini jauh dari kata baik. Gadis itu bahkan tidak tidur agar bisa menyelesaikan masalah yang dialaminya. Sayangnya nihil, mungkin Allah punya rencana lain atas kegagalannya.

Distributor bahan tekstil yang Aira ajak kerja sama membatalkan kesepakatan sepihak. Padahal semua keperluan sedang dalam proses pengerjaan, Aira akhirnya mendapatkan kerugian besar akibat kejadiiman ini.

Anehnya, dalam kontrak kerja sama justru Aira yang harus membayar uang ganti ruginya. Poin dari surat kerja sama tersebut ada yang berubah dan Aira luput dari hal tersebut. Aira dicurangi.

‘Bukannya seharusnya Aira punya duplikat surat kontrak tersebut?’.

Semua diserahkan kepada Rifa dan beberapa staf nya yang lain. Rapat itu bertepatan dengan malam kadnya Aira. Tim Aira dijanjikan akan diberikan surat tersebut H+1 jam. Tanpa melihat isinya lagi, dibawanya berkas yang ternyata sudah berbeda isi.

Ditengah kepelikan ini, Rifa justru menanyakan hal yang diluar dugaan Aira.

“Bagaimana dengan Fauzan Ra?”

Aira yang memejamkan matanya sontak membuka matanya kembali. Sedikit tersentak dengan pertanyaan Rifa. Seolah diingatkan sesuatu, tanpa ada curiga apapun dengan Rifa.

Astaghfirullah, aku tidak menghubunginya dua hari ini Rif” Aira mentap Rifa yang tengah merapikan beberapa stop map, “Kamu boleh pulang sekarang”

“Kamu?”

“Aku disini sebentar, habis itu kerumah Umi”

DIARY AIRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang