BUKU || BAB 8

998 70 1
                                    

Jangan terlalu gengsi. Nanti lo malah jadi nyesel sendiri ke belakangnya.

Mohamad Mizar A—

.
.
.

BAB 8. MOTOR RUSAK.

🌏🌏🌏

Langkah kaki Bumi membawanya menuju rumah Kumara. Hari ini Bumi berniat ingin berangkat bersama Kumara. Tetangga sekaligus cowok yang paling ia cinta itu.

Menghela napas pelan lalu Bumi meyakinkan dirinya sendiri agar tidak gugup saat akan bertemu dengan orang tua Kumara.

Mengangguk mantap seolah yakin jika dirinya sudah tidak gugup. Setelah itu pandangannya menuju pintu yang ada di depannya.

“ASSALAMU'ALAIKUM. CALON MANTU DATENG, NIH!” teriak Bumi seraya mengetuk pintu rumah Kumara.

Kumara yang mendengar itu hanya meringis malu atas kelakuan tetangga tidak ada akhlaknya itu. Lalu ia melirik ke arah Bunda dan Ayahnya untuk melihat seperti apa ekspresi mereka saat mendengar teriakan membahana milik Bumi.

“Sejak kapan kita punya mantu tarzan?” celetuk Ranu—ayah Kumara yang baru saja pulang dari luar kota.

Bunda Kumara hanya tersenyum tipis lalu berdiri dari bangkunya berniat membukakan pintu untuk mantu tersayangnya itu.

“Bunda, biar Uma aja yang bukain pintu. Sekalian mau berangkat sekolah.”

Mara mengangguk saja lalu kembali duduk dan melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.

Di sisi lain, perempuan dengan rambut coklatnya yang sudah ia ikat dengan rapih itu sedang berjongkok di depan pintu. Sesekali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Sepuluh menit lagi apel pagi akan dilaksanakan. Sedangkan Kumara masih betah di dalam rumah.

“Si Kuma lama banget keluarnya. Apa dia udah berangkat, ya?” Monolog Bumi.

Sedang asyik-asyiknya melamun tiba-tiba ia dikagetkan dengan suara berat milik pria dengan jaket bewarna ungu.

“Ngapain lo jongkok di depan pintu?” Kumara mengernyitkan dahinya saat melihat Bumi sedang berjongkok membelakangi pintu rumahnya.

Sedangkan Bumi yang sedang melamun pun menoleh ke belakang. Lalu detik selanjutnya ia berdiri dan menampilkan senyum manisnya.

“Hai, Uma!” sapa Bumi.

Kumara merotasikan bola matanya malas. “Ngapain lo ke rumah gue?” tanya Kumara sekali lagi.

“Mau berangkat bareng sama lo,” sahut Bumi enteng.

Seketika mata Kumara melotot karena terkejut mendengar ucapan Bumi barusan.

“Apaan! Engak ... Engak! Lo berangkat sendiri aja. Lo kira gue ojek apa pake nebeng segala,” tolak Kumara dengan gamblang. Bumi yang mendengar itu pun mengerucut kan bibirnya.

“Motor gue lagi rusak Kuma. Jadi, hari ini gue boleh nebeng lo, ya?” alibi Bumi agar ia bisa berangkat bersama dengan Kumara.

Buku : Bumi untuk Kumara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang