BUKU || BAB 17

832 66 15
                                    

Jika Allah berkehendak, suatu saat nanti bukan hanya lo aja yang ngejar gue, tapi kita akan berjalan beriringan menuju cinta Allah dan mencapai kebahagiaan bersama.

-Kumara Ransi-
.
.
.

BAB 17. PERTAMA KALINYA.

🌏🌏🌏

Tepat tanggal 15 bulan ini akan menjadi sejarah yang paling mengesankan sekaligus kenangan paling manis untuk Bumi.

Bagaimana tidak? Dari sekian lamanya menanti, untuk pertama kalinya Bumi bisa merasakan rasanya naik motor berdua dengan Kumara. Bersandar dan melingkarkan tangannya pada perut Kumara adalah salah satu impian Bumi selama ini.

Haruskah ia berterimakasih kepada adiknya karena sudah mengajak Bumi pergi ke luar hari ini? Sepertinya harus.

“Uma,” panggil Bumi di kala mereka berhenti di lampu merah.

Kumara berdehem pelan, memperhatikan sekelilingnya. Lalu beralih ke arah lampu merah yang belum berganti warna.

“Sekarang aku lagi mimpi nggak sih? Jangan-jangan ini cuman hayalan aku aja bisa semotor berdua sama kamu,” kata Bumi yang sedang menaruh kepalanya di pundak Kumara.

Mencubit tangan Bumi yang sedang melingkar di perutnya dengan keras tanpa ada rasa kasian sedikit pun. Kumara melakukan hal itu untuk membuktikan jika semua ini adalah nyata.

Bumi yang tangannya dicubit oleh Kumara hanya bisa mengadu kesakitan. “Kok, tangan aku dicubit? Sakit tau!”

Melepaskan tangannya dari perut Kumara, lalu ia meniupnya dengan pelan.

Lampu merah kini sudah berganti dengan warna hijau. Menancapkan gas motornya kembali serta tidak menghiraukan rengekan dari Bumi.

Adzan maghrib berkumandang, membuat Kumara membelokan motornya ke arah masjid guna melaksanakan ibadah sholat maghrib di sana.

“Kita sholat dulu di sini. Takut waktunya gak cukup kalau dipaksa untuk tetap pulang. Udah mempet soalnya,” terang Kumara sembari meletakkan helmnya di spion motor.

Bumi yang berada di belakangnya mengangguk setuju, kemudian ia turun dari motor dan disusul oleh Kumara.

“Sholat, kan?” tanya Kumara kepada Bumi.

Bumi mengangguk. “Iya.”

🌏🌏🌏

Waktu terasa begitu cepat. Hingga tak terasa jika sang rembulan kini sudah datang menemani gelapnya malam.

Kini, sepasang sejoli berbeda umur itu sedang duduk berdua di warung pinggir jalan.

Seusai melaksanakan ibadah sholat maghrib dan isya, Bumi merengek tidak mau pulang ke rumah dan meminta untuk singgah sebentar di warung pinggir jalan untuk sekedar makan malam.

“Uma, sekarang malam minggu,” beritahu Bumi guna mengkode Kumara.

Kumara yang sedang sibuk menggulirkan layar ponselnya yang sedang menampilkan video TokTok itu hanya bergumam lirih, tanpa mengalihkan pandangannya.

“Terus?”

“Kalau lagi malam minggu gini, semua tempat makan, nongkrong, bioskop dan lainnya pasti ramai.” Sekali lagi Bumi berusaha untuk mengkode Kumara agar pria itu peka jika hari ini adalah hari minggu. Saatnya untuk berkencan. Namun, lagi-lagi Kumara bersikap tak acuh padanya.

“Setiap hari juga ramai. Tuh, buktinya warungnya Bu Wati aja setiap hari ramai. Enggak malam minggu aja,” balas Kumara santai dan masih sibuk menggulirkan beranda TokTok.

Mengembuskan napas berat, lalu ia menarik sudut bibirnya ke atas dengan terpaksa. Menatap Kumara sebal lalu Bumi berkata sekali lagi. “Tapi, kalau malam minggu itu malamnya buat orang pacaran.”

“Terus? Gue harus bilang amazing gitu?” Kali ini atensi Kumara sepenuhnya beralih ke arah Bumi yang sedang duduk di sampingnya.

“Kamu coba liat ke sekeliling. Banyak orang pacaran, kan?” tunjuk Bumi ke arah sekeliling menggunakan tatapannya.

Kumara mengikuti arah pandang Bumi, lalu mengangguk mengiyakan. “Banyak orang pacaran emang, tapi yang jomlo juga banyak. Termasuk kita,” kata Kumara.

“Kamu nggak mau kaya mereka apa? Bisa berduaan sama pacar di malam minggu gini?” Bumi menatap Kumara kesal yang sedari tadi tak kunjung peka.

“Ngapain pacaran, kalau jomlo juga bisa kek mereka. Contohnya kita,” balas Kumara.

“Maksudnya?”

“Udah, soal itu lo enggak usah dipikirin. Karena yang harus lo pikirin sekarang adalah ini,” kata Kumara sembari mengelus perut Bumi.

Bumi yang perutnya sedang dielus oleh Kumara mendadak ngelag seketika. Ia menundukkan kepalanya ke bawah. Menatap tangan kekar Kumara yang sedang mengelus perut Bumi dengan lembut.

“Anak kita?” Bumi menoleh ke arah Kumara menatap pria itu heran.

Bukannya mendapatkan jawaban dari cowok barkaos putih itu, Bumi justru mendapatkan satu sentilan dari Kumara.

“Mikirnya jangan kejauhan. Masih kecil nggak boleh mikir anak dulu. Belajar, meraih impian, sukses, membahagiakan orang tua, itu yang harusnya lo pikirin dari sekarang,” nasihat Kumara.

“Termasuk gapai lo?” goda Bumi membuat telinga serta wajah Kumara mendadak menjadi merah. Entah karena tersipu atau menahan kesal dan amarah.

Kumara berdehem pelan. Lalu ia menoyor dahi Bumi ke belakang. “Jangan mulai, yang gue maksud tadi itu cacing yang ada di perut lo. Kasian udah pada teriak karena kelaparan,” jelas Kumara agar Bumi tidak salah paham dengan perilaku yang ia berikan kepada Bumi tadi.

Menghela napas panjang, menunduk lesu tak semangat. Perempuan itu kembali mengangkat wajahnya di saat pesanan mereka sudah datang.

“Nih, makan yang banyak. Biar cepet besar. Jadi orang sukses terus baru deh lo mikirin punya anak sama gue.” Kumara menyodorkan satu piring nasi goreng ke arah Bumi sembari tersenyum tipis. Manis. Namun, bukan gula.

Bumi engangguk kemudian perempuan itu menyahut singkat. “Iya, Uma.”

Menarik sudut bibirnya seraya menatap Bumi lekat. Bumi yang sedang menyuapkan satu sendok nasi goreng, seketika dibuat mematung.

Mengunyah nasi goreng dengan pelan seraya bola mata coklatnyanya itu melirik ke arah Kumara yang sedang tersenyum tipis.

Terasa sangat nyaman ketika telapak tangan Kumara mengelus lembut puncak ke pala Bumi.

“Jangan ngejar gue lagi dengan cara seperti orang murahan. Gue gak suka. Tapi, lo cukup ngejar gue melalui doa. Cukup lo dan Allah yang tahu kalau lo cinta sama gue.”  Kumara menatap Bumi teduh.

“Jika Allah berkehendak, suatu saat nanti bukan hanya lo aja yang ngejar gue, tapi kita akan berjalan beriringan menuju cinta Allah dan mencapai kebahagiaan bersama.”

“Percaya sama gue,” lanjut Kumara.

-TBC-

Part ini adalah part tergaje. Semoga kalian suka sama part ini, aamiin 🤲🏼😭

Oh, iya, aku mau kasih tahu kalau Maw sepertinya akan slow update. Tapi, Maw usahakan bakal up, dua hari atau tiga hari selanjutnya.

Soalnya Maw sudah mulai masuk kerja. Jadi, lumayan agak sibuk.

Satu, lagi. Jangan lupa follow Maw.

Wattpad : (at) Mawblue_

Instagram : (at) Mawblue_

Tiktok : (at) mawattpad

Kalian tahu cerita ini lewat jalur apa?

Buku : Bumi untuk Kumara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang