Part ini lumayan panjang, tapi gak sepanjang keinginan kalian. But kuharap kalian gak bosen.Happy Reading 💙
Bacanya pelan-pelan aja oke?
Kumara terus menggandeng Bumi, berjalan berdua menyelusuri koridor. Meninggalkan kericuhan yang sempat terjadi karena aksi labrak dan berakhir mengejutkan yang dilakukan oleh Iffa.
Kumara tidak henti-hentinya meminta maaf, bergumam dengan lirih di dalam hati.
Setelah perjalanan panjang dari kantin hingga menuju UKS, akhirnya Bumi bisa bernapas lega dan duduk dengan tenang di bangsal.
"Lo diem di situ, gue cari obat dulu buat lo," perintah Kumara dengan tegas. Terselip nada khawatir di dalam ucapannya.
Melihat Kumara khawatir seperti itu, tentu saja membuat sudut bibir Bumi tertarik.
Sudah lama Bumi tidak melihat Kumara sepanik ini secara terang-terangan. Biasanya laki-laki itu akan menyembunyikan Kepanikannya dengan cara julid.
Setelah menemukan obat untuk Bumi, Kumara menghampiri perempuan itu.
"Pusing, nggak? Tadi rambut lo dijambak dengan keras sama cewek gila itu," tanya Kumara khawatir.
Bumi harus merasa senang atau sedih dengan kejadian hari ini?
Rasa-rasanya seperti mimpi. Melihat Kumara membelanya di depan banyak orang, menarik Bumi menuju UKS, hingga mengobati luka goresan yang ada di pipinya yang tidak sengaja terkena kuku milik Iffa. Bumi masih belum percaya.
"Harusnya lo jambak balik, atau paling enggak lo cakar tuh muka si cewek crazy," kata Kumara kembali.
Bumi terkekeh mendengarnya, lalu ia berucap dengan lirih. "Nggak boleh jahat."
Kumara menghela napas pelan. Menatap Bumi dengan lekat. "Gue minta maaf, karna gue lo jadi kaya gini," lirih Kumara.
Bumi tersenyum mendengarnya. "It's ok, lo gak perlu khawatir, gue Oke, kok."
"Harusnya kemarin gue tolak aja permintaan tuh cewek." Ingatan Kumara ditarik kembali kepada kejadian kemarin di kantin.
Laki-laki itu masih sangat ingat dengan jelas tentang iffa anak kelas 12 Multimedia yang tiba-tiba meminta bantuan untuk menjadi lawan aktingnya.
Iffa meminta bantuan Kumara karna ia merasa aktingnya kurang mendalami dan butuh partner untuk latihan dan kebetulan lawan mainnya sedang tidak masuk Sekolah.
🌏🌏🌏
Dengan penuh kehati-hatian Kumara membantu Bumi untuk turun dari motornya. Dengan penuh telaten pria itu melepaskan helm miliknya dari kepala Bumi."Pipi Lo keliatan ... sorry harusnya gue dateng cepet." Kumara masih merasa bersalah, karenanya Bumi sampai kacau seperti ini.
Melihat Kumara khawatir, membuat Bumi merasa bersalah karena sudah memanfaatkan moment ini agar ia bisa sedekat ini dengan pria itu.
Melemparkan senyum terbaiknya, Bumi berujar lembut. "Kuma, lo ada di sini aja udah cukup buat gue merasa lebih baik."
"Kalau dengan gue terluka bisa buat kita sedekat ini. Mungkin gue bakal ngelakuin itu agar kita bisa dekat. Melihat Lo sekhawatir itu ... Lo tahu, gue merasa ... bahagia saat tahu lo masih peduli dengan gue sebagai Bumi, bukan kembaran dari sahabat lo," ungkap Bumi di pertemuan terakhir mereka.
Satu minggu tidak bersinggungan dengan Kumara rasanya ada yang hilang. Apakah pernyataan yang ia lontarkan waktu itu membuat Kumara menjauh?
Meski tidak secara terang-terangan bahwa Kumara menjauh. Namun, dari sikap serta perilaku Kumara yang laki-laki itu berikan, seperti sedang memasang jarak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku : Bumi untuk Kumara (Selesai)
Fiksi Remaja"Aku akan pergi jika itu yang kamu mau. Namun, maaf. Aku tidak akan kembali meski kamu yang menginginkannya." Perjuangan Bumi untuk mendapatkan hati Kumara selalu saja berakhir gagal total. Selalu ditolak dan berakhir sia-sia tidak juga membuat sema...