BUKU||BAB 29

791 46 1
                                    

BAB 28. Ternyata oh ternyata

Bumi terlihat lega saat tugas miliknya sudah selesai di presentasikan. Melihat Shaula yang kini cemberut membuat perempuan itu bertanya-tanya.

“Muka lo kenapa, Sha? Lecek amat,” ujar Bumi saat mereka sudah kembali duduk di bangku masing-masing.

“Gak kenapa-kenapa. Lagi pusing aja,” ujarnya singkat.

Perubahan sikap Shaula membuat Bumi bingung sekaligus khawatir. “Mau ke UKS? Nanti gue antar,” tawar Bumi yang kini mendapatkan penolakan dari Shaula.

“Atau mau gue beliin sesuatu? Atau mungkin lo mau ke kelas?”

Shaula yang mendapatkan tawaran itu hanya bisa menggeleng dan menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan.

Menghela napas pelan, akhirnya Bumi mengangguk saja. Atensinya kini sudah beralih ke arah depan yang sedang menampilkan salah satu teman sekelasnya yang sedang presentasi.

Lima belas menit waktu telah berlalu, kini sudah berganti dengan kelompok lain yang akan mempresentasikan tugas kelompoknya.

“Shaf,” panggil Shaula membuat Bumi menoleh ke arah belakang. Shaula tampak pucat. Membuat Bumi bertamba khawatir.

“Gue minta tolong boleh?” Pertanyaan macam apa ini? Tidak mungkin Bumi akan menolak begitu saja jika ada yang memintanya tolong.

“Kenapa harus nanya sih? Jelas gue bakal nolongin lo tanpa lo minta,” ujar Bumi.

Shaula tersenyum tipis. “Tolong ambilin botol minum yang ada tas gue,” pinta Shaula.

🌏

Koridor pada jam pelajaran terlihat sepi. Tidak murid yang berseliweran. Terasa semakin menyeramkan jika seperti ini.

Lab multimedia dan kelas Bumi tidak terlalu jauh sebenarnya, namun mengapa rasanya lama sekali sampainya.

Hingga ruangan yang di atasnya tertera tulisan ruang kelas 10 Multimedia 1 terpampang.

Ketika mendekati kelas miliknya, Bumi dibuat mengerutkan dahinya. Ini pintu kelasnya kok kebuka? Perasaan tadi sebelum ke lab pintu kelas miliknya tertutup.

Bumi mendekat, penasaran siapa yang sudah masuk ke dalam kelas. Hingga tubuhnya dibuat mematung ketika perempuan itu melihat sosok laki-laki sedang berada di mejanya.

Seperti menaruh sebuah note beserta kota makan. Bumi berusaha menghalau segala kecurigaan. Tidak mungkin, kan? Orang yang Bumi kenal adalah Si A yang selama ini memberinya notes berisi kata-kata penyemangat?

Tidak mungkin dia! Bumi berusaha menyangkal. Namun, perempuan itu tidak ingin menebak-nebak. Dengan segera dia menghampiri laki-laki tersebut.

“Jadi selama ini lo yang udah ngirim notes kaya gini?” cecar Bumi langsung saat pria itu sudah di depannya membuat laki-laki itu syok.

“Bukan gue,” balasnya datar.

“Terus ini apa? Al lo masih gak mau ngaku?” Bumi tidak pernah menyangka jika yang selama ini orang yang ia cari ternyata berada di dekatnya.

Alien. Kenapa harus pria itu yang menjadi si A?

Ali yang mendapatkan pertanyaan seperti itu akhirnya mau tidak mau ia harus mengangguk.

“Kalau gue kenapa?” tanya Ali masih memasang wajah datar.

“Gue gak nyangka aja, ternyata si A itu Lo,” jawab Bumi. “Motif lo sebenarnya apa? Sampai-sampai harus ngirim kertas kaya gini?”

Cukup kemarin dia dibuat jantungan. Hari ini jangan lagi. Bumi memandang pria yang ada di depannya.

Entah mengapa Bumi merasa tidak yakin, namun fakta lebih nyata dari pada praduga.

“Kalau gue bilang gue suka sama lo, apa lo percaya?”

Pertanyaan Ali membuat Bumi terkejut. Alien satu ini sangat meresahkan sampai-sampai membuat Bumi terdiam.

Ali tampak tersenyum miring. “Gak percaya ternyata, jelas sih. Lo, kan, percaya nya cuman ke Kumara.”

“Kenapa gue?”

Ali mendekat membuat Bumi refleks berjalan mundur. Dengan sigap pria itu sudah memegang kedua bahu Bumi. Menatap Bumi dengan intens. Bumi merasa risih ditatap seperti itu. Entah mengapa ia merasakan keganjalan.

Mata Ali yang terbalut kaca mata itu memandang kedua mata coklat Bumi secara gantian.

“Karna lo orang yang gue mau. Orang yang bisa membuat gue ... jadi cowok yang berguna,” balas laki-laki itu.

“Alien tempatnya bukan bersama Bumi. Melainkan di luar angkasa. Jadi,sampai sini paham?”

Tiba-tiba Kumara sudah ada di samping Bumi. Melepaskan tangan Ali di bahu perempuan itu dan membawa Bumi kedalam rangkulannya.

“Lo harus ngerti bro, Bumi itu cahaya gue. Jadi, kalau lo berani rebut dia dari gue. Gue gak bakal diam,” lanjut Kumara memandang Ali remeh.

Ali yang terlihat geram pun menyahut, “Kita lihat siapa yang bakal menang.” Lalu pergi begitu saja dari kelas. Meninggalkan Bumi dan Kumara berdua.

Kumara menatap Bumi yang sedang mematung. Mengusap pelan pipi Bumi dengan lembut.

“Kamu cahaya aku, jadi tolong jangan pergi. Karena aku takut gelap,” kata Kumara tanpa memperdulikan jantung Bumi berdetak lebih cepat.

Mendekap tubuh Bumi membuat Kumara merasa tenang. Semenjak melihat Bumi bersama pria lain kemarin, membuat ketakutan Kumara semakin nyata.

Sedangkan Bumi merasa nyaman berada di dekapan Kumara. Bumi merasa senang karena Kumara mau membuka hatinya kepada dia.


TBC

Hello guys! Bagaimana kabar kalian?

Yuk, kasih aku Bumi yang banyak 🌏

Btw, bagaimana dengan part ini?

Udah ketebak ya, ternyata si A itu Alien. Tapi, kira-kira bener bukan, ya?

Satu kata untuk Bumi Shafira

Satu kata untuk Kumara Ransi

Satu kata untuk Ali Endar

Satu kata untuk Kamu yang sudah dengan setia membaca cerita Maw💙

Satu kata untuk Maw?





Buku : Bumi untuk Kumara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang