BUKU|| BAB 27

838 47 2
                                    

Kali ini Bumi sedang berada di toko baju milik Kakaknya Iren. Seperti yang Iren ucapkan sebelumnya bahwa di toko ini ternyata ada diskon 30% bagi orang yang mau mempromosikan tempat tokonya yang baru buka ini.

ALU Colection Toko yang menyediakan berbagai jenis baju remaja baik cowok maupun cewek. Ada beberapa produk juga dari ALU ini diantaranya; Sepatu, tas, topi, aksesoris pria maupun perempuan lainnya yang memang dikhususkan untuk remaja.

Sejujurnya Bumi belum pernah bertemu dengan kakaknya Iren dan sekarang untuk pertama kalinya.

Produk yang ada di sini semuanya asli dari produk ALU sendiri. Bahkan Bumi dibuat menganga dibuatnya. Ini sangat keren.

Tiba-tiba Bumi mendapatkan ide untuk membuat tugas dari Bu Selasa. Mengapa ia tidak mengangkat tema promosi brand saja?

Bumi menoleh ke arah Iren yang sedang sibuk dengan ponselnya. Mungkin perempuan itu sedang mengirim pesan kepada kakaknya.

“Ren, kata lo tadi kalau gue mau promosiin nih toko bakal dapet diskon?” tanya Bumi.

Iren berdehem. “Iya, kenapa? Lo tertarik?”

Bumi mengangguk. “Tertarik. Tapi, jangan 30% dong diskonnya. Khusus gue free, ya?”

Iren berdecak kesal. Iren kira sudah jarang bertemu sifat Bumi yang doyan gratisan akan hilang, ternyata tidak.

“Gue kira lo udah gak doyan gratisan,” sindir Iren.

For your information, di dunia ini gak ada yang namanya yang gak doyan gratisan.” Bumi berujar kepada Iren.

“Kalau gitu, lo ngomong sendiri ya ke Abang gue. Kalau gue yang ngomong entar malah gue yang kena omel,” balasnya.

“Gampang itu mah. Eh, iya. Abang Lo mana? Kok dari tadi gak keliatan?” tanya Bumi menoleh ke kanan kiri mencari keberadaan kakaknya Iren si pemilik toko ini.

“Itu Abang gue,” tunjuk Iren kepada laki-laki dengan kaos bewarna hijau bertuliskan ALU dan celana putih selutut.

Melihat siapa orang yang ditunjuk oleh Iren membuat mata Bumi seketika membola.

Kenapa dunia ini sangat sempit!

“Hai,” sapanya membuat Bumi mati kutu!

🌏🌏🌏

Disisi lain, Kumara terus saja berdecak kesal. Memandang sahabatnya dengan kesal.

“Gara-gara lo Umi jadi salah paham sama gue anjir!” sewot Kumara.

El yang sedang duduk di samping Titin hanya bisa tertawa terbahak-bahak. “Itu sih derita lo,” sahut El.

“Lo yang balikan kenapa gue yang repot sih? Kalau gini caranya gimana gue jelasinnya ke Umi?” ujar Kumara yang sudah tidak tahu berbuat apa.

Niat awal ingin membantu sahabatnya baikan dengan mantannya malah justru dia yang kena apesnya.

“Kak Kumara tenang aja, biar gue yang jelasin ke Shafi. Dia pasti ngerti kok,” sela Titin yang sedari tadi diam.

Buku : Bumi untuk Kumara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang